Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Parpol dan Pakar Pandemik

16 September 2020   08:15 Diperbarui: 16 September 2020   08:18 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setidaknya, menurut hasil terawangan dari seorang tokoh paranormal terkemuka yang dibisikkan ke telinga penulis lewat mimpi, tidak lama lagi kancah perpolitikan nasional akan dilanda tren dadakan yang maha dahsyat;  yakni tren baru, atau lebih tepatnya "kegandrungan" baru dari para pimpinan parpol untuk mulai menjagokan "pakar pandemik" sebagai calon kepala daerah di semua wilayah terdampak label merah covid. 

Tren ini 'lahir' bukan dari hasil pemikiran "luar-biasa", dan tak ada kaitannya dengan komunitas akal-sehat, bahkan bisa dibilang sekedar sebagai hasil radikalisasi rasa panik.     

Tren tersebut bisa jadi hasil dari akumulasi kepanikan; panik karena takut dikucilkan oleh negara lain, panik karena adanya informasi keterbatasan daya tampung faskes, panik karena melonjaknya angka keterjangkitan covid, panik karena kian menjamurnya jumlah penderita covid, panik karena informasi tentang bergugurannya para dokter, panik karena penduduk Jakarta yang kebal panik, dan kawan-kawan kepanikan lainnya. 

Tren kepanikan ini oleh para pimpinan parpol lalu diramu jadi semacam "jamu" untuk gejala rutin demam-nya menjelang pilkada; dan desakan untuk jurus "cocokologi" ramu-meramu ini semakin membuncah, setelah sang "kepala daerah tingkat utama" di negeri ini memberi teladan "gegaran", yakni "gegaran" karena penobatan saran kepakaran pandemik oleh beliau, sebagai satu-satunya saran pilihan kebijakan (yang mungkin pula karena beliau sedang lupa atau bingung pada tanggung-jawab pilihan kebijakan politik daerah). 

Anehnya, fenomena kelalaian si pemimpin untuk membaca data khas daerah ini, memperoleh banyak dukungan dari mereka yang mendengungkan supremasi akal-sehat.

Saran ahli atau kepakaran di bidang apapun, menurut penulis, semestinya masuk dalam sistem "olahan" politik kebijakan, sebagai salah satu 'masukan'; dan proses pembuatan keputusan yang bersumber dari sistem olahan masukan ini-lah yang jadi wewenang sang pemimpin atau kepala daerah. 

Bila si pemimpin abai pada syarat proses olahan input dari sistem politiknya, dan sekedar menuruti saran si pakar secara mentah-mentah, maka akan memunculkan potensi terjadinya 'friksi' kepentingan antar kelompok kepentingan. Contoh ilustrasinya ada dalam film Korea terkait pandemik corona, ketika situasi pandemik sudah memuncak dan pihak militer hanya menonjolkan kepentingan utama dari kepakarannya, maka si presiden Korea dihadapkan pada friksi kepentingan medis dan kepentingan militer di satu pihak dan kepentingan kemanusiaan (politis) di lain pihak. 

Menurut akal sehat medis dan militer, sebaiknya segera saja para penderita atau mereka yang sudah terjangkit dimusnahkan lewat jalan rudal dari pesawat udara ke darat; tapi sang presiden, tetap bersikukuh untuk menunggu adanya pilihan lain yang lebih berterima akal moral; ia mengolah berbagai masukan dan meyakini adanya pilihan kebijakan lain yang lebih berterima, meskipun banyak mendapat tantangan dari para pakar yang mengelilinginya. 

Benang merah yang dapat kita tarik adalah bahwa si pemimpin, semestinya, tetap mengandalkan diri pada peran kepemimpinan politiknya.     

Hal lain yang perlu digaris-bawahi, dalam situasi kritis pemimpin politik semestinya tidak menelan mentah-mentah informasi (tekanan) dari luar, baik tekanan dari negara lain atau tekanan dari pakar yang bersangkutan, juga tekanan dari kalangan tertentu. 

Kondisi Indonesia yang berupa negara kepulauan dan cukup luas wilayahnya, tidak dapat disamakan dengan negara lain, apalagi disamakan dengan negara yang wilayahnya hanya berupa potongan wilayah benua; keragaman kondisi daerah juga perlu diperhatikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun