Mohon tunggu...
Anma Muniri
Anma Muniri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Semester Akhir

Pegiat Literasi, anmamuniri@blogspot.com, Founder Force_Black (Kajian, Puisi, Diskusi),

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Distorsi Manusia Modern: Dari Jeding Puritan Bertransformasi ke Toilet Hiperrealitas

28 Januari 2021   20:07 Diperbarui: 28 Januari 2021   20:10 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Jeding merupakan istilah berbahasa jawa yang merujuk pada WC atau Toilet. Tempat ini identik dengan episentrum pembersihan diri hingga buang air besar dan kecil. Dalam sejarahnya pun jeding menjadi tempat yang berhasil menghegemoni yang kemudian bertransformasi sebagai tempat yang sangat urgen bagi kehidupan manusia.

Secara historis WC (Water Closet) ditemukan oleh Sir John Harrington. Ia dikenal dengan bapak WC yang berhasil menemukan toilet siram yang diberi nama Ajax pada tahun 1596. Penamaan Ajax berasal dari dua kata yaitu "a jakes" yang berarti toilet. Pada awal pembuatannya Ajax dibuat hanya dua buah, yaitu untuk Harrington dan Ratu Elizabeth I.

Dalam realitasnya, WC ini masih perlu disempurnakan karena bau dari kotoran manusia masih tercium. Kemudian inovasi untuk merekonstruksi  muncul. Tokohnya adalah Alexander Cumming pada tahun 1775 yang berhasil menemukan toilet bilas yang tidak berbau (Valve Closet). Berawal dari kesuksesan Cumming inilah kemudian berimbas pada didapatkannya hak paten terhadap Valve Closet ini.

Penggunaan Toilet bilas semakin masif yang didasarkan pada kasus maraknya wabah kolera di masyarakat Inggris akibat dari sanitasi yang buruk. Kasusnya berada di kota London pada tahun 1832, 1849 dan 1854. London pada masa tersebut merupakan kota padat penduduk  dan dihuni oleh masyarakat miskin. Polemik dari wabah kolera disebabkan oleh sumur masyarakat yang berdekatan dengan air kotor dan kotoran manusia (L. Horan, 1996, The Porcelain God: A Sosial History of The Toilet).

Rentetan inovasi terhadap WC terus dilakukan, salah satunya oleh Thomas Crapper pada tahun 1872. Pembuatan WC semakin membaik atas jasanya yang berdampak juga terhadap negara Inggris menjadi kiblat dalam pembangunan toilet dalam ruangan. Dilatar belakangi atas berkembangnya keilmuan di Barat yang berpengaruh terhadap segala kehidupan manusia. Tidak terkecuali dalam urgensitas kebersihan yang masih dalam perhatian intelektual Barat.

Dalam perkembangannya, Inovasi dan teknologi semakin maju membuat manusia bertansformasi ke lingkaran simulakrum. Kasusnya dapat kita saksikan pada era modern ini. Pendistorsian jeding yang semula sebagai tempat buang kotoran manusia dan tempat pembersihan manusia menjadi tempat hiperrealitas. Penggunaan Smartphone dikamar mandi menjadi culture baru manusia yang tidak dapat dipisahkan dari dunia maya.

Kehidupan manusia di WC dapat kita refleksikan dari pemikiran Jean Baudrillard. Ia menciptakan filosofi dengan istilah simulakrum dan hiperrealitas.  Simulakrum merujuk terhadap tidak adanya jurang pemisah antara yang realistis dengan yang fiktif. Akibatnya dunia nyata menjadi semakin tidak jelas. Sedangkan Hiperrealitas memiliki makna kesemuan maupun kepalsuan dianggap suatu kebaruan khususnya dalam media sosial.

Kritik yang terkenal dari Baudrillard terhadap Disneyland. Wisata bernuansa penggembira otak ini bagai bentuk pemujaan neo-berhala di zaman modern. Mereka rela mengantri berjam-jam hingga menggelontorkan ribuan dolan demi memuaskan tujuan semu berupa insting, dorongan dan impuls. Orang-orang bergembira terhadap menikmati dorongan fiktif.

Dalam kaitannya dengan Baudrillard jeding/WC menjadi tempat yang nyaman untuk bercengkrama dengan media sosial. Kecanduan akibat modernitas terhadap dunia imajiner semakin membuat manusia terdistorsi dari esensi Jeding. Fenomena yang sekarang terjadi pada saat berak manusia membawa Smartphone. Kadangkala sekedar chatingan, atau main game tanpa memperhatikan kebersihan.

Tanpa sadar lingkaran hiperrealitas masyarakat modern menjadi semakin tidak karuan. Bahkan sangat konsumtif yang tidak memperhatikan tempat. Jeding yang seharusnya tempat untuk berkontemplasi dalam kesucian fisik menjadi tempat ereksi media sosial. Alasan lain disebabkan oleh  durasi berak yang lama tanpa bercumbu dengan media lain sangat kering. Oleh sebab itu dunia simulakrum mampu masuk di WC demi memuaskan hasrat.

Hal ini membuat manusia tidak akan dapat hidup tanpa bermedsos. Medsos ibarat tempat paling solutif bahkan tempat searching iman maupun bermedsos ataupun game. Semakin dimudahkan teknologi tanpa batas tanpa ada penyaringan dan pemfilteran membuat manusia semakin ditipu oleh alam imajiner. Dunia maya seakan-akan menjadi dunia nyata yang tidak hadir dan lahir dalam kehidupan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun