"Kenapa sih tidak ditaruh di depan rumahku saja bayinya? Biar aku yang rawat."
Sebuah kalimat 'asal ucap' itu dituliskan oleh salah seorang warganet pada kolom komentar akun publik yang sedang memberitakan tentang penemuan jasad seorang bayi di dalam tong sampah.
Tapi memang, siapa sih yang tak tersayat hatinya ketika melihat bayi yang tak berdosa, sudah tanpa nyawa, dibuang layaknya bangkai hewan liar. Sementara hewan jinak mati yang ditemukan di sekitar para manusia yang bernurani saja, jiwa langsung luluh membuat raga pun bergerak, berinisiatif untuk sesegera mungkin menguburkannya.
Hanya manusia berhati iblis yang akan memperlakukan manusia lainnya, apalagi darah dagingnya sendiri, selayaknya sampah yang kotor dan bau.
Tidak salah juga jika sebagian warganet geram dan mengecam keras kelakuan para manusia 'jadi-jadian' itu, sehingga secara spontan mengucapkan kalimat yang belum tentu mampu dipertanggung-jawabkannya.
Bagaimana jika seandainya setiap orang yang tidak menginginkan buah hatinya, mampir ke rumah warganet tersebut untuk meninggalkan bayinya? Sungguhkah mampu merawat anak itu dengan benar? Dapatkah memperlakukan sang buah hati selayaknya anak kandung sendiri walau kelak ia menjadi sosok yang jauh dari harapan?
Karena nutrisi untuk anak, bukan sekedar pangan, sandang dan papan saja. Tetapi berikanlah juga ia pendidikan karakter dan agama yang baik, ilmu yang banyak dan bermanfaat, serta rancanglah masa depan yang baik untuknya.
Kemudian, pada peristiwa lainnya, yaitu ketika akun publik membuka donasi untuk keluarga miskin yang baru saja melahirkan bayinya, sebagian warganet mulai menuliskan kalimat-kalimat yang tak kalah membuat 'gemes'.
"Boleh diadopsikah bayinya?"
"Sini bayinya dikasihkan ke aku saja."