Pernahkah anda membayangkan plastik di dalam otak manusia? Terdengar sangat aneh dan menyeramkan. Namun, hal ini memang dapat benar-benar terjadi.
Seperti yang diketahui sekitar 360 juta ton plastik diproduksi secara global dan hanya 7% saja yang baru di daur ulang sehingga sebagian besar limbah menumpuk di lingkungan setiap tahunya. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa polusi udara dalam bentuk partikel plastik yang berukuran sangat kecil atau biasa disebut dengan mikroplastik telah ditemukan pada organ vital manusia termasuk otak. Ancaman ini tentunya menjadi tantangan global bagi lingkungan dan kesehatan mengingat produksi plastik di seluruh dunia terus berlanjut tanpa henti.
Apa itu Mikroplastik?
Mikroplastik merupakan potongan plastik berukuran kecil berdiameter antara 1 mikrometer atau kurang dari 5 milimeter yang dapat larut dalam pembuluh darah manusia (Xie et al., 2024). Mikroplastik dapat dibagi menjadi dua yakni mikroplastik primer (telah diproduksi dengan ukuran kecil sejak awal) dan mikroplastik sekunder (sudah mengalami perubahan dan degradasi (penurunan) bentuk plastik). Selain itu, mikroplastik juga dapat berperan sebagai pembawa berbagai komponen beracun seperti zat aditif dan zat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.
Bagaimana Mikroplastik dapat masuk ke tubuh manusia?
Mikroplastik dapat masuk ke tubuh manusia melalui beberapa cara antara lain dari konsumsi makanan, inhalasi (saluran pernapasan), dan kontak kulit. Hal ini di dukung oleh penelitian Amato-Lourenço et al., (2024) yang meneliti pada 15 individu dewasa yang diautopsi di Layanan Verifikasi Kematian Universitas Sao Paolo menemukan hasil partikel mikroplastik dapat mencapai bulbus olfaktorius (struktur saraf di bagian otak depan).
Bulbus olfaktorius berperan penting dalam indra penciuman. Pada penelitian tersebut juga diketahui bahwa sebanyak 16 partikel dan serat polimer mikroplastik teridentifikasi pada 8 dari 15 sampel atau sebanyak 75%. Adapun mikroplastik yang paling banyak ditemukan yakni jenis polipropina (43,8%) diikuti, poliamida, nilon, dan polietena vinil asetat (12,5%).
Di sisi lain, mikroplastik juga dapat bersumber dari kegiatan dan kebutuhan kita sehari-hari misalnya: 1). pembakaran plastik yang menghasilkan gas dan partikel mikroplastik ke udara. 2). Gesekan ban kendaraan bermotor serta alas kaki dengan aspal. 3). Adanya sistem pembuangan sampah Open Burning (membakar sampah di lingkungan terbuka). 4). Penggunaan fast fashion berbahan dasar polyster. 5). Penggunaan kemasan sekali pakai pada skincare, dan lain sebagainya.
Bagaimana dampak potensial pada kesehatan?
Akumulasi mikroplastik dalam otak manusia dapat memicu gangguan kesehatan antara lain:
- Gangguan neuroinflamasi dan autoimun
Hal ini dapat terjadi karena mikroplastik pada otak bersifat terisolasi dan dapat mengendap di dinding otak besar (serebrovaskular) dan sel imun. Hal ini didukung oleh Riset Bioaccumulation Of Microplastic In Decent Human Brains di Meksiko tahun 2025 oleh Campen et al., yang menyatakan bahwa konsentrasi mikroplastik khususnya polietena pada otak secara statistik lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan jaringan lainnya seperti ginjal dan hati.
Penemuan tersebut dapat terjadi karena otak manusia memiliki kandungan lipid (lemak) tertinggi kedua di dalam tubuh yang dapat menyerap mikroplastik lebih banyak sehingga dapat menyebabkan kedua gangguan penyakit tersebut.
- Gangguan Kognitif
Mikroplastik juga dapat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan Pukovisa Prawiroharjo pada tahun 2025 mengatakan bahwa individu yang memiliki pola konsumsi plastik sekali pakai lebih berisiko tinggi mengalami penurunan kognitif 36 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar (Greenpeace Indonesia, 2025).
“Penurunan kognitif tersebut mencakup kemampuan berpikir, mengingat, dan mengambil keputusan. Fungsi kognitif tersebut dianalisis menggunakan Montreal Cognitive Assesment Indonesia (MoCA-Ina)” ujarnya.