Mohon tunggu...
Anugrah ChristianTobing
Anugrah ChristianTobing Mohon Tunggu... Murid

Sedang bersekolah di SMA Unggul Del

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Jejak-Jejak dalam Kelompok : Mengupas Peran Krusial Primer dan Sekunder dalam Membentuk Masyarakat"

26 September 2025   17:16 Diperbarui: 26 September 2025   17:16 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Kalau kita bicara soal kelompok sosial, sebenarnya ini bukan sekadar teori sosiologi yang kaku. Pada dasarnya kelompok sosial itu terbentuk ketika dua orang atau lebih saling berinteraksi dan sadar bahwa mereka bagian dari sesuatu yang sama serta punya aturan atau harapan bersama. Jadi ini bukan cuma "kumpulan orang" seperti antre di halte bus. Lebih dari itu kelompok sosial jadi wadah tempat kita membentuk identitas, belajar aturan mainnya dalam masyarakat, dan bahkan mencari dukungan emosional sehari-hari. Dari sinilah kita belajar siapa diri kita dan bagaimana menghadapi orang lain.

Dalam sosiologi, kelompok sosial biasanya terbagi dua yaitu: kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer sifatnya akrab, personal, dan bertahan lama. Contoh gampangnya: keluarga inti atau sahabat dekat. Sedangkan kelompok sekunder cenderung lebih besar, impersonal, kontraktual dan fokusnya ke tujuan tertentu, misalnya sekolah, tempat kerja, atau organisasi. Nah, esai ini mencoba membahas bagaimana dua jenis kelompok itu---primer dan sekunder---sama-sama punya peran besar dalam membangun masyarakat yang terus berubah.

Kalau kita zoom in ke kelompok primer, rasanya gampang banget menemukan contohnya dalam hidup kita. Keluarga, misalnya. Dari kecil kita belajar berbicara, mengenal norma, dan membedakan mana yang benar dan salah di dalam lingkup ini. Hubungan dalam kelompok primer biasanya intim, penuh emosi, dan kita dipandang sebagai pribadi seutuhnya, bukan sekadar "peran sosial". Sahabat dekat juga masuk di sini: mereka bukan hanya "teman main", tapi orang-orang yang jadi sandaran saat susah dan tempat berbagi kebahagiaan.

Sementara itu, kelompok sekunder punya ciri yang berbeda total. Kalau kelompok primer memberi kita kehangatan, kelompok sekunder lebih formal dan berorientasi ke tujuan. Di sini, kita berinteraksi sebagai murid, pegawai, atau anggota organisasi---bukan sebagai "aku" yang apa adanya. Hubungannya mungkin tidak terlalu dekat, bahkan bisa selesai begitu tugas selesai atau kita keluar dari kelompok itu. Tapi jangan salah, tanpa kelompok sekunder, masyarakat modern hampir mustahil berjalan. Sekolah, kampus, kantor, sampai lembaga pemerintahan---semuanya adalah mesin sosial yang menggerakkan roda besar kehidupan bersama.

Nah, menariknya kelompok primer dan sekunder ini bukan dua hal yang terpisah total. Justru, mereka saling melengkapi. Keluarga (primer) menanamkan nilai seperti jujur dan disiplin. Sekolah atau kantor (sekunder) jadi tempat menguji dan menerapkan nilai itu di dunia nyata. Bahkan kadang kelompok sekunder melahirkan kelompok primer baru. Misalnya sahabat dekat yang kita temui di kampus atau rekan kerja yang akhirnya jadi keluarga kedua.

Kalau salah satu tidak berfungsi, dampaknya bisa besar. Bayangkan keluarga yang bermasalah (primer gagal). Anak dari keluarga seperti itu mungkin kesulitan membangun hubungan sehat di sekolah atau kerja. Sebaliknya, kalau institusi besar seperti sekolah atau pasar kerja (sekunder) tidak sehat, orang bisa merasa frustrasi dan akhirnya kembali terlalu bergantung pada keluarga. Itu artinya, keseimbangan dua kelompok ini penting banget untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Di zaman sekarang, di mana teknologi dan interaksi virtual makin dominan, peran kelompok primer dan sekunder malah jadi makin nyata. Media sosial atau komunitas online jelas termasuk kelompok sekunder yang sifatnya impersonal. Nah, di tengah derasnya arus interaksi digital, kita tetap butuh jangkar emosional: keluarga, sahabat dekat, atau orang-orang yang benar-benar peduli. Itulah yang bikin identitas kita nggak goyah.

Pada akhirnya, hidup kita sebenarnya selalu bergerak di antara dua dunia ini. Di satu sisi, kita adalah bagian dari keluarga atau lingkaran sahabat yang memberi dukungan emosional. Di sisi lain, kita juga siswa, pekerja, atau anggota organisasi yang dituntut berkontribusi secara fungsional. Kedua hal ini bersama-sama membentuk siapa kita, dan lebih luas lagi, membentuk masyarakat. Jadi, memahami peran kelompok primer dan sekunder itu bukan sekadar teori, tapi kunci untuk melihat bagaimana manusia membangun peradaban dari hal yang paling kecil hingga yang paling besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun