Bantengan merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Jawa Timur, yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang sangat tinggi. Kesenian ini menampilkan tarian yang meniru gerakan banteng, hewan yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Tradisi Bantengan telah ada sejak zaman Kerajaan Singasari, sekitar abad ke-13, dan terus berkembang hingga kini di berbagai daerah seperti Mojokerto, Malang, Batu, Lumajang, Kediri, dan Pasuruan.
Asal Usul dan Sejarah Bantengan
Jejak kesenian Bantengan dapat ditemukan pada relief-relief di Candi Jago, Tumpang, Malang, yang menggambarkan pertarungan antara harimau dan banteng serta tarian dengan topeng banteng. Pada masa Kerajaan Singasari, Bantengan berfungsi sebagai ritual adat dan upacara keagamaan yang mengandung unsur magis dan kanuragan (ilmu bela diri).
Selama masa kolonial Belanda, tokoh Mbah Siran dari Desa Claket, Mojokerto, menciptakan topeng banteng dari tanduk asli, yang kemudian menjadi ciri khas kostum Bantengan. Seni ini terus berkembang dan menyebar ke wilayah pegunungan Jawa Timur, dengan berbagai paguyuban yang aktif melestarikan tradisi ini.
Ciri Khas dan Penampilan Bantengan
Bantengan dimainkan oleh dua orang pria yang mengenakan kostum hitam dengan topeng kepala banteng dari kayu dan tanduk asli atau replika. Satu pemain memegang kepala banteng dan mengendalikan gerakan tarian, sementara yang lain berperan sebagai ekor. Gerakan tarian diambil dari kembangan pencak silat, sehingga menampilkan keindahan dan keahlian bela diri.
Pertunjukan Bantengan biasanya diiringi musik tradisional seperti kendang, gong, jidor, dan alat musik gamelan lainnya, serta terkadang dipadukan dengan alat musik modern. Pertunjukan ini juga mengandung unsur mistis, di mana pemain bagian depan sering mengalami kesurupan, yang dianggap sebagai bagian dari ritual dan hiburan.
Tahapan Pementasan Bantengan
Pementasan Bantengan terdiri dari tiga tahap utama:
-Nyuguh atau Sandingan: Ritual pembukaan dengan sesaji dan doa.
Pementasan: Tarian dan atraksi yang kadang berujung pada kesurupan pemain.
-Nyuwuk: Ritual penutupan untuk memulangkan arwah leluhur dan menenangkan suasana.
Setiap pementasan dilengkapi dengan pakaian khas, musik, dan sesaji seperti kelapa, pisang, ketan, dan bunga, yang memperkuat nuansa magis dan sakral dalam tradisi ini.
Pelestarian dan Perkembangan Bantengan
Kini, Bantengan tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga simbol identitas budaya masyarakat Jawa Timur. Berbagai komunitas dan paguyuban terus berupaya melestarikan tradisi ini dengan mengadakan pertunjukan rutin dan pelatihan bagi generasi muda. Beberapa daerah bahkan memasukkan Bantengan dalam kurikulum sekolah dasar untuk menjaga keberlangsungan seni ini.
Di era modern, beberapa paguyuban Bantengan mulai menggabungkan alat musik modern dan sistem suara untuk menarik minat penonton yang lebih luas tanpa menghilangkan nilai tradisionalnya.
Bantengan bukan sekadar tarian, tetapi sebuah warisan budaya yang memadukan seni, bela diri, dan ritual magis yang kaya makna. Tradisi ini menjadi cermin kekayaan budaya Jawa Timur yang terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat.