Mohon tunggu...
Anugrah PTelaumbanua
Anugrah PTelaumbanua Mohon Tunggu... Administrasi - Masih menuntut ilmu

seorang yang biasa dan sangat biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Internal Komisioner dan Sekretariat KPU

29 Juni 2019   18:25 Diperbarui: 29 Juni 2019   18:56 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komisi Pemilahan Umum (KPU) merupakan salah satu lembaga non struktural yang dibentuk berdasarkan Undang-undang. Lembaga non struktural ini berfungsi untuk menunjang fungsi negara dan pemerintah, yang melibatkan unsur pemerintah dan non pemerintah yang bertugas dalam penyelenggaraan pemilihan umum baik di seluruh indonesia dan di luar negeri.

Dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri dalam melaksanakan pemilu. Undang-undang ini mengatur tentang tugas, wewenang dan kewajiban KPU dan kesekretariatan dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pola rekrutmen dan pemberhentian Komisioner KPU. Untuk pola perekrutan anggota komisioner yang merupakan unsur dari non pemerintah dapat berasal dari akademisi, kaum alim ulama (rohaniawan), profesional, aparatur sipil negara (asn) dan masyarakat umum sesuai dengan persyaratan yang ada di UU No. 7 tahun 2017.

Kita dapat  melihat bagaimana pembagian kerja antara komisioner kpu dengan sekretariat kpu dapat dilacak dari porsi tugas dan kewenangan masing masing. Tugas dan kewenangan KPU secara umum adalah menyelenggarakan pemilu legislatif, presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati/walikota. Tugas dan kewenangan KPU adalah merencanakan, menyusun, menetapkan program dan anggaran, menetapkan tata kerja dan pedoman bagi KPU daerah, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan dan tahapan pemilu, penetapkan pencalonan, menetapkan daftar pemilih dan peserta pemilu, menetapkan hasil pemilu, menetapkan anggota legislatif terpilih.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu, KPU dibantu Sekretariat Jenderal (Sekjen) KPU di tingkat nasional, di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota. Kesekretariatan KPU terdiri dari Aparatur Sipil Negara yang ditugaskan untuk membantu dan mendukung KPU dalam melaksanakan penyelenggaraan pemilu. 

Apabila dijabarkan lebih rinci tugas sekretariat adalah: membantu penyusunan program dan anggaran pemilu, memberikan dukungan teknis administratif, dan membantu pelaksanaan tugas KPU dalam menyelenggarakan pemilu, membantu perumusan dan perancangan peraturan dan keputusan KPU, memberikan bantuan hukum dan memfasilitasi penyelesaian sengketa pemilu, membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungiawaban KPU, membantu pelaksanaan sistem pengendalian internal, membantu pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari struktur organisasi KPU terebut terdapat dua organ yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu yaitu anggota atau komisioner KPU, KPU Provinsi, Kabupaten atau Kota, dan  unsur  kesekretariatan KPU, Provinsi, Kabupaten atau Kota. KPU berada dalam posisi sebagai pembuat kebijakan pemilu. Sedangkan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menjadi pihak yang menjabarkan dan melaksanakan secara operasional kebijakan KPU sedangkan sekretariat KPU, KPU Provinsi, Kabupaten atau Kota KPU dibentuk dalam rangka mendukung dan melayani KPU dalam menyelenggarakan  pemilu dan pembagian kerja ini bersifat fungsional.

Dalam praktek pelaksanaan tugas yang ada sering terjadi hambatan ataupun permasalahan antara kedua unsur dari lembaga ini sebagai contoh dalam tugas KPU ketika melakukan perencanaan dan penyusunan program dan anggaran, maka Komisioner KPU khususnya yang ada di daerah kabupaten dan kota akan sangat sulit dalam menentukan perencanaan dan penyusunan program yang selalu berkaitan dengan masalah anggaran. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman mengenai masalah pengelolaan keuangan negara yang lebih dikuasai oleh sekretariat. 

Jika berpedoman pada perencanaan dan penyusunan program pada masa sebelumnya saja tanpa mengetahui hal mengenai pengaanggaran (dalam hal ini untuk pengolahan keuangan) maka  akan dapat berdampak tidak baik dalam pelaksanaan program tersebut. Maka apabila anggota KPU melakukan penyusunan program dan anggaran maka pihak sekretariat harus membantu dengan memberikan informasi dalam pemahaman pengelolaan keuangan negara mengenai program dan anggaran yang direncanakan atau disusun kepada anggota KPU tersebut sehingga program dan pengganggaran yang direncanakan dapat berjalan dengan baik apabila dilaksanakan nanti dan tidak menyalahi aturan khususnya peraturan pengeloalaan keuangan negara.

Penyebab dari permasalahan yang muncul menyangkut pembagian kerja antara para anggota / Komisioner KPU dengan Sekretariat pada KPU  adalah seperti berikut:

  • Munculnya persepsi keliru antara Komisioner KPU dan Sekretariat KPU yang sering terjadi pada tingkatan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota. Permasalahan ini muncul karena perbedaan interpretasi mengenai tugas dan kewenangan anggota KPU dan Sekretariat KPU dalam peran masing-masing. Komisioner KPU menginginkan Sekretariat KPU staf pendukung kegiatan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu. Secara teknis dan administrasi, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berada dalam satu hierarki penyelenggara pemilu. Namun kendala teknis muncul ketika dilakukan koordinasi dengan Sekretariat KPU di masing-masing tingkatan. Faktor kendala tersebut adalah masalah koordinasi yang lemah antara komisioner dengan staf sekretariat bahwa staf sekretariat KPU di daerah belum memiliki satu pemahaman yang utuh bahwa mereka menjadi bagian dari pelaksana pemilu. Komisioner KPU masih menghadapi kendala dalam menggerakan kesekretariatan sebagai satu tim penyelenggaraan pemilu karena staf kesekretariatan KPU merasa berada di bawah hierarki kewenangan Sekjen/Sekretaris KPU di tingkatan daerah daripada berada di bawah komisioner KPU. Hal ini tidak hanya menimbulkan kelambanan respon dari jajaran staf KPU terhadap kebijakan atau penjabaran kebijakan yang dibuat komisoner KPU, tetapi juga menimbulkan potensi konflik antara komisioner KPU dengan staf sekretariat.
  • Permasalahan dalam latarbelakang dan kapasitas komisioner KPU yang memimpin hasil dari proses rekrutmen dianggap belum untuk layak oleh kesekretariatan sehingga muncul "penolakan" yang disebabkan oleh usia, tingkat pendidikan, pengalaman, kapasitas dan kapabilitasnya dalam kepemiluan. Dalam hal jenjang pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh calon anggota KPU yaitu pendidikan minimal Strata 1 atau sarjana untuk calon anggota KPU, dan KPU Provinsi sementara  pendidikan minimal SMA sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten Kota, Dalam hal usia pada saat pendaftaran berusia paling rendah 40 tahun untuk calon anggota KPU dan berusia paling rendah 35 tahun untuk calon anggota KPU Provinsi dan 30 tahun untuk KPU Kabupaten/Kota. Seperti contoh sekretariat KPU di daerah memiliki banyak pegawai yang mempunyai kualifikasi pendidikan lebih tinggi dari persyaratan diatas dan usia yang ada diatas dari persyaratan yang berlaku dan memiliki banyak pengalaman dalam kepemiluan dibandingkan dengan komisioner yang terpilih. Dalam  hal melaksanakan tugas maka akan ada kesulitan komisioner untuk menjalankan fungsinya karena sekretariat KPU merasa tidak layak untuk diperintah oleh komisioner.
  • Adanya pegawai sekretariat KPU yang diperbantukan oleh pemerintah daerah atau instansi lain dalam bertugas di KPU akan sangat sulit untuk dapat melakukan tugasnya sebagai supporting system bagi komisioner KPU khususnya di daerah karena  Staf kesekretariatan KPU  tersebut masih terbiasa memposisikan diri sebagai sub kordinasi dibawah Sekretaris KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota daripada loyal kepada komisioner KPU bahkan memungkinkan staf Sekretariat KPU tersebut lebih loyal kepada pimpinannya yang memberi perintah untuk bertugas di sekretariat KPU seperti contoh Bupati/Walikota atau pimpinan pegawai tersebut.
  • Masalah teknis penganggaran penyelenggaraan pemilu dimana komisioner KPU Daerah akan kesulitan dalam membuat perancangan anggaran. Seperti contoh dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah anggaran untuk pengamanan pemilu dan sosialisasi pemilu. Mereka kurang mendapat informasi ketersediaan anggaran dari pihak sekretariat. Kendala teknis anggaran yang tidak bisa diakses komisioner KPU justru mengancam kelangsungan tahapan pemilu.
  •             Secara tersirat, hal ini menunjukkan bahwa komisioner KPU di daerah adalah pengguna anggaran (PA) dan berwenang menyusun program serta anggaran pemilu sedangkan posisi sekretariat KPU wajib membantu menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan yang dilakukan KPU, tetapi pada kondisi ini pihak sekretariat sebagai penanggungjawab laporan keuangan dana hibah dari pemerintah daerah sering menjadi pihak yang "tidak diuntungkan" apabila ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga kehati-hatian dalam bertindak pihak sekretariat dalam hal ini sekretaris KPU yang di daerah untuk menjaga adanya kelalaian dalam pembuatan atau pelaksanaan penggunaan anggaran tersebut.
  •             Kondisi ini membuat komisioner KPU akan kesulitan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya sehingga dapat memperlambat pelaksanaan setiap tahapan yang ada sementara ada batasan waktu yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum dalam setiap tahapan tahapan pemilu agar tidak terjadi pelanggaran oleh pihak KPU. Untuk keluar dari persoalan ini agar semua tahapan penyelenggaraan pemilihan umum dapat terlaksana dan berjalan dengan baik maka komisioner KPU perlu mempunyai strategi strategi yang baik dalam pengelolaan permasalahan tersebut.
  •             Agar terciptanya hubungan yang baik antara komisioner KPU di setiap tingkatan dan kesekretariatan KPU maka harus terus dilakukan komunikasi dan pemahaman bersama dari KPU dan sekretariat KPU dalam upaya membangun konsistensi dan kompetensi terhadap tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing sehingga tercipta satu interpretasi dalam memahami tugas wewenang dan tanggungjawab tersebut dan menjalankannya sehingga tidak menjadi multi tafsir yang dapat menghambat penyelenggaraan pemilu.
  •             Untuk kompetensi dan kecakapan dari KPU dan sekretariat KPU sebaiknya dalam pola rekrutmen KPU, pembuat undang-undang harus mampu melakukan perubahan undang-undang sesuai dengan kebutuhan dari KPU sehingga dapat meminimalisir adanya sentimen negatif yang dapat menghambat lembaga penyelenggara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. KPU dapat berkonsultasi dengan DPR untuk penguatan kelembagaan KPU terutama untuk pola rekrutmen.
  •             Untuk personil sekretariat KPU yang masih dibutuhkan di daerah maka KPU dapat mendorong Sekjen KPU RI untuk melakukan kebijakan tentang status kepegawaian yang ada. sehingga setiap personil ataupun pegawai sekretariat KPU mengetahui bahwa hirarki organisasi KPU dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua personil sehingga tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi KPU.
  •             Dalam pengelolaan tugas dan fungsi komisioner KPU dan sekretariat KPU di setiap tingkatan harus tetap mengacu pada tugas, fungsi, dan wewenang KPU dan sekretariat KPU yang berdasarkan atas undang-undang yang berlaku, apabila ada kondisi yang membuat ketidaknyaman dalam pekerjaan di sekretariat khususnya mengenai penganggaran dalam pemilihan umum maka komisioner KPU dapat berkonsultasi dengan DPR dalam perubahan undang-undang pemilu yang mengatur hal tersebut lebih detil lagi sehingga tidak ada kecemasan dari pihak sekretariat dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat memperlancar proses dari setiap tahapan dalam pemilihan umum di daerah.

            Sebagai penutup perlu adanya peningkatan keakraban antara komisioner KPU dan sekretariat KPU yang dilakukan baik di dalam kantor ataupun diluar kantor agar lebih saling mengenal satu sama lain, seperti pelaksanaan makan bersama. Hal ini disebabkan karena masa periode yang ada pada komisioner terbatas oleh adanya waktu, mungkin dengan kebersamaan yang dibina dengan baik akan tercipta hubungan emosional yang baik dalam pekerjaan dan kerjasama yang baik menghadapi semua pekerjaan.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun