TV digital. Namun baru hari ini saya tahu kalau peralihan ini akan diikuti matinya siaran TV analog di seluruh Indonesia.
Saya sudah lama mendengar berita peralihan TV analog keTak dapat dipungkiri TV digital memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Saya juga tahu untuk mengakomodasi warga yang kesulitan dalam peralihan itu, pemerintah akan menyediakan posko-posko bantuan.
Tapi tetap saja, tidak semua orang bisa menjangkaunya.
Saya kemudian teringat Pak Yanto, seorang kenalan lama.
Beliau sudah berusia menginjak senja. Namun masih melngkagkan kakinya untuk bekerja setiap hari. Beliau hanya buruh harian. Tidak ada kata pensiun baginya.
Menggantungkan hidup pada anaknya juga terlihat percuma. Anak-anak Pak Yanto kondisinya sama saja. Berusaha hari ke hari mencukupi kebutuhan keluarga.
Saya teringat cerita istri Pak Yanto beberapa tahun lalu, maklum kami jarang berjumpa. Bahwa suaminya suka menonton tv sepulang kerja. Yang ditonton sinetron itu-itu saja. Sampai bosan melihatnya. Karena rupanya selera istrinya berbeda.
Tapi toh, itu hiburan yang bisa dijangkau Pak Yanto. Dengan televisi tabung kunonya, yang dibeli seharga dua atau tiga ratus ribu di pasar loak. Suatu saat tv itu harus dijual, lalu beliau membeli lagi yang lain, dijual lagi, membeli lagi. Memang begitulah caranya hidup.
Pak Yanto terlalu tua untuk memahami hp, apalagi yang digital-digital.Â
Buat Pak Yanto televisi LED adalah barang mewah yang tidak mungkin bisa dibelinya. Apalagi STB, mendengarnya saja tidak pernah.
Saya mbayangkan Pak Yanto akan sedih karena tidak bisa melihat sinetron yang disukainya lagi.