Mohon tunggu...
Anisa Dewi Masitha
Anisa Dewi Masitha Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Saya adalah mahasiswa yang memiliki minat besar dalam membahas perekonomian Indonesia, mulai dari isu ekonomi harian sampai kebijakan nasional, semuanya menarik untuk dibahas!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membayangkan Kota Masa Depan yang Ramah Manusia

23 September 2025   03:57 Diperbarui: 23 September 2025   04:02 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membayangkan sebuah kota di masa depan selalu menghadirkan perasaan campur aduk: ada harapan, rasa ingin tahu, dan sedikit ketakutan. Bayangkan suatu pagi di tahun 2050. Aku membuka jendela kamarku, dan yang masuk bukanlah asap kendaraan atau suara klakson yang saling bersahutan. Justru angin segar menyambut, membawa wangi pepohonan dari taman vertikal yang merambat di dinding gedung. Burung-burung terbang di antara atap hijau, sementara kendaraan melayang dengan tenang di atas langit kota. Tidak ada lagi pencemaran, tidak ada lagi kebisingan, dan manusia hidup dalam suasana yang terlihat jauh dari tekanan. Mungkin semua itu terdengar seperti sebuah mimpi, tetapi dalam imajinasiku, itulah seharusnya wujud kota masa depan: bukan hanya sekedar tempat tinggal, tetapi juga lokasi di mana manusia bisa benar-benar merasakan kehidupan.

Ketika melihat kondisi kota-kota besar saat ini, kita bisa melihat banyak masalah yang membebani kehidupan sehari-hari. Jakarta, contohnya, sudah sangat identik dengan polusi udara, kemacetan, dan banjir. Ruang hijau semakin menyusut, sementara gedung pencakar langit terus tumbuh secara tidak terkendali. Di banyak negara lain, situasi yang sama juga terjadi: urbanisasi yang tidak terkelola menimbulkan ketidakadilan, kota-kota padat menghadapi krisis energi, dan jurang kesenjangan sosial semakin melebar. Dari sana aku mulai bertanya-tanya, apa manfaatnya kota masa depan jika hanya memperbanyak beton dan teknologi, tetapi mengabaikan kebutuhan dasar warganya?

Dalam pandanganku, kota di masa mendatang tidaklah menjadi hutan beton yang dipenuhi gedung-gedung tinggi yang tampak kaku. Sebaliknya, kota itu harus terhubung harmonis dengan alam. Setiap bangunan seharusnya memiliki taman di atap, dinding yang ditumbuhi tanaman, atau kebun vertikal yang bukan hanya hiasan, tetapi benar-benar berfungsi sebagai penyedia oksigen dan sumber makanan. Jalanan tidak lagi dipenuhi kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil, melainkan diisi oleh sarana transportasi umum yang ramah lingkungan, efisien, dan terkoordinasi dengan baik. Mobil listrik menjadi hal yang umum bagi semua orang, bukan lagi barang mahal. Mungkin juga, kendaraan individu tidak lagi menjadi pilihan utama karena orang lebih memilih untuk menggunakan bus tanpa sopir, kereta cepat dalam kota, atau sepeda yang bisa dipinjam di setiap sudut jalan. Dengan demikian, kualitas udara pun meningkat, waktu perjalanan berkurang, dan manusia mendapatkan lebih banyak waktu untuk diri mereka sendiri maupun keluarga. Akan tetapi, konsep kota masa depan tidak hanya terbatas pada teknologi transportasi atau infrastruktur yang ramah lingkungan. Kota juga perlu dirancang dengan memperhatikan kenyamanan penghuninya. Aku membayangkan adanya tempat-tempat umum yang luas, menyenangkan, dan aman, di mana orang-orang bisa duduk, berbincang, bermain musik, atau sekadar menikmati suasana tanpa mengeluarkan uang. Taman di kota bukan lagi hal yang langka, tetapi seharusnya ada di setiap area pemukiman. Jalur pejalan kaki dibangun lebar, teduh, dan mudah diakses oleh semua kalangan, termasuk anak-anak, manula, dan penyandang disabilitas. Kota masa depan yang ideal adalah kota yang membuat warganya merasa nyaman untuk berjalan kaki, bukan terburu-buru bersembunyi di balik jendela kendaraan.

Teknologi pasti akan berperan penting dalam pembangunan kota-kota di masa depan. Banyak orang membayangkan konsep kota pintar, yaitu kota yang dilengkapi dengan alat sensor modern, kamera pengawas di setiap sudut, dan data yang terhubung secara langsung. Dalam pandanganku, teknologi semacam ini memang sangat penting, namun seharusnya bukan menjadi tujuan utama. Teknologi hanyalah sebuah instrumen, sedangkan tujuan yang sebenarnya adalah manusia itu sendiri. Kota yang benar-benar pintar adalah kota di mana warganya juga cerdas, peduli, dan bijaksana dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kehidupan bersama. Misalnya, lampu jalan dapat menyala secara otomatis ketika ada orang yang melintas, sistem pengelolaan sampah dapat memisahkan sampah organik dan anorganik dengan sendirinya, dan aplikasi kota bisa memberikan informasi akurat mengenai kualitas udara, jadwal transportasi, atau acara komunitas. Semua ini tentunya mendukung aktivitas sehari-hari, namun tidak boleh menggantikan interaksi antar manusia yang sejati.

Teknologi pasti akan berperan penting dalam pembangunan kota-kota di masa depan. Banyak orang membayangkan konsep kota pintar, yaitu kota yang dilengkapi dengan alat sensor modern, kamera pengawas di setiap sudut, dan data yang terhubung secara langsung. Dalam pandanganku, teknologi semacam ini memang sangat penting, namun seharusnya bukan menjadi tujuan utama. Teknologi hanyalah sebuah instrumen, sedangkan tujuan yang sebenarnya adalah manusia itu sendiri. Kota yang benar-benar pintar adalah kota di mana warganya juga cerdas, peduli, dan bijaksana dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kehidupan bersama. Misalnya, lampu jalan dapat menyala secara otomatis ketika ada orang yang melintas, sistem pengelolaan sampah dapat memisahkan sampah organik dan anorganik dengan sendirinya, dan aplikasi kota bisa memberikan informasi akurat mengenai kualitas udara, jadwal transportasi, atau acara komunitas. Semua ini tentunya mendukung aktivitas sehari-hari, namun tidak boleh menggantikan interaksi antar manusia yang sejati. Aku sedikit khawatir bahwa di tengah semua kemajuan ini, kota masa depan bisa menjadi tempat yang dingin dan egois. Para warganya mungkin hidup dalam kenyamanan, tetapi saling merasa asing satu sama lain. Mereka terjebak dalam layar, robot, atau rutinitas digital, sementara nilai kebersamaan semakin hilang. Oleh karena itu, menurutku kota masa depan harus masih memberikan ruang bagi interaksi sosial. Mungkin dengan menghidupkan kembali pasar tradisional dalam versi modern, menyediakan ruang seni dan budaya yang terbuka, atau membangun plaza-plaza yang menjadi tempat berkumpulnya masyarakat. Kota yang baik bukan hanya yang efisien dari segi teknologi, tetapi juga yang membuat penghuninya merasa memiliki komunitas, tidak merasa sendirian, dan saling terhubung.

Salah satu elemen yang sangat penting dalam imajinasiku adalah keadilan sosial. Kota di masa depan tidak boleh mengulangi kesalahan yang ada sekarang, di mana gedung-gedung tinggi yang megah muncul di dekat pemukiman yang terasing dan miskin. Tempat tinggal yang baik dan terjangkau harus dapat diakses oleh semua orang, bukan hanya oleh kalangan menengah ke atas. Akses kepada layanan kesehatan dan pendidikan juga harus tersebar merata. Bayangkan sebuah kota di mana setiap distrik memiliki rumah sakit digital, di mana konsultasi kesehatan bisa dilakukan secara daring, tetapi fasilitas fisik tetap ada bagi mereka yang perlu. Pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak, tapi juga harus tersedia untuk semua usia. Orang dewasa dapat mengambil kelas keterampilan di perpustakaan kota, sementara orang tua masih dapat belajar teknologi baru agar tetap terhubung dengan komunitas.

Di aspek lingkungan, saya membayangkan sebuah kota yang benar-benar mampu menghadapi bencana. Sistem drainase yang pintar dapat menampung air hujan, sehingga masalah banjir tidak lagi menjadi hal yang biasa. Sungai-sungai yang saat ini dikenal karena pencemarannya bertransformasi menjadi area rekreasi: orang-orang dapat bersepeda di sepanjang tepi sungai, bersantai di kafe kecil di dekat air, atau merayakan festival perahu. Semua energi kota ini diperoleh dari sumber yang terbarukan: panel surya terpasang di setiap bangunan, turbin angin di pinggiran kota, dan bahkan pembangkit listrik yang memanfaatkan sampah organik. Kota semacam ini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan juga mesin keberlanjutan yang melindungi planet kita.

Tentu saja, imajinasi ini tidak muncul tanpa rintangan. Kota masa depan memerlukan investasi yang sangat besar. Infrastruktur yang ramah lingkungan dan teknologi canggih bukanlah hal yang murah. Rintangan lainnya adalah kesetaraan akses. Bagaimana kita dapat memastikan semua penduduk bisa menikmati manfaat yang sama, bukan hanya mereka yang memiliki sumber daya atau jaringan? Selain itu, ada isu etika yang perlu dipertimbangkan. Jika kota masa depan dipenuhi sensor, kamera, dan sistem digital, bagaimana dengan privasi penduduknya? Apakah semua orang bersedia jika kehidupan mereka terekam demi efisiensi kota? Ini adalah dilema besar yang harus dipikirkan sejak sekarang. Akan tetapi, meskipun tantangan yang ada sangat signifikan, saya tetap yakin kota masa depan dapat tercapai. Kita tidak perlu menunggu hingga tahun 2050 atau 2100. Kita bisa memulainya dari sekarang, dengan meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau, membangun sistem transportasi publik yang baik, mengurangi polusi, dan mendorong budaya peduli lingkungan. Semua langkah kecil ini adalah dasar menuju kota yang lebih baik.

Pada akhirnya, gambaran yang ada dalam benakku mengenai kota di masa depan bukanlah sebuah tempat yang hanya dihuni oleh robot, bangunan tinggi dari kaca, atau kendaraan terbang. Kota masa depan yang kuinginkan justru sangat sederhana: kota yang memberikan udara bersih, adil bagi semua orang, dan nyaman bagi warga yang tinggal di sana. Aku ingin terbangun di suatu kota yang membuatku merasa aman, bahagia, dan memiliki kesempatan untuk tumbuh. Kota yang bukan hanya sekadar tempat sementara, tetapi benar-benar menjadi rumah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun