Penggalan dialog antara Robert Suurof dan Minke dalam Novel Bumi Manusia, halaman 6-8. Â Sekaligus kutipan pertama dalam kajian skripsiku tentang novel BM. Â
"Pendeknya kalau memang jantan, phiplosynik sejati, aku bawa kau ke sana. Aku ingin lihat bagaimana akan salah dan tingkahmu. Apa kau memang sejawatnya bibirmu" (Robert Suurof) Â
"Aku masih banyak kerjaan". (Minke)
"Kecut sebelum turun gelanggang" tuduh Robert pada Minke
"Aku tersinggung. Aku tahu otak H.B.S dalam kepala Robert Suurof ini hanya pandai menghina, mengecilkan, melecehkan dan menjahati orang. Dia anggap tahu kelemahanku, tak ada darah Eropa dalam tubuhku. Sungguh - sungguh dia sedang rencana jahat terhadap diriku"
"Jadi" Jawab ku
Penggalan ini kemudian menjadi awal dialog antara Suurof dan Minke melalui Film Bumi Manusia yang sedang tayang hingga hari ini. Â Tetapi kalimat penggalannya tak sama persis dengan penggalan di atas, beberapa perbedaan termasuk reaksi kedua tokoh yang ada dalam film walaupun atas apa yang hendak disampaikan tak mengurangi sedikit pun maknanya. Â
Umumnya penggalan kutipan dalam kajian skripsi yang kugarap selama 2 tahun itu, menjadi bagian penggalan dalam film Bumi Manusia.
"Hinakah sahaya itu terkena cambuk kuda di depan umum" Â Jawabku nekat, tak tahan pada aniaya semacam itu. "Tetapi kehormatan juga bila perintah itu datang dari seorang ayah" Hal. 134.
"Putraku yang dulu bukan pembantah begini"
"Dulu putra bunda belum lagi tahu buruk-baik. yang dibantahnya sekarang hanya yang tidak benar, Bunda". Hal 141.
"Hanya satu yang dibutuhkan gadis ini: Tuan sendiri. Dia mempunyai semuanya. Kecuali Tuan." Hal 196.
"Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah" hal 377
Dua kali telah ku tonton film Bumi Manusia. Â Semuanya sendiri sahaja, tak melibatkan siapapun sekedar hendak mendalami secara utuh.
Film ini sukses. Hanung, sang sutradara cukup jeli menguliti novel Bumi Manusia untuk menuangkan dalam sebuah film. Berbeda dengan film film garapan sutradara lain yang mereka sadur dari sebuah novel, terjadi kekecewaan luar biasa. Kali ini, Hanung terbilang sukses melalui Bumi Manusia. Konflik tokoh, dialog para tokoh, latar serta pesan dari novel tersebut terangkat dan mudah dipahami melalui film ini.
Meskipun beberapa catatan kecil saya, terutama pemeran tokoh Minke.  Beberapa adegan, dirinya tak mampu mewakili pesan dari seorang Minke versi Novel. Postur, emosional dan wajah Minke beberapa kali tidak memperlihatkan suasana batin atas apa yang ada dalam novel Bami Manusia.  Saya cenderung melihat, perwakilan Minke di film ini melalui Iqbal Ramadhan belum terlihat utuh. Meskipun Iqbal terlihat sangat berusaha menjiwai peran Minke. Mungkin karena ia sangat muda, belia untuk membintangi sebuah novel maha karya dari Pramoedya. Catatan apik saya buat Ine Febrianti "Nyai Ontosoroh", keren luar biasa.  Ine sukses, bahkan saya melihatnya dialah Nyai Ontosoroh versi Novel Bumi Manusia. Ine berhasil memainkan peran serta menghidupkan film ini.  Catatan kecil lain,  Anneleis terlihat sebagai perempuan rumahan saja padahal novel BM menggambarkan ia adalah seorang putri yang gesit, cerdas dan pekerja.  Lebih daripada itu, Hanung melalui Iqbal sukses menggaet penonton anak milenial yang banyak diantara mereka belum membaca novel BM.  Beberapa anak milenial sesekali nyelutuk "hendak membeli dan membaca novel Bumi Manusia". Kemudian saya pesankan pada nya, jika ingin tau kelanjutan  cerita dalam film ini, bacalah "Anak Semua Bangsa"