Mohon tunggu...
Anton Setyo Nugroho
Anton Setyo Nugroho Mohon Tunggu... Ilmuwan - Perikanan, Kelautan, Kemaritiman, Pariwisata

Cinta Laut Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pengelolaan Lobster Menuju Keseimbangan Ekologi-Sosial-Ekonomi

30 Desember 2019   23:56 Diperbarui: 31 Desember 2019   00:01 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Polemik pencabutan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia semakin menjadi bola liar yang berkepanjangan di media. Bagi masyarakat awam tentunya akan mendukung kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya Susi Pudjiastuti dengan alasan konservasi agar lobster terhindar dari kepunahan. Beranekaragam pendepat terus muncul di kalayak ramai yang akhirnya membuat Presiden Jokowi ikut berkomentar terhadap rencana Menteri KKP sekarang Edhy Prabowo untuk meninjau Permen tersebut.

Presiden Jokowi memberikan arahan bahwa keinginan Menteri KKP untuk mencabut larangan ekspor bibit lobster, harus dilihat dari efek kemanfaatan dan lingkungannya. Jokowi mengingatkan, ekspor bibit lobster harus memperhatikan faktor keseimbangan. Artinya, nilai tambah untuk dalam negeri harus diperoleh dan lingkungan juga tidak rusak.

Menurutnya, nasib nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya pada penangkapan benih lobster juga perlu diperhatikan (Kompas.com, 2019). Pada bulan April 2019, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan bahkan telah menyarankan agar Menteri KKP saat itu merevisi pasal 7 Permen No.56/2016 dengan melegalkan jual beli lobster yang digunakan untuk budidaya. Akan tetapi Susi Pudjiastuti tetap tidak bergeming pada pendiriannya.

Ilmu pengetahuan seharusnya menjadi landasan utama dalam pengambilan kebijakan (Komisi Yudisial, 2017). Ilmu pengetahuan baik bersifat teori atau implementasi perlu menjadi landasan utama setiap pejabat publik dalam membuat kebijakan yang menenangkan banyak pihak. Kebijakan harus diambil dengan memperhatikan segala aspek secara komprehensif bukan parsial. Ketidakseimbangan sudut pandang dalam pengambilan kebijakan dapat berdampak kerugian bagi sebagian pengguna kebijakan.

Memang tidak semua pihak dapat terpuaskan dengan kebijakan yang muncul, akan tetapi perlu meminimalisir kerugian bagi semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, Permen No. 56/2016 seharusnya diterbitkan berdasarkan landasan ilmu pengetahuan secara komperehensif dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

Pertanyaannya mampukah kita menerapkan keseimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi menjadi kesatuan yang balance dalam pengelolaan lobster di Indonesia?


Tuhan telah ciptakan konsep keseimbangan dalam penciptaan alam dan manusia. Artinya keyakinan untuk menciptakan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan tersebut dapat dilakukan dan ini menjadi dasar Menteri KKP Edhy Prabowo untuk mengambil kebijakan revisi atau pencabutan Permen No. 56/2016.

Penggiringan opini media sosial yang menyerang pihak yang setuju pembukaan ekspor benih dengan tuduhan ditunggangi mafia, serakah, kufur nikmat atau merusak lingkungan menjadi langkah yang tidak tepat. Kita perlu mendudukkan persoalan ini menuju keseimbangan ekologi, sosial dan ekonomi sesuai arahan Presiden Jokowi.

Karakteristik Biologi dan Aspek Ekologi Lobster

Namun sebelum melangkah lebih jauh, kiranya kita perlu mengetahui karaktersitik siklus hidup lobster dan aspek ekologi lainnya. Jenis lobster yang umumnya ditemukan dan diperjualbelikan di masyarakat nelayan adalah Panulirus homarus (lobster pasir) dan Panulirus ornatus (lobster mutiara). Siklus hidup lobster terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu telur, larva phyllosama (1,5-2,0 mm dengan badan transparan), larva puerulus (1,5-2,0 cm dengan badan transparan), dan stadia yuwana (2-3 cm dengan badan sudah memiliki pigmen), fingerling (lobster muda berukuran 6-8 cm) dan lobster dewasan (Suastika et al.,2008; Thao, 2012).

Setiap stadia hidup lobster berasosiasi dengan kondisi ekologi yang spesifik dan memperlihatkan daya adaptasi yang nyata dari lobster. Larva phyllosoma mengapung pada permukaan air dan akan terbawa oleh gelombang, arus dan angin; larva puerulus dapat berenang bebas dan berpindah ke daerah dangkal dan terlindung; yuwana hidup di sekitar area pantai yang terlindung oleh rumput laut dan karang dimana terdapat makanan dan dapat terhindar dari predator (Thao, 2012). Benih lobster di alam dibawah fase larva puerulus masih dapat terhempas gelombang dan angin serta dimakan ikan besar yang berakibat kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun