Mohon tunggu...
Annisa Zahra
Annisa Zahra Mohon Tunggu... Lainnya - IPB University

Mahasiswi program studi Biokimia, IPB University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Strategi Pengurangan Jumlah Food Waste di Lingkup Keluarga

23 Mei 2022   16:18 Diperbarui: 23 Mei 2022   16:29 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang penghasil sampah makanan terbesar. Hal tersebut didukung oleh faktor jumlah penduduk yang kini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. 

Pertumbuhan penduduk dan perubahan pola konsumsi pangan masyarakat menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya pemborosan pangan yang semakin meningkat setiap tahunnya. 

Sampah rumah tangga merupakan sumber sampah terbesar, yaitu sebesar 48% jika dibandingkan dengan sumber lain, seperti pasar tradisional (24%), kawasan komersial (9%), dan fasilitas umum lainnya (sekolah, kantor, jalan, dll). Sampah rumah tangga sebagian besar terdiri atas sampah organik seperti sisa makanan, kayu, ranting dan daun (KLHK 2018).

Di sisi lain istilah food waste mungkin masih terdengar asing bagi masyarakat Indonesia. Namun pada dasarnya, hal tersebut sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, atau bahkan tanpa sadar kita dan orang di sekitar kita sering melakukannya. 

Secara luas food waste dapat diartikan sebagai seluruh bahan makanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia namun dibuang sebelum makanan tersebut dikonsumsi atau dibuang dan tidak dikonsumsi kembali. Mirisnya, food waste atau sampah makanan tersebut kini telah menjadi isu global yang sudah cukup lama muncul dan menjadi semakin serius.

Food waste dapat berupa sisa makanan, sayur yang layu, buah yang busuk, dan juga makanan kedaluwarsa yang sama sekali belum dimakan atau bahkan belum dibuka dari bungkusnya. Sampah tersebut biasa dijumpai pada setiap titik rantai pasok makanan seperti produsen, distributor, sektor jasa makanan dan konsumen. 

Pada tingkat distribusi, sampah makanan dapat berasal dari pasar tradisional atau supermarket, misalnya produk makanan yang sudah kadaluarsa. Sedangkan pada tingkat konsumsi, sampah makanan berasal dari sisa potongan sayur atau buah serta kebiasaan menyisakan makanan.

Jika sampah makanan tersebut terus dibiarkan menumpuk maka dapat berdampak buruk pada banyak sektor, seperti lingkungan, ekonomi, dan sosial. 

Pada sektor lingkungan, food waste akan meningkatkan konsumsi energi, penggunaan sumber daya, dan meningkatkan jumlah limbah yang dihasilkan. Adanya penumpukan sampah makanan secara tidak langsung juga akan meningkatkan potensi global warming. 

Hal tersebut disebabkan gas metana yang tidak lain berasal dari sampah organik yang ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA) merupakan salah satu komponen gas rumah kaca yang kekuatannya lebih kuat dibandingkan gas karbon dioksida. Hal tersebut tentu saja akan meluas menjadi permasalahan sosial dan mempengaruhi biaya rantai pasokan makanan.

Sementara itu, di Indonesia manajemen sampah termasuk sampah makanan belum dapat dilakukan secara terintegrasi. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat kondisi sampah di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, diperlukan manajemen pengolahan makanan yang tepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun