Mohon tunggu...
Anitya Wahdini
Anitya Wahdini Mohon Tunggu... Guru -

Alumnus Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi, angkatan 2001. Sempat mengenyam pengalaman menjadi jurnalis pada tahun 2006 sebelum akhirnya banting setir menjadi guru empat tahun kemudian. Kini aktif mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di salah satu SMA swasta di Bekasi. Buku yang telah diterbitkan: Perkawinan Sehat: Tips untuk Sang Dara, menulis bersama Dr. Endang R. Sedyaningsih-Mamahit, DR.PH (Menteri Kesehatan RI Kabinet Indonesia Bersatu II), diterbitkan oleh Dian Rakyat pada tahun 2012, dan novel Not an Angel, a Devil Perhaps, diterbitkan secara indie pada tahun 2013.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengibarkan Bendera Kedisiplinan di Sekolah Menengah

15 Agustus 2016   14:39 Diperbarui: 15 Agustus 2016   14:51 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serah terima jabatan Pengurus Ambalan Prabu Siliwangi dan Subanglarang SMA Global Prestasi (Dok. Pembina Pramuka GPS SHS)

Ada banyak cara untuk mendorong siswa menegakkan disiplin di bangku sekolah menengah tanpa merasa terbebani. SMA Global Prestasi punya satu cara jitu menyiasatinya.

Bagi insan yang berkecimpung di dunia pendidikan, tentu paham jika saya mengatakan bahwa kata “disiplin” dan “SMA” terkadang tak seiring sejalan. Maklum, siswa yang berada di jenjang pendidikan ini tak bisa lagi dikatakan sebagai anak-anak, namun juga masih jauh dari masa dewasa.

Meminjam konsep adolescence dalam jurnal Psychology Today, adolescence merupakan remaja yang berusia antara 13 hingga 19 tahun dan dapat dikatakan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Usia tanggung, kalau orang awam bilang.

Di usia ini, tak sedikit problem psikologis menghantui. Psikolog G. Stanley Hall bahkan menyatakan bahwa adolescence alias remaja adalah masa yang penuh dengan badai dan tekanan jiwa. Pasalnya, perubahan fisik yang dialami remaja ternyata mempengaruhi sisi intelektualitas dan juga emosionalnya.

Hal inilah yang kemudian menyebabkan kesedihan dan kebimbangan dalam diri sendiri, dan tak jarang menimbulkan konflik dengan lingkungan sekitarnya. Tak heran jika para guru di SMA harus berjibaku setiap harinya dalam mendidik para remaja ini. Apalagi membimbing mereka menjadi disiplin dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

Jika sekolah tak memiliki formula semi militer atau pesantren atau boarding school yang menegakkan disiplin 24 jam penuhtentu aspek kedisiplinan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi para pendidik. Guru dituntut kreatif mengemas sistem pendidikan di sekolah konvensionalnya masing-masing agar para siswa tak semata cemerlang di bidang akademis, namun juga memiliki karakter yang baik. Salah satunya adalah karakter kedisiplinan.

Sadar sepenuhnya akan pentingnya disiplin sejak usia dini, Global Prestasi School yang terletak di Kalimalang, Bekasi, sejak tahun ajaran 2015/2016 mencanangkan Gerakan Disiplin Sekolah (GDS).

Sejatinya, program ini merupakan program bersama antara Research and Development dengan para guru Konseling di seluruh unit, SD, SMP, dan SMA. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kedisiplinan siswa dalam kesehariannya di sekolah, misalnya mengembalikan piring kotor ke tempatnya setelah makan di kantin, berseragam rapi, membuang sampah pada tempatnya, mengenakan atribut lengkap saat upacara bendera, dan sebagainya.

Setiap kelas akan menugaskan dua siswanya untuk piket menjaga hal-hal tersebut secara bergiliran setiap harinya. Mereka disebut “Anak GDS.”

Akan tetapi di bangku SMA, penerapan semacam ini menimbulkan isu tersendiri. Di masa yang penuh “badai dan tekanan jiwa” seperti konsep Stanley Hall tadi, rasanya sulit sekali meminta siswa usia SMA menjaga ketertiban semacam itu.

Meminta mereka mengembalikan piring kotor usai makan di kantin saja sulit, apalagi kemudian meminta mereka untuk menegur atau mengingatkan teman-temannya untuk melakukan hal serupa. Jawab mereka pasti, “Ah, Miss. Ngapain sih nyuruh-nyuruh kita begini?” dan 1001 alasan lainnya yang kebanyakan hanya masuk di logika mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun