Joana melepaskan penatnya dalam taksi yang melaju perlahan meninggalkan lokasi kampusnya. Hari ini perkuliahan sudah diikutinya dengan baik.
Taksi pun melaju melalui jalan protokol yang ramai, hingga akhirnya memasuki kawasan perumahannya. Sesampainya di depan kawasan tersebut taksi harus melambat. Ada mobil yang menghalangi jalan yang harus dilalui.
Saat taksi tersebut berhenti, mata Joana menatap sebuah bangunan yang belum jadi dan masih dalam taraf pembangunan.
Ada seorang Bapak usia lansia sedang menunggu bangunan tersebut. Sepertinya bapak itulah pemilik bangunan atau ruko tersebut. Tampak bangunan itu masih lengang di jam yang sudah cukup siang itu. Hanya satu dua pekerja yang tampak.
Bapak itu tersenyum kepada Joana dan Joana pun tersipu karena merasa ketahuan saat memperhatikan beliau. Untuk beberapa saat merekapun bercakap-cakap.
Taksi pun akhirnya berlalu dari bangunan tersebut setelah mobil yang menghalangi jalan tersebut berhasil lewat.
Dalam hati Joana berpikir, sudah empat semester dia belajar di jurusan Arsitektur namun dia sama sekali tidak pernah berpikir mengenai pekerja bangunan yang pada akhirnya akan mengerjakan semua rancangannya.
Dia berpikir betapa sebenarnya kaum arsitektur itu membutuhkan mereka.
Dari percakapan dengan bapak tersebut, Bapak itu mengeluh mengenai pekerja bangunan tersebut. Bapak itu mempunyai banyak ruko yang ingin dibangunnya. Semua permodalan sudah direncanakannya, namun beliau kesulitan untuk mempekerjakan beberapa pekerja bangunan yang handal.
Memang banyak yang ingin bekerja, namun dengan pekerjaan yang seenaknya. Mereka sering berlambat-lambat dan malas. Hanya ada satu dua orang yang dipercayanya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penting. Padahal beliau membutuhkan cukup banyak pekerja handal yang dapat diserahkannya pekerjaan-pekerjaan penting.
Pernah suatu kali Bapak tersebut menyuruh seorang anaknya yang paling bungsu untuk datang dan bekerja mengawasi para pekerja bangunan tersebut.