NFT (Non-Fungible Token) di platform marketplace OpenSea.
Akhir-akhir ini warganet dihebohkan dengan seorang mahasiswa bernama Sultan Gustaf Al Ghozali atau lebih santer dikenal dengan nama “Ghozali Everyday”. Ia mendadak menjadi seorang miliarder setelah berhasil menjual foto-foto selfie nya dalam bentukKesuksesan Ghozali berawal dari iseng dengan niatan awal ingin membuat video time lapse foto selfie wajahnya. Namun siapa sangka, selama lima tahun terakhir ia telah mengumpulkan sekitar 933 foto selfie nya dan berhasil meraup untung sekitar 1,5 miliar.
Pasti banyak dari kita bertanya tanya, apa itu NFT (Non-Fungible Token)? Dikutip dari forbes.com, NFT adalah suatu aset digital dalam bentuk karya seni atau koleksi barang bisa berupa foto, video, rekaman suara, dsb.
NFT adalah bagian dari konten digital yang ditautkan ke blockchain, atau basis data digital yang juga menopang cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum. NFT ini bisa digunakan untuk membeli sesuatu secara virtual. Namun, NFT cenderung sulit untuk diperdagangkan.
Meski begitu, NFT memiliki beberapa kelebihan karena memungkinkan pembeli memiliki barang asli tanpa ada yang bisa menirunya. Selain itu, NFT juga menyertakan bukti kepemilikan dalam bentuk sertifikasi.
Fenomena viralnya Ghozali ini pun tak luput dari perhatian DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Lewat akun twitter resminya @DitjenPajakRI, DJP mengucapkan selamat kepada Ghozali karena sukses menjadi miliarder dadakan dan mengingatkan Ghozali untuk membayar pajak. Cuitan tersebut mendapat berbagai respon menarik dari warganet, tak sedikit dari mereka yang mempertanyakan hal tersebut.
“Emang crypto ada pajak? Selagi duit nya belum ditarik..@DitjenPajakRI gausah sok akrab” cuit @rnd***
“Bukannya Crypto haram ya pak? Kok mau ngepajakin Crypto?” timpal @denol***
“Indonesia is the best katanya crypto ilegal dan haram tapi di pinta pajak gimana nih minta jawaban nya sama penjelasannya?” tanya @ambangle***
Menanggapi hal tersebut, DJP pun memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Hai, Kak. Sesuai Pasal 4 UU Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 tahun 2021, Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Kenaikan harga cryptocurrency yang dimiliki oleh investor adalah capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual.
Atas keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta tersebut, silahkan dilaporkan di dalam SPT Tahunan dan akan dikenakan pajak sesuai tarif Pasal 17 UU PPh.” Jawab @DitjenPajakRI menanggapi pertanyaan warganet.