Mohon tunggu...
Hendrie Santio
Hendrie Santio Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Serabutan

Seorang Serabutan yang mencoba memaknai hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Eksperimen Donald Trump dalam Isu Palestina

15 Mei 2018   19:10 Diperbarui: 15 Mei 2018   20:13 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembukaan duta besar Amerika Serikat di Yerusalem pada 14 Mei 2018 menandai babak sejarah baru bagi pergerakan Zionis Israel. Untuk pertama kalinya Amerika Serikat mengakui secara de facto Yerusalem sebagai ibukota Israel setelah menjadi negara sahabat sejak deklarasi Balfour tahun 1914 ditengah tengah perjuangan perserikatan bangsa bangsa untuk mendamaikan Palestina dan Israel yang berkonflik. 

Status Yerusalem yang sakral bagi kedua negara menjadi saksi bisu krisis kemanusiaan yang terjadi akibat agresi militer yang dilancarkan oleh Israel terhadap penduduk dan pejuang Palestina. Bagi Donald Trump sendiri pemindahan kedutaan besar dari Tel Aviv menuju Yerusalem adalah penunaian janji kampanyenya serta merupakan eksekusi dari Jerusalem Embassy Act. 

Undang-undang ini disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tanggal 23 Oktober 1995 dengan didasari retorika bahwa setiap negara berhak menentukan dimana ibukotanya berada, namun setiap enam bulan sekali presiden akan diberikan hak untuk mengeksekusi undang undang tersebut atau tidak.  Keputusan Trump untuk akhirnya mengeksekusi undang-undang ini merupakan perubahan drastis dari kebijakan Amerika Serikat terhadap isu Palestina pada masa pemerintahan Barack Obama. 

Barack Obama dianggap sempat memihak kepada Palestina usai memilih untuk abstain dari voting majelis umum perserikatan bangsa-bangsa terhadap pemukiman Yahudi ilegal yang dibangun oleh Israel pada akhir masa jabatannya. Donald Trump yang memenangkan pemilu presiden 2016 berjanji akan memutarbalikkan sikap Amerika Serikat terhadap Israel oleh Obama. 

Janji memindahkan kedutaan besar Amerika Serikat di Israel menuju Yerusalem sebenarnya sudah pernah didengungkan oleh Bill Clinton dan George Bush dalam pencalonan presiden namun wacana itu hilang setelah keduanya memutuskan untuk menunaikan hak penundaan pemindahan kedutaan. 

Donald Trump kembali mengungkit janji yang sama sembari mengatakan bahwa ia akan membayar janji yang tidak bisa dipenuhi presiden pada masa lalu. namun banyak yang meragukan Trump akan memenuhi janji ini, Sebagai big figure, Donald Trump diyakini tidak akan menerima campur tangan dari pemimpin Israel dalam hal ini Benjamin Netanyahu, selain inkonsistensi yang sering ditunjukkannya dalam berbagai kesempatan kampanye.

 Donald Trump pernah mempertanyakan komitmen Israel dalam mewujudkan perdamaian di timur tengah dan meminta Israel untuk "mengorbankan sebagian kecil hal untuk mencapai perdamaian" yang membuatnya sempat dianggap tidak mengindahkan hubungan harmonis antara Israel dan Arika Serikat. Namun berbeda dengan pendahulunya, Trump justru menjadi presiden pertama yang mengeksekusi pemindahan tersebut. Hal ini mendapat banyak reaksi keras dari dunia internasional terutama dari Badan Kerjasama Islam (OKI) dan Palestina sendiri. 

Mahmoud Abbas mengatakan Amerika Serikat tidak bisa lagi memegang peran sebagai juru damai bagi Israel dan Palestina sesaat setelah penanda tangan perintah eksekutif pemindahan, hal ini setelah ia bertemu dengan Donald Trump pada 20 September 2017, atau 2 bulan 16 hari sebelum pengumuman pemindahan kedutaan besar. 

Saat itu keduannya membahas perkembangan perdamaian antara Israel dengan Palestina. hal itu disusul dengan penolakan kedatangan Mike Pence oleh Grand Mufti Al-Azhar Mesir, Ahmad Muhhamad At-Thayibb. Deklarasi Trump pun mendapat penolakan baik dari dalam negeri maupun dunia internasional dan terutama negara-negara muslim seperti Turki, Malaysia, Indonesia, Mesir dan bahkan di Filipina, menguatkan citra Amerika sebagai negara pengobar konflik setelah melibatkan diri dalam pergolakan Suriah.

Hal ini sebenarnya membahayakab relasi Amerika Serikat tidak hanya dengan dunia muslim namun juga dengan sekutu tradisionalnya di lingkaran NATO, tercatat tidak ada yang mendukung Amerika Serikat dalam voting melawan keputusan ini di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Emanuel Macron presiden Prancis mengatakan keputusan ini sebagai hal yang berbahaya untuk perdamaian. Keputusan Trump ini juga diperkirakan dapat memicu situasi langka bersatunya Dunia Arab dan Iran yang selama ini saling antipati untuk menentang pemindahan Yerusalem. 

Pada faktanya konflik bersenjata antara Israel dan Palestina tercatat memburuk sejak kasus pemasangan alat detektor logam di Al-Aqsa, 31 orang terluka sehari paska deklarasi pemindahan dan ujungnya 55 orang pengunjuk rasa tewas mengenaskan dalam aksi menolak pembukaan Kedutaan besar 14 Mei kemarin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun