Mohon tunggu...
Anna Damayanti
Anna Damayanti Mohon Tunggu... -

I am nobody, just like you ... ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Sekirbat Airmata

27 November 2017   19:34 Diperbarui: 27 November 2017   19:44 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di taman itu seorang murid memandang gurunya sedih. Betapa dia sangat mencintai sang guru tersebut. Saat pendurhaka hendak menangkap dan menyiksanya betapa ingin dibelanya guru yang sangat dicintainya tersebut. Tapi sang guru malah menyuruhnya menyarungkan pedangnya. Apalagi yang sanggup dilakukannya, betapa sangat kasih dan cintanya pada gurunya tersebut, ingin dilawannya pendurhaka celaka yang hendak menyiksa gurunya. Tapi ketaatan seorang murid kepada guru, seperti tubuh terhadap kepalanya.

Ditundukkannya kepalanya, disarungkannya pedangnya, dibekapnya mulutnya dan dibiarkannya sang guru itu pergi. Namun air mata tak mampu ditahan keluar dari kedua sudut matanya.

Cintanya dibawa pergi oleh jaman hanya untuk dipermalukan dan disiksa di atas bukit kematian.

Seumur hidupnya hanya satu cinta yang sangat diinginkannya, cinta yang pernah diberikan oleh seorang yang disebutnya guru.

Cinta yang dirasakannya sewaktu dia masih mengelana dan dipanggil untuk menjadi muridnya membuatnya merasa sangat mencintai sang guru tersebut. Hingga kemudian cinta itu tidak cukup berhenti di taman itu, tapi cinta itu diteruskan di atas bukit kematian untuk mengampuni semua dosanya, untuk membuatnya hidup kembali setelah kematian dikalahkan.

Cinta yang membuatnya berlutut, memohon dan berdoa untuk guru yang sangat dikasihinya. 

Hampir pingsan murid itu terjatuh saat melihat sang guru mengalami setiap siksaan dan penghinaan.

Jika mungkin, sang murid akan mendampingi sang guru selalu. Tapi apa yang dilakukannya hanyalah berdusta saat pertanyaan sederhana apakah murid mengenal dia yang ditangkap itu.

Kepedihan akan mencintai sangatlah dalam, dalam tidur hanya suara sang guru yang dapat menenangkannya. Andai dapat direkam, hanya suara itulah yang ingin didengarnya, namun itu hanya jaman dahulu kala. Saat sang murid hanya dapat mendengar suara sang guru dalam doanya.

GURU ampuni kami yang pernah pergi meninggalkan Engkau sendiri dalam pergumulan-MU dan sibuk dengan pergumulan kami, tapi pengampunan-NYA nyata karena DIA bukan hanya GURU, tapi RAJA, NABI dan TUHAN. Karena DIA tahu apa kita, DIA ingat bahwa kita ini debu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun