Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kompasianival, Mengenang Sepatu dalam Pendudukan

29 November 2020   16:52 Diperbarui: 29 November 2020   16:56 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Khusuk menatap pembicara di panggung (doc.pri)

Masih tergambar jelas tahun lalu Kompasianival digelar offline besar-besaran. Saya datang, demi sebentuk kehangatan. Yang dalam bayangan saya pasti menyenangkan.

Euforianya masih terbayang jelas hingga kini. 23 November 2019 lalu mengusung tema Reunite Kompasianival digelar. Sorai tepuk, sahut panggilan membahana. Saya naik panggung 2 kali kala itu. Sebagai salah satu pemenang Lucky Draw pun sebagai nominee untuk specific in interest.

Bertemu "koki dapur" Kompasiana dan kompasianer dari berbagai daerah di Indonesia. Benar-benar kehangatan reunite. Pas betul dengan tema. Seperti yang dituturkan Nurulloh, sang COO dari atas panggung. Perbedaan untuk semangat persatuan.

Foto bersama kompasianer dari berbagai daerah (doc.pri)
Foto bersama kompasianer dari berbagai daerah (doc.pri)
Terpesona dengan tampilan panggung yang begitu lebar, saya memilih duduk di deretan paling depan, mbak Aliz menemani jejer dengan Dokter Postma Siahaan. Memaku mata saya lepas shalat maghrib hingga usai acara sekitar pukul 10 malam.

Sajian acara nan memikat membuat saya tak ingin beranjak. Beberapa tokoh ditampilkan. Ingatan saya langsung bertumpu pada Menteri Ignasius Jonan, otak  perkereta apian yang kenyamanannya hingga kini masih saya rasakan. Talk show yang megesankan.

doc.pri
doc.pri
Dan, tentu saja gebyar pemilihan Kompasianer itu yang membuat saya betah berlama. Menyaksikan dari dekat wajah nominee, dan pemenang bergantian naik panggung. Gebyarnya bikin merinding bulu roma. Tak menyesal jauh-jauh datang ke Jakarta untuk sebuah pengalaman tak terlupakan ini.

Meski hampir ada yang bikin nangis, sepatu saya. Dia harus saya cari dengan meminggirkan malu mengibas-ngibas pantat orang. Baru bertemu sesudah satu orang lelaki dengan gagah berani mengatakan telah menduduki benda keras di pantatnya. Di bawah karpet yang dia duduki. Sepatu saya dalam pendudukannya.

Ya Tuhan leganya, "Inikah bu sepatunya?"

Berbinar mata saya, sepatu itu baru dibelikan kakak sepupu buat acara ini. Katanya hadiah, biar pantas kalau naik panggung. Iya, saya memang memakai sepatu. Kets kain seperti biasa yang kalau kena hujan wassalam. Tidak mungkin saya pakai karena basah. Akhirnya sepatu itulah yang menyelamatkan kaki saya dari ketelanjangan.

Ternyata, pelaku pendudukan sepatu saya itu adalah pak FW, master populer dengan nama panjang Fery Widianto. Itu baru saya ketahui sesudah sama-sama bersapa satu komunitas khusus Kompasianer. KPB yang waktu itu masih bernama Penuli Puisi Berbalas.

Nurulloh, Saya, FW dan Kevin (doc.pri)
Nurulloh, Saya, FW dan Kevin (doc.pri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun