Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman:
"Aku sesuai persangkaan baik hamba-Ku. Maka hendaklah ia berprasangka kepada-Ku sebagaimana yang ia mau" (HR. Ahmad).
Persepsi sebagai Realitas Perseptual
Prasangka atau “persepsi” (perception) adalah fenomena dalam kajian psikologi, yang kemudian berevolusi menjadi mindset atau vision dalam manajemen, atau paradigma (paradigm) dalam kajian filsafat.
Persepsi merupakan lensa atau pola pikir dari mana kita melihat diri-sendiri, orang, peristiwa, dan hal-hal lain di luar dirinya. Persepsi ini pula lah yang memengaruhi cara kita menjalani hidup (berpikir, berkata, bersikap, berperilaku dan bertindak) dengan orang, peristiwa, dan hal-hal lain di luar dirinya, positif atau negatif.
Persepsi dikonstruksi oleh individu/publik atas dasar realitas yang dialami (experienced reality) terkait dengan sesuatu objek. Semua persepsi, karenanya, di dalamnya memuat sebuah simulasi realitas fisikal yang dikonstruksi oleh otak/pikiran (a simulation of physical reality created by brain) yang memiliki klaim yang sama kuatnya sebagai yang nyata (the real) (Powell, 1994).
Persepsi merupakan “the phenomenalist account”, yang menjabarkan pengalaman-pengalaman perseptual subjektif dari seseorang/publik yang diperoleh dari hasil pengamatannya terhadap objek. (Hempel, 1952); atau merefleksikan utilitas biologis seseorang/publik yang didasarkan pada pengalaman masa lalu (reflect biological utility based on past experience), bukan merefleksikan fitur-fitur objektif dari lingkungan (objective features of the environment) (Purves, Morgenstern, & Wojtach, 2015).
Persepsi adalah konsep keilmuan dalam psikologi, tetapi hampir semua disiplin ilmu-ilmu kealaman dan terutama ilmu-ilmu sosial menggunakannya sebagai objek kajian.
Seperti dalam kajian ilmu lingkungan, komunikasi, pendidikan, ekonomi, politik, manajemen, kebijakan publik, pariwisata, hukum, administrasi negara, ilmu pemerintahan, dll.
Umumnya kajian terkait dengan “persepsi personal/individu” atau “persepsi publik”. Bahkan, dalam kajian tertentu sudah menggunakan parameter tententu untuk mengukur dan menyatakan ada tidaknya perubahan relatif yang terjadi pada harga, jumlah/kuantitas, atau nilai dibandingkan dengan periode awal atau sebelumnya, yaitu “indeks persepsi” (perception index). Yang paling popular adalah Indeks Persepsi Korupsi dan Indeks Kebebasan Manusia (Demokrasi).
Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index-CPI) dikembangkan oleh Lembaga Transparency International sejak tahun 1995. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat korupsi sektor publik di suatu negara berdasarkan persepsi publik terhadap korupsi pada jabatan publik dan politik. Semakin tinggi indeks persepsi korupsi (0—100) semakin “bersih” negara tersebut dari praktik korupsi, demikian pula sebaliknya.