Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merindumu di Bulan Ramadan

21 Mei 2018   19:11 Diperbarui: 21 Mei 2018   19:33 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entah mengapa bulan ramadhan tahun ini ada perasaan hampa serasa ada yang kurang, padahal bulan suci ini  selalu aku tunggu. Mungkin karena anakku yang sulung jauh di mata, biasanya dia makan tinggal makan sekarang harus mencari sendiri. Ada perasaan tak tega tapi ini adalah proses dia menuju dewasa.

Setiap buka puasa dan sahur aku biasakan menelpon, supaya dia tidak merasa jauh dari orangtuanya. Ketika sahur aku telpon dan bertanya makan apa, dia bilang hanya gado susu bubuk, karena bangunnya mepet waktu imsak, padahal aku membangunkan dari jam tiga dinihari, setelah deringan ke tiga puluh enam baru diangkat teleponnya. Itu salah satu kebiasaan buruknya tidur malam dan susah bangun, dan dia harus menerima resiko itu, bangun telat dan tidak sempat sahur.

Hampir setahun menjadi anak kost si sulung sudah mandiri, berani pulang pergi ke Bandung sendirian, bisa mengatur keuangan, bisa mencuci baju serta bisa mengurus diri sendiri. Hmmm tapi ketika pulang ke rumah sifat manjanya kambuh lagi, setiap bepergian tak mau jauh dari bundanya, tanganku selalu dipegang erat, seolah tak mau ditinggal. Ada rasa kesal tapi aku ambil hikmahnya saja berarti anak-anakku membutuhkan orangtuanya dan merasa nyaman pergi dengan ayah bundanya.

Suamiku selalu tertawa bila anakku kumat manjanya, suka nyubit-nyubit dan suaranya dimanja-manjain, sok imut heheheh. Suamiku selalu bilang mumpung dia berada didekat kita, kalau dia sudah punya keluarga dia akan tinggal dengan suaminya, benar juga.

Bulan puasa ini rinduku semakin menggelora pada si sulung karena yang bungsu masih tinggal bersama kami, teringat ketika mereka masih kecil, tahap demi tahap aku lalui, dari belajar mengaji, belajar sholat, belajar puasa ketika mereka besar momen itu tidak ada lagi. Waktu terasa cepat berlalu. Ahhh tanpa di sadari semakin mereka dewasa semakin aku dan suamiku tambah tua.

Semoga Allah selalu melindungi keluarga kecilku, aku dan suamiku bisa menyaksikan mereka lulus kuliah, cita-citanya tercapai, mempunyai keluarga yang bahagia dan memberikan cucu yang lucu-lucu, khayalanku terlalu tinggi, tapi itu adalah salah satu doa yang selalu aku dan suamiku panjatkan ketika sedang sholat.

Terimakasih ya allah kau memberi nikmat tiada terkira, diberinya aku kesempatan menjadi seorang ibu, walau belum sempurna dan masih harus belajar, aku akan menjaga titipanMu sepenuh jiwaku. Akan ku tulis di kertas putih itu dengan ukiran mengingatMu dan bibir mungil mereka selalu menyebut asmaMu.

 ADSN, 210518

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun