Mohon tunggu...
Anggi Dwi Kusuma Wardhani
Anggi Dwi Kusuma Wardhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Tokoh tentang Humanistik

18 Juni 2021   09:12 Diperbarui: 18 Juni 2021   09:20 4906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Makalah
Pemikiran Tokoh Tentang Humanistik
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Dosen Pembimbing:
Bahrul Munib, SH.I,M.Pd.I

Di susun oleh:
Anggi Dwi Kusuma Wardhani
204101010092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TAHUN 2021
 
 
 
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia serta kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Pemikiran Tokoh Tentang Humanistik ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Bahrul Munib, SH.I.,M.Pd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Teori Belajar Dan Pembelajaran.
Dalam makalah ini penulis  membahas tentang Pemikiran Tokoh Tentang Humanistik, penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta ilmu pengetahuan pembaca mengenai Pemikiran Tokoh Tentang Humanistik. Penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan berupa kritikan dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makakalah ini.
Akhir kata, sekiranya makalah ini dapat berguna dan bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa untuk dapat mempelajari serta memahami tentang Pemikiran Tokoh Tentang Humanistik. Sekian terimakasih
 
Banyuwangi, 1 April  
 
Anggi Dwi Kusuma W.
 
DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Humanistik ............6
2.2 Teori Humanistik Dalam Pendidikan9
2.3 Konsep Humanistik Dalam Islam10
2.4 Tokoh Humanistik13
2.5 Kelebihan Humanistik16
2.6 Sejarah Humanisme17
2.7 Guru Dan Siswa Dalam Pendidikan Humanistik 18
2.8 Persamaan Dan Perbedaan Pemikiran Humanistik Antara Naquib Al-Attas dan Paulo Freire 22
2.9 Aktualisasi Pemikiran Humanistik Antara
Naquib Al-Attas dan Paulo Freire24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulam 26
3.2 Saran 26
DAFTAR PUSTAKA
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
 
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia (humanisasi) bersumber dari pemikiran humanisme. Hal ini sejalan dengan makna dasar humanisme sebagai pendidikan manusia. Sejak didirikan, sistem pendidikan Islam didasarkan pada nilai-nilai humanistik yang dilandasi oleh hakikat Islam sebagai agama manusia. Islam mengambil dimensi humanistik sebagai arah pendidikan. Oleh karena itu, wajar jika dikatakan bahwa konsep pendidikan humanistik-Islam adalah konsep pendidikan Barat yang disebut dengan Islam.
Pendidikan humanistik menjadi semakin populer dalam perjalanan pendidikan yang tidak menjadikan peserta didik manusiawi. Situasi ini sudah berlangsung lama, dan terbangun bahkan setelah mengikuti sistem politik yang diikutinya. Salah satu tokoh yang memperjuangkan paradigma "pembebasan" dalam pendidikan adalah Paul Freire. Dalam perkembangannya, para pemikir dan praktisi pendidikan Islam juga memperkenalkan konsep pendidikan humanistik. Apalagi jika dilihat dari perspektif dakwah Islam yang asli, yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Humanisme adalah metode atau metode psikologi psikologi yang menekankan pada keinginan bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan untuk pulih setelah mengalami kemalangan, dan kemampuan untuk berhasil mewujudkan potensi seseorang. Tujuan menjadi manusia adalah membantu orang mengekspresikan diri secara kreatif dan menyadari potensi penuh mereka. Salah satu pendiri psikologi humanistik adalah Abraham Maslow. Humanisme adalah sekolah psikologi, yang merupakan respons terhadap sekolah behaviorisme dan psikoanalisis di tahun 1950-an. Aliran ini jelas memperhatikan dimensi humanistik dan lingkungan humanistik psikologi dalam perkembangan teori psikologi.
 
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan teori Humanistik
2. Bagaimana teori humanistik dalam pendidikan
3. Bagaimana konsep humanistik dalam islam
4. Siapa tokoh humanistik
5. Apa kelebihan humanistik
6. Bagaimana sejarah humanisme
7. Bagaimana guru dan siswa dalam pendidikan humanistik
8. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran humanistik antara Naquib al-Attas dan  Paulo Freire
9. Bagaimana Aktualisasi Pemikiran Humanistik Antara Naquib al-Attas dan Paulo Freire dalam dunia pendidikan Islam saat ini
 
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian humanistik
2. Untuk mengetahui sejarah humanistik
3. Untuk mengetahui konsep humanistik
4. Untuk mengetahui tokoh humanistik
5. Untuk mengetahui kelebihan humanistik
6. Untuk mengetahui kekurangan humanistik
7. Untuk mengetahui sejarah Humanisme

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Humanistik
Teori adalah hal yang didasarkan pada penelitian dan temuan yang didukung oleh data dan argumen. Secara garis besar teori humanistik ini merupakan teori belajar yang lebih mengutamakan proses pembelajaran daripada hasil belajar. Teori tersebut mengusung konsep memanusiakan manusia agar manusia (santri) dapat memahami dirinya dan lingkungannya. Agus Suprijono menjelaskan bahwa teori adalah sekumpulan prinsip yang terorganisir tentang peristiwa tertentu di lingkungan. Teori dianggap sebagai hubungan kausal antara proposisi. Sama seperti bangunan, teori didasarkan pada kausalitas fakta, variabel / konsep, dan proposisi. Teori humanisme berasal dari psikologi, dan sangat mirip dengan teori kepribadian. Sehingga dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka teori tersebut diterapkan pada bidang pendidikan khususnya pada bidang pembelajaran formal dan nonformal, serta diharapkan dapat mengatasi permasalahan di bidang pendidikan. Teori ini memberikan inspirasi bagi kita khususnya dalam bidang pendidikan. Setiap pendidikan harus berparadigma humanistik, yaitu harus berpegang pada praktek pendidikan yang memperlakukan manusia secara utuh, dan pandangan dasar ini diharapkan dapat mewujudkan seluruh sistem manusia. komponen. Mewarnai. Tidak peduli di mana pun bentuk pendidikan dilakukan. Belajar adalah proses dimana manusia tidak pernah mengerti dan lambat laun menjadi pengetahuan. Belajar adalah perubahan pribadi yang disebabkan oleh pengalaman. Pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara, terkadang dengan tujuan, misalnya saat siswa mendapat informasi dari guru di kelas, atau saat mereka bertingkah laku sehari-hari. Winkel mengartikan belajar sebagai aktivitas mental atau psikologis yang terjadi dalam interaksi positif dengan lingkungan, yang mengarah pada perubahan nilai-nilai pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan salah satu kegiatan mental yang dilakukan oleh manusia, sehingga cara berpikir dan perilaku yang disebabkan oleh pembelajaran berubah. Belajar juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dapat mengubah struktur pengetahuan lama menjadi struktur pengetahuan baru. Pembelajaran merupakan proses dasar perkembangan kehidupan siswa. Melalui pembelajaran, siswa dapat melakukan perubahan kualitatif sehingga perilakunya dapat berkembang. Segala aktivitas dan prestasi siswa merupakan hasil belajar. Tujuan pembelajaran adalah:
1. belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam dir antara lain perubahan tingkah laku.
2. belajar bertujuan mengubah kebiasaan buruk menjadi baik.
3. belajar bertujuan mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya.
4. dengan belajar dapat memiliki keterampilan.
5. belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.

Belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia mengubah perilakunya secara permanen, sehingga perubahan yang sama tidak akan terulang kembali dalam keadaan baru. Jika pengamat melihat adanya perubahan tingkah laku, pengamat akan mengetahui proses belajar dalam diri pengamat. Menurut Gegener, kedewasaan bukanlah belajar, karena perubahan tingkah laku merupakan hasil dari struktur dan pertumbuhan diri manusia. Oleh karena itu, pembelajaran terjadi ketika individu merespons rangsangan eksternal dan menjadi dewasa dari rangsangan internal. Ketika peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya, maka perubahan tingkah laku karena pembelajaran pasti terjadi. Teori belajar merupakan upaya untuk menggambarkan cara manusia belajar, dengan demikian membantu kita semua memahami proses belajar internal yang kompleks. Belajar adalah proses yang memungkinkan manusia untuk mengubah perilakunya secara permanen, sehingga perubahan yang sama tidak akan terulang kembali dalam keadaan baru. Jika pengamat melihat adanya perubahan tingkah laku, pengamat akan mengetahui proses belajar pengamat tersebut. Gegna percaya bahwa kedewasaan bukanlah belajar, karena perubahan tingkah laku adalah hasil dari struktur dan pertumbuhan diri manusia. Oleh karena itu, pembelajaran terjadi ketika individu merespons rangsangan eksternal dan menjadi dewasa dari rangsangan internal. Ketika siswa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, mau tidak mau mereka akan mengubah perilakunya karena belajar. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan cara manusia belajar, sehingga dapat membantu kita semua memahami proses belajar internal yang kompleks. Kondisi internal merupakan kondisi yang diperlukan untuk terwujudnya hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam diri individu. Kondisi eksternal merupakan rangsangan dari lingkungan yang akan mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini disebut sembilan peristiwa pembelajaran oleh Gegne, yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Teori pembelajaran seperti ini sangat membantu guru dalam memberikan materi pembelajaran kepada siswa. Dengan memahami teori pembelajaran, guru akan memahami proses belajar manusia. Dalam hal ini guru akan memahami bagaimana memberikan stimulasi agar siswa menikmati pembelajaran. Suyono dan Hariyanto menjelaskan bahwa model pengolahan informasi merupakan upaya untuk menjelaskan kerja memori manusia dalam teori pembelajaran, termasuk tiga jenis sistem penyimpanan memori:
1) Memori sensori (sensory memory), suatu sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga dapat berlangsung analisi persepsi, disini proses berlangsung selama 3-5 detik, masukan utamanya dari penglihat suara.
2) Memori kerja (working memory), merupakan memori jangka pendek/short term memory (STM), mampu menyimpan 5-9 informasi dalam waktu sekitar 15-20 detik, sehingga cukup waktu bagi pengolahan informasi. Dalam hal ini, informasi yang di beri kode (decode) serta persepsi setiap individu akan menentukan apa yang dalam memori kerja.
3) Memori jangka panjang/longterm memory (LTM), berfungsi menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi yang tersimpan di dalamnya dapat dalam bentuk verbal maupun visual.
Dari pengertian teori dan pembelajaran di atas, maka dapat dikatakan secara sederhana bahwa teori belajar adalah hukum / prinsip umum yang menjelaskan terjadinya suatu pembelajaran. Teori pembelajaran ini sangat membantu guru untuk menyampaikan bahasa pelajaran kepada siswa. Dengan memahami teori pembelajaran, guru akan memahami proses belajar manusia. Dalam hal ini guru akan memahami bagaimana memberikan stimulasi agar siswa menikmati kelas. 12 Ibid. Pada dasarnya istilah "kemanusiaan" memiliki banyak arti tergantung pada konteksnya. Misalnya, humanisme dalam wacana agama berarti tidak percaya pada unsur supranatural atau nilai transendental dan kepercayaan manusia yang berkembang melalui ilmu dan nalar. Di sisi lain, humanisme berarti ketertarikan pada nilai-nilai kemanusiaan yang sakral. Pada saat yang sama, humanisme memusatkan perhatian pada pemahaman budaya manusia di tingkat akademis, seperti studi klasik tentang budaya Yunani dan Romawi. Humanisme adalah sekolah psikologi yang muncul pada tahun 1950-an. Humanisme memperlakukan manusia sebagai manusia, artinya manusia adalah makhluk dengan kemampuan adaptif tertentu yang diciptakan oleh Tuhan. Ciri dari teori humanistik adalah bahwa ia mencoba mengamati perilaku seseorang dari sudut pandang aktor dan bukan dari pengamat. Sebagai mata pencaharian, ia harus melanjutkan, memelihara, mengembangkan dan mengembangkan hidupnya. Menurut teori humanisme, tujuan belajar adalah humanisasi. Jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri, mereka menganggap proses pembelajaran berhasil. Siswa dalam proses pembelajaran harus berusaha mencapai realisasi diri semaksimal mungkin. Teori belajar ini mencoba untuk memahami perilaku belajar dari perspektif aktor daripada perspektif pengamat. Penerapan teori pembelajaran humanistik menekankan pentingnya mengkompromikan isi proses pembelajaran, dengan tujuan memanusiakan atau mencapai realisasi diri.
Penerapan teori humanisme dalam pembelajaran guru membimbing siswa untuk berpikir secara induktif, mengedepankan pengalaman dan menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, materi diskusi kelompok, sehingga siswa dapat mengungkapkan pendapatnya di kelas. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan jika kurang memahami materi yang diajarkan. Pembelajaran berbasis teori humanistik cocok untuk materi pembelajaran pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis fenomena sosial. Indikator keberhasilan penerapan adalah siswa bersemangat, belajar aktif, dan pemikiran, perilaku, dan sikapnya dengan sendirinya akan berubah. Teori humanisme mengedepankan sisi humanistik, tidak membutuhkan waktu tertentu bagi peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang dibutuhkan, tetapi lebih menekankan pada isi atau materi yang harus dipelajari untuk membentuk pribadi yang utuh. Proses pembelajaran adalah memungkinkan pembelajaran memperoleh makna pembelajaran yang sebenarnya atau yang disebut Osubel pembelajaran bermakna. Pembelajaran yang bermakna berarti belajar untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan peserta didik sebelumnya. Setiap peserta didik memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda, sehingga selama peserta didik dapat memahami dirinya dan lingkungannya, maka keberhasilan belajarnya dapat tercapai. Ini karena setiap orang adalah unik, dan tugas pendidik adalah membantu mengidentifikasi aspek unik ini dan menyadari potensi siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika siswa memahami lingkungannya sendiri dan dirinya sendiri, maka mereka yakin bahwa teori pembelajaran humanistik dalam pembelajaran itu berhasil. Dalam proses pembelajaran, siswa harus secara bertahap mencapai realisasi diri yang semaksimal mungkin. Teori belajar ini mencoba untuk memahami perilaku belajar dari perspektif aktor daripada perspektif pengamat.
2.2 Teori Humanistik Dalam Pendidikan
Makna berbagai humanisme juga telah diajak oleh berbagai makna dalam lingkup aplikasinya di bidang pendidikan. Oleh karena itu, perlu adanya konsensus tentang istilah "humanisme" dalam pendidikan. Dalam artikel "Apa itu Pendidikan Humanistik?" Krischenbaum menunjukkan bahwa sekolah, kelas atau guru dapat dikatakan humanistik dalam beberapa hal. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa jenis metode pendidikan humanistik. Ide-ide metode ini dikemas dalam psikologi humanistik. Singkatnya, pendekatan manusiawi diringkas sebagai berikut:
a) Siswa akan belajar dengan materi yang telah ditentukan dengan kecepatannya sendiri untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan siswa bebas menentukan metode pembelajarannya dalam mencapai tujuannya.
b) Pendidikan aliran humanistik memiliki arti nyata dalam perkembangan perbedaan individu pada anak.
c) Sangat memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan pribadi siswa.
Penekanan pada pengembangan pribadi dan hubungan antar manusia adalah untuk memperbaiki kondisi baru yang dihadapi siswa dalam masyarakat dan bahkan dalam keluarga. Teori humanistik menekankan belas kasih dalam belajar, tetapi tanpa kognisi, tidak ada emosi, dan tanpa emosi, tidak ada kognisi. Menggabungkan unsur-unsur dan perasaan kadang-kadang disebut sebagai "ajaran tingkat ketiga". Pengajaran tingkat pertama adalah fakta, tingkat kedua adalah konsep, dan tingkat ketiga adalah nilai. Hubungan antara fakta, konsep dan nilai dapat dijelaskan dengan sebuah piramida. Alas piramida yang lebar menggambarkan fakta; konsep mewakili wawasan dan pengumuman yang diturunkan dari fakta, dan puncak piramida mewakili nilai. Puncak ini menggambarkan keputusan yang dibuat dalam hidup, yaitu setiap keputusan harus didasarkan pada fakta, dan konsep pengajaran yang bermakna harus mencakup tiga tingkatan. Diskusi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam konsep harus maksimal. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari pengalaman belajar di kelas. Guru dan siswa hendaknya menguji dan mengeksplorasi nilai potensial satu materi pelajaran. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa pengajaran kognitif dan perasaan berhubungan. Berikut ini adalah beberapa tujuan umum dari doktrin humanis, yaitu:
1. Perbaikan komunikasi antara individu.
2. Meniadakan individu yang saling bersaing.
3. Keterlibatan intelek dan emosi dalam suatu proses belajar.
4. Memahami dinamika bekerjasama.
5. Kepekaan kepada pengaruh perilaku individu lain dalam lingkungan.
Ketika tujuan keseluruhan yang disebutkan di atas tercapai, pembelajaran akan dilakukan pada tingkat pribadi atau interpersonal. Penerapan teori humanisme lebih mengacu pada satu atau lebih semangat mewarisi metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Satu jenis Humanisme dari Perspektif Barat Ada beberapa tokoh dalam teori humanistik ini, antara lain Arthur W. Koms, Abraham Maslow, dan Carl Rogers. Adapun pandangannya tentang teori humanistik, akan saya jelaskan di bawah ini. Arthur W. Combs (1912-1999) menaruh perhatian besar pada pendidikan. Makna (makna atau makna) merupakan konsep dasar yang sering digunakan. Ketika pembelajaran bermakna bagi individu, pembelajaran terjadi. Guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak populer atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak-anak tidak dapat mengerjakan matematika atau sejarah, bukan karena mereka bodoh, tetapi karena mereka tidak mau dan dipaksa dan merasa bahwa tidak ada alasan yang sangat penting untuk mempelajarinya. Perilaku buruk sebenarnya tidak lebih dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan seseorang untuk memuaskannya. Maka dari itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan berusaha memahami dunia yang dipersepsikan siswa, sehingga ketika ingin mengubah perilakunya, guru harus berusaha mengubah keyakinan atau pendapat siswa yang ada. Perilaku internal membedakan satu orang dengan yang lain. Combs percaya bahwa banyak guru yang secara keliru percaya bahwa jika struktur topik benar dan isinya benar, siswa akan mau untuk belajar. Bahkan jika maknanya tidak diintegrasikan ke dalam tema.
Oleh karena itu yang terpenting adalah bagaimana agar siswa mendapatkan makna dari tema tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupan. Sisir memberikan persepsi diri seseorang dan lukisan dunia seseorang.Ini adalah dua lingkaran (besar dan kecil) yang berpusat pada sebuah lingkaran. Itu sudah dilupakan. Pada saat yang sama, ahli teori kepribadian realistis Abraham Maslow (1908-1970) dianggap sebagai bapak spiritual, ahli teori dan juru bicara psikologi humanistik yang paling kuat. Secara khusus, penegasan berkelanjutan Maslow tentang keunikan dan realisasi diri manusia telah menjadi simbol orientasi humanistik. Teori pendidikan humanistik Maslow sebenarnya membutuhkan bentuk pendidikan baru. Pendidikan diyakini akan lebih memperhatikan pengembangan potensi diri, terutama menjadi potensi manusia, memahami diri sendiri dan orang lain, serta mewujudkan kebutuhan dasar manusia.Pendidikan ini berkembang ke arah realisasi diri. Teori Maslow didasarkan pada hipotesis sebagai berikut: Dalam individu terdapat dua hal: Pengembangan aktif dan resistensi atau perlawanan terhadap kekuatan perkembangan ini.
Maslow menyarankan bahwa individu harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan stratifikasi. Setiap orang memiliki segala macam ketakutan, seperti takut mencoba atau berkembang, takut merebut peluang, takut akan hal-hal yang sudah dimilikinya, dan sebagainya. Namun di sisi lain, seseorang juga memiliki dorongan untuk bergerak menuju keutuhan, keunikan diri, bekerjanya segala kemampuan, dan rasa percaya diri menghadapi dunia luar, maka ia dapat menerima dirinya sendiri. Sejauh ini, teori Maslow merupakan hierarki kebutuhan yang terkenal (hierarki kebutuhan). Menurut Maslow, manusia dimotivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar atau fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
2.3 Konsep Humanistik Dalam Islam
Dalam Islam, pemikiran pendidikan humanistik berawal dari misi utama "penanganan" Muhammad, yaitu memberikan kebaikan dan kebaikan kepada seluruh umat manusia dan seluruh alam semesta (QS Sab '/ 34: 28 andal-Anbiy' / 21: 107) . Semangat ayat ini mengilhami pemikiran pendidikan yang berkembang menjadi pendidikan humanistik. Pendidikan Islam yang berdasarkan esensi, ciri dan nilai humanisme disebut pendidikan Islam humanistik. Pemikiran semacam ini merupakan hasil tafsir atau musyawarah para cendekiawan dan pakar pendidikan Muslim atas upaya mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi landasan kemanusiaan Islam. Hal ini menunjukkan adanya perpotongan antara konsep pendidikan Islam dengan makna dasar humanisme (human nature) yang berarti pendidikan manusia. Pendidikan humanistik adalah "proses pendidikan yang lebih memperhatikan potensi manusia, termasuk makhluk sosial dan agama, Abdullah dan Khalifa Tara, dan individu yang telah Tuhan beri kesempatan untuk mengembangkan potensinya." Pendidikan Islam humanistik akan mencapai tujuan kemanusiaan Islam, yaitu menyelamatkan dan menyempurnakan umat manusia karena kemuliaan umat manusia. Sistem pendidikan seperti ini akan membentuk anak didik menjadi orang yang berakhlak mulia dan menjadi "abd Allah dan Khalifa Allah".
Pendidikan humaniora memperlakukan manusia sebagai manusia, yaitu makhluk dengan ciri tertentu yang diciptakan oleh Allah. Menurut Malik Fadjar, hal tersebut merupakan tanda hak hidup dan hak asasi manusia. Pengembangan potensi tersebut hanya dapat tercapai jika penyelenggaraan pendidikan berlandaskan prinsip humanisme yaitu nilai-nilai perlindungan hidup, harkat dan martabat manusia. Tindakan perlindungan ini dapat memastikan bahwa potensi siswa terwujud sepenuhnya atau maksimal. Selain memahami realitas dan permasalahan kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari (dimensi horizontal), pendidikan humanistik dalam Islam berupaya untuk lebih memahami kebenaran, kebaikan universal dan realisasi diri, serta memasukkannya ke dalam kehidupan spiritual (dimensi vertikal). Oleh karena itu, pendidikan Islam yang berorientasi kerakyatan adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai humanistik Islam, yaitu emansipasi, humanisasi, dan transendensi. Berdasarkan prinsip tersebut maka dapat dirumuskan pendidikan humanisme Islam, yaitu:
a. Jenis prosesnya adalah proses manusiawi.
Menurut Kuntowijoyo, humanisasi bertujuan untuk memanusiakan. Sains dan teknologi telah berkontribusi pada beberapa tren dalam perspektif manusia. Surplus kemajuan teknologi telah menyebabkan orang-orang tertekan oleh teknologi. Dehumanisasi terjadi karena masyarakat industri mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam Islam, pendidikan humanistik bertujuan untuk mengedepankan pengembangan potensi anak didik sehingga memiliki kualifikasi terbaik sehingga bisa menjadi Rabbani yang bisa berperan sebagai umat Abdullah (Hamba Allah) dan Khalifa. Wakil Allah (wakil Tuhan). Sebagai seorang khalifah, manusia telah mengekspresikan kehendak bebasnya, memiliki kemampuan untuk berpikir dan memahami, berimajinasi, berkreasi, dan bertindak untuk mengembangkan dunianya sendiri. Status "Abdullah" menunjukkan bahwa umat manusia rela mengabdi kepada Tuhan dan memperlakukan umat manusia dengan kerendahan hati. Atas dasar inilah, humanisme telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam. Inti dari pendidikan Islam adalah pendidikan humanistik. Di sini, upaya pendidikan Islam diwujudkan sebagai lembaga keagamaan yang menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, harkat dan martabat. Semua ini telah membawa perdamaian, kesetaraan, persaudaraan, keadilan dan pembebasan manusia, sehingga membentuk masyarakat global yang menyebarkan rahmat (rahmah lial-'lamn) seumur hidup. Pendidikan Islam humanistik bertanggung jawab atas misi pengajaran ini. Pendidikan humaniora adalah pengembangan fitrah manusia. Islam percaya bahwa alam bukanlah tabula rasa (orang tanpa bakat, persiapan, dan kemampuan). Fitrah adalah anugerah dari Allah, dengan potensi baik dan potensi buruk. Potensi ini akan dikembangkan dan diwujudkan dalam kehidupan sesuai dengan pendidikan dan budaya. Jika seseorang mengembangkan potensi positif, dia akan mendekati kodrat ilahi. Sebaliknya jika yang berkembang adalah potensi kejahatan, maka manusia akan lebih jahat dari pada setan. Tugas pendidikan adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan potensi kejahatan dan mengembangkan potensi kebaikan. Pendidikan humaniora dimulai dari fitrah manusia, menerapkan, mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai universal pada diri manusia, dan menjadikannya manusia yang sejati.
b. Pendidikan emansipasi.
Tujuan emansipasi adalah untuk membebaskan orang dari kekejaman kemiskinan dan kesombongan teknologi. Tujuan ini akan memberi orang rasa miskin yang ditindas oleh kekuatan ekonomi yang besar. Pendidikan Islam humanistik memperlakukan manusia sebagai makhluk yang mulia, bertanggung jawab atas pilihan dan tindakannya, mereka dapat mengembangkan diri secara bebas sesuai dengan keinginannya sendiri, membebaskannya dari belenggu pihak lain, dengan tetap tetap rendah hati dan taat pada kekuasaan Tuhan. Sejak lahirnya Islam, menurut kitab suci keberadaan manusia sebagai bangsawan, pendidikan untuk menjamin harkat dan martabat manusia sebenarnya memiliki konsep. Pendidikan Islam humanistik bertujuan untuk membebaskan manusia dari kemiskinan, kebodohan dan kebutaan spiritual, dan kemiskinan, kebodohan dan kebutaan spiritual adalah musuh humanisme. Kemiskinan tidak hanya mendorong orang gagal mewujudkan kehidupannya dalam arti kesejahteraan materi, tetapi juga menghambat terwujudnya kebutuhan intelektual dan spiritual. Adapun ketidaktahuan mendorong manusia untuk tidak berpikir kreatif dan kritis saat menyelesaikan masalah dalam hidup.  Sikap fatalistik menyerah pada takdir adalah ketidaktahuan. Oleh karena itu, filosofi pendidikan humanistik Barat membutuhkan kebebasan, sehingga harkat kemanusiaan (mahasiswa) dapat dijamin dalam liberalisme yang ketat. Ketika siswa diisolasi oleh hal-hal selain dirinya sendiri, kebebasan tidak terjadi. Kebebasan pendidikan humanistik di Barat tidak dibatasi oleh aturan atau nilai apapun, termasuk nilai-nilai agama. Kebebasan yang tidak dikendalikan oleh doktrin agama (sekuler) memungkinkan adanya perilaku yang melanggar nilai kemanusiaan atas nama kebebasan. Prinsip kebebasan dalam pendidikan inilah yang membedakannya dengan konsep doktrin agama. Dalam humanitarianisme agama, tujuan pendidikan adalah mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pengalaman manusia. Meski memiliki kesamaan dengan pendidikan sekuler, pendidikan agama memiliki nilai tambah. Nilai tambah semacam ini merupakan keuntungan, yakni bertumpu pada nilai spiritual untuk mewujudkan manusia yang nyata, seperti arah pendidikan humanistik Islam. Pendidikan humanistik yang mengedepankan kemandirian individu diintegrasikan dengan pendidikan agama (Islam) untuk membentuk keyhidupan sosial yang menjamin kemandirian tanpa menyimpang dari nilai-nilai ajaran agama. Kemandirian individu dalam pendidikan Islam humanistik dibatasi oleh nilai-nilai ajaran Islam. Nilai-nilai agama diharapkan dapat mendorong terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan. Pemisahan kedua konsep ini akan menyebabkan nilai-nilai humanisme Islam gagal direalisasikan dalam sistem pendidikan.
c. Pendidikan Sebagai Proses Transendensi.
Transendensi bertujuan untuk menambah dimensi transenden dalam kehidupan manusia. Hedonisme, materialisme, dan gaya hidup budaya negatif harus dibersihkan. Konsep ini didasarkan pada latar belakang masyarakat yang tertindas, dan penindasan merupakan pertentangan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan harus menghilangkan penindasan. Dalam hal ini, Paulo Freire mengingat aspek spiritual dari kodrat manusia dan menulis sebuah buku "The Pedagogy of the Oppressed." Ideologi pendidikan humanistik Islam bersumber dari nilai-nilai spiritual. Pemenuhan kebutuhan manusia seperti realisasi diri, harga diri, kemasyarakatan, keamanan, dan materi ditempatkan pada nilai-nilai keimanan dan ketaatan kepada Allah. Dalam hal ini, Darmiyati Zuchdi mengatakan: Keseimbangan antara aktivitas dzikir (menyadari kekuatan Tuhan) dan berpikir (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi) adalah salah satu jenis ajaran Islam yang pengalamannya telah terbukti secara empiris, yakni terbentuknya akhlak mulia dan kecerdasan secara terpadu. Keseimbangan kedua aspek tersebut adalah prinsip pendidikan humanistik-Islam. Arah sistem pendidikan tersebut sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang melekat dalam konotasi istilah tarbiyah, ta'lm dan ta'db. Konsep pendidikan berdasarkan ketiga istilah tersebut memiliki makna yang dalam bagi umat manusia, masyarakat dan lingkungan dalam konteks ketaqwaan kepada Allah. Humanisasi sistem pendidikan Islam harus mengacu pada tiga konsep pendidikan. Ini memenuhi persyaratan peradaban post-modern yang berusaha menemukan kembali keunikan dan akar spiritual manusia. Adapun kebutaan mental, manusia dengan mudah terikat oleh keserakahan materi. Pendidikan Islam humanistik tidak hanya bertujuan untuk membebaskan manusia dari belenggu kehidupan material dan intelektual, tetapi juga harus membebaskan manusia dari belenggu spiritual. Konsep ini harus diwujudkan dalam pendidikan humanistik Islam. Islam yang bercirikan keyakinan beragama dan memadukan aspek spiritual sebagai satu kesatuan arah pendidikan, tidak lepas dari aspek sosial dan material untuk membentuk manusia konkrit yang sempurna dan menjadi manusia yang beradab. Mereka adalah gelar orang yang layak (insan kamil), panutan, bangsawan dan bangsawan. Ini adalah citra humanisme manusia. Konsep ini berbeda dengan pemikiran Islam yang bertumpu pada hubungan vertikal dan horizontal, berpusat pada ketuhanan, dan berpusat pada manusia.
Perintah baca (iqra ') dalam Q.S. al-'Alaq / 96: 1-5 menjadi landasan pendidikan untuk meningkatkan, membebaskan dan mencerahkan umat manusia. Ilmu pengetahuan yang diajarkan Allah menjadikan manusia lebih tinggi daripada malaikat dan jin. Manusia harus tunduk kepada Tuhan, tidak sombong dan tidak menindas makhluk lain.
2.4 Tokoh-Tokoh Humanistik
1. Abraham Harold Maslow
Abraham Harold Maslow lahir di Brooklyn, New York pada tahun 1908 dan meninggal pada tahun 1970 pada usia 62 tahun. Maslow adalah keturunan Yahudi dan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow tidak berjalan semulus yang dia harapkan. Maslow memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya, terutama ibunya. Keluarganya berharap dia sukses dalam pendidikan. Abraham Harold Maslow (Abraham Harold Maslow) adalah sekolah psikologi humanistik yang terkenal. Menurut Maslow, teori pembelajaran humanistik didasarkan pada asumsi bahwa dalam diri individu terdapat dua hal yaitu melakukan upaya aktif untuk perkembangan dan kekuatan untuk menolak atau menolak perkembangan tersebut.
Ia percaya bahwa manusia memahami dan menerima diri mereka sendiri semaksimal mungkin. Abraham Harold Maslow dikenal karena hierarki kebutuhannya (hierarki kebutuhan). Pandangannya adalah manusia mengikuti kebutuhan hidupnya atau kebutuhan hidupnya. Tingkatan kebutuhan tersebut berkisar dari kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan terendah, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri tertinggi (diperlukan untuk aktualisasi diri).
2. Arthur W. Combs
Arthur W. Combs adalah seorang pendidik / psikolog, karirnya dimulai ketika ia menjadi profesor ilmu biologi dan psikolog sekolah di sebuah sekolah umum di Ohio League (1935-1941). Dia menerima gelar master dalam bidang konsultasi dari sekolah Ohio State University (1941), ketika Carl Rogers terdaftar sebagai tutor atau guru. Arthur Combs percaya bahwa guru tidak dapat memahami arti ketidaksukaan siswa dalam hidup mereka. Seorang siswa yang tidak pandai mempelajari sains bukan karena mereka bodoh, tetapi karena menurut mereka tidak ada alasan penting untuk mempelajari sains. Guru harus memahami siswa yang mencoba menguasai persepsi mereka tentang dunia dan mencoba mengubah perspektif ini. Sisir memberikan persepsi diri seseorang dan lukisan dunia seseorang, berpusat pada dua lingkaran, kedua lingkaran ini adalah lingkaran kecil: gambaran besar tentang persepsi diri dan lingkungan. Lingkaran besar adalah persepsi dunia. Semakin jauh peristiwa tersebut dari persepsi diri, semakin kecil dampaknya pada perilaku mereka. Oleh karena itu, mudah untuk melupakan aktivitas yang memiliki pengaruh kecil pada orang tersebut. Arthur Combs mengatakan bahwa dari sudut pandangnya, lihatlah perilaku manusia. Ini berasal dari inner atau inner yang membedakan seseorang dari yang lain. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Ada dua tokoh yang bersumber dari teori humanisme, yaitu Abraham Harold Maslow dan Arthur Kom. Teori Abraham Harold Maslow didasarkan pada struktur hierarki kebutuhan. Teori Arthur Comb didasarkan pada pandangan atau pendapat manusia ketika mereka melakukan sesuatu. Menurut humanisme, belajar adalah membentuk kebudayaan manusia. Manusia di dunia ini tahu bagaimana menggapai energi positif di sekitar mereka dan berinteraksi satu sama lain. Manusia mendapatkan kebebasan dari Tuhan dan memiliki kesempatan untuk hidup mandiri guna mencapai kesuksesan yang diinginkannya. Sejalan dengan pemikiran tentang manusia yang berkembang dewasa ini,dimana manusia dianggap sebagai jati diri.
3. Carl Rogers
Teori Rogers diturunkan secara klinis berdasarkan apa yang dikatakan pasien selama perawatan. Ia percaya bahwa manusia memiliki motivasi dasar, yaitu kecenderungan realisasi diri. Tren ini adalah keinginan untuk mengembangkan potensi seseorang dan mencapai tingkat tertinggi umat manusia. Sebagaimana bunga dapat mencapai potensi maksimalnya dalam kondisi yang tepat, tetapi tetap dikendalikan oleh lingkungan, jika lingkungannya cukup baik, manusia akan tumbuh dan menyadari potensinya. Namun, berbeda dengan bunga, potensi yang dimiliki manusia sebagai individu itu unik. Teori humanistik Rogers didasarkan pada doktrin, sikap dan gaya hidup, berpusat pada nilai-nilai kemanusiaan, dan menekankan kehormatan, martabat, dan kemampuan untuk menyadari diri sendiri untuk tujuan tertentu. Ke depannya akan dikaitkan dengan pembelajaran atau pendidikan humaniora. Teori humanistik adalah teori yang ditujukan untuk humanisasi. Artinya tingkah laku setiap orang ditentukan oleh dirinya, dan ia memahami pemahaman manusia tentang lingkungan dan dirinya sendiri. Seperti halnya dalam pendidikan humaniora, manusia dianggap sebagai manusia, makhluk dengan ciri tertentu yang diciptakan oleh Tuhan.
4. Aldous Huxley
Selama ini umat manusia memiliki banyak potensi untuk disembunyikan dan disia-siakan. Diharapkan pendidikan dapat membantu masyarakat mengembangkan potensi tersebut, sehingga kurikulum dalam proses pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi yang melibatkan semua pihak, seperti guru, siswa dan pemerhati atau peneliti dan perencana pendidikan. Huxley menekankan adanya pendidikan non verbal, dan pendidikan non verbal juga harus diberikan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berupa kursus-kursus seperti senam, sepak bola, menyanyi atau menari, tetapi sesuatu di luar materi pembelajaran, tujuannya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat. Proses pendidikan non verbal harus dimulai dari usia dini hingga jenjang tinggi. Namun agar seseorang dapat memahami makna dalam kehidupan nyata, ia harus membekali diri dengan kebijakan hidup, kreativitas, dan menerapkannya melalui langkah-langkah bijak. Dengan cara ini, orang-orang psikologi humanistik akan memiliki kehidupan yang menyenangkan dan bermakna. Dengan pendidikan non verbal seseorang akan memiliki banyak strategi untuk menenangkan hidup karena memiliki kemampuan untuk mengapresiasi setiap pengalaman dalam hidup dengan lebih menarik. Akhirnya, jika setiap orang memiliki kemampuan ini, itu akan memberikan kontribusi yang berarti bagi budaya dan moralitas manusia.
5. David Mills Dan Stanley Scher
Selama bertahun-tahun, ilmu alam hanya melakukan diskusi dan penelitian atas dasar kognisi, yaitu akumulasi fakta dan teori. Namun, praktik ilmiah selalu melibatkan unsur-unsur emosional, antara lain kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan intuisi dan imajinasi dalam karya kreatif, pengalaman menantang, frustrasi, dll. Berdasarkan fenomena tersebut, David Mills dan Stanley Scher mengajukan konsep pendidikan terintegrasi, yaitu suatu proses pendidikan yang mencakup perasaan atau emosi siswa untuk belajar. Metode emosional yang melibatkan emosi dapat diterapkan pada pelajaran sosial, bahasa, dan seni siswa. Padahal, pakar yang memulai bisnis ini adalah George Brown, namun kemudian kedua pakar tersebut mencoba melakukan penelitian untuk menemukan aplikasi bisnis yang lebih praktis. Penggunaan pendekatan terintegrasi ini dilakukan pada bidang pembelajaran sains, pendidikan bisnis bahkan otomotif. Metode terintegrasi merupakan kombinasi antara psikologi humanistik (terutama terapi Gestalt) dan pendidikan, yang melibatkan integrasi elemen emosional dan kognitif dalam proses pembelajaran. Elemen kognitif mengacu pada pemikiran, keterampilan bahasa, logika, analisis, penalaran dan metode intelektual, sedangkan elemen emosional mengacu pada perasaan dan cara pemahaman yang melibatkan gambar spasial visual, fantasi, persepsi keseluruhan, metafora, intuisi, dll.
 
2.5 Kelebihan Dan Kekurangan Humanistik
A. Kelebihan Humanistik
1. Mengedepankan demokrasi, dialog partisipatif dan humanisme
Manfaat pertama yang bisa didapat dari psikologi humanistik adalah prinsipnya yang selalu mengedepankan fitrah dan aturan yang berkaitan dengan demokrasi, dialog partisipatif, dan humanisme, oleh karena itu sangat penting untuk menghargai seseorang dengan baik. Teori humanistik lebih baik dari teori pembelajaran kognitif.
2. Suasana yang saling menghargai
Keunggulan lain dari teori belajar humaniora adalah dapat membuat suasana lebih saling menghargai, dapat mengekspresikan pendapat dengan bebas tanpa batasan, dan dapat mengekspresikan batasan dengan bebas. Dengan begini, siswa bisa lebih kreatif. Dalam suasana saling menghormati, banyak contoh keberhasilan penerapan psikologi humanistik dalam pembelajaran.
3. Peran aktif peserta didik
Sebagai teori untuk memberikan pembelajaran yang baik berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan teori humanitis, pendekatan demokratis, humanis seperti yang disebutkan sebelumnya dapat menjadikan pembelajaran lebih mendapatkan peran aktif dari peserta didik. Selain peran aktif, antar individu juga dapat hidup bersama meskipun memiliki berbagai macam pertimbangan masing masing yang memicu perbedaan.
B. Kekurangan humanistik
1. Pengujian yang tidak mudah
Kekurangan atau kelemahan pertama dari penelitian teori psikologi humanistik adalah pengujiannya yang tidak mudah, atau bisa dikatakan cukup sulit. Nyatanya, sering ditemukan bahwa ada ketidakjujuran sudah menjadi tradisi.
2. Beberapa konsep masih bersifat subjektif
Hal lainnya yang juga menjadi salah satu kekurangan dari teori humanistik dalam pembelajaran ilmu psikologis adalah adanya beberapa konsep yang masih dikatakan buram dan subjektif karena guru tidak dapat memberikan informasi yang jelas. Konsep yang masih buram tersebut dapat menjadi penghambat pembelajaran.
3. Kreatifitas yang sering disalahgunakan
Kelemahan lain dari teori atau kreativitas humanistik adalah semakin bebas dan tidak terbatas, dan sering disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan arah pendidikan. Ini terjadi jika ada individu yang tidak bertanggung jawab dalam grup.
4. Pemikiran yang tidak terpusat
Pembelajaran teori humanistik dapat menyebabkan adanya pemikiran yang tidak terpusat pada pokok permasalahan karena tiap individu diberikan kebebasan untuk dapat mengali potenisnya masing masing untuk menjawab persoalan yang diberikan.
 
2.6 Sejarah Humanisme
Sejarah perkembangan filsafat pendidikan humanistik dapat ditelusuri kembali ke periode klasik barat dan periode klasik timur. Filsafat dasar sekolah filsafat pendidikan dapat ditemukan dalam filsafat Cina klasik Konfusianisme dan filsafat klasik Yunani. Sekolah psikologi humanistik ini menjadi gerakan psikologi utama pada tahun 1950-an dan 1960-an. Perkembangan peradaban baru disebut Renaissance pada abad 16, dan era Renaissance disebut era renaisans, yaitu era akal, dan perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan dan humaniora telah mengalami kebangkitan. Telah lama terikat oleh dogma kekerasan. Perkembangan selanjutnya terjadi pada abad 18. Masa perkembangan ini terinspirasi dari Age of Enlightenment yang dipimpin oleh J.J. Rousseu yang mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia. Pada abad ke-20 terjadi perkembangan humanisme, yaitu gerakan protes terhadap kekuasaan kekuatan yang mengancam nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada manusia modern.
Pemikiran filosofis eksistensialisme menunjukkan bahwa seseorang memiliki eksistensi unik dalam dirinya yang berbeda dengan seseorang. Dalam hal ini, manusia dianalisis menurut individualisme. Mazhab filsafat eksistensial ini kemudian berkembang dalam dunia pendidikan, karena fungsi pendidikan adalah menyediakan proses perkembangan manusia yang nyata. Manusia sejati adalah orang-orang yang memiliki kepribadian sendiri-sendiri, yang memiliki tanggung jawab dan kesadaran diri untuk menghadapi permasalahan kehidupan di bidang kehidupan modern, kedua aliran ini memberikan perkembangan filosofi pendidikan humanistik. Humanisme yang semula dijadikan posisi intelektual, kini sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia yang memandang manusia sebagai jati diri yang mencapai kesuksesan hidup di dunia.
 
2.7 Guru Dan Siswa Dalam Pendidikan Humanistik
A. Guru Dalam Pendidikan Humanistik
Guru adalah fasilitator siswa. Guru adalah mereka yang memberikan kemudahan, katalisator, dan sumber daya bagi siswa. Ketika guru berpartisipasi sebagai mitra belajar (sekutu yang lebih tua dalam pengalaman belajar saat ini), siswa akan belajar dengan lebih mudah. Psikologi humanistik menitikberatkan pada peran guru sebagai fasilitator, berikut berbagai cara mempromosikan pembelajaran dan berbagai kualitas fasilitator. Ini adalah gambaran singkat dari beberapa petunjuk.
a) Fasilator harus memperhatikan untuk menciptakan suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas.
b) Fasilator membantu untuk mendapatkan dan mengklarifikasi gol-gol pribadi di kelas dan gol-gol kelompok yang lebih umum.
c) Ia percaya bahwa setiap siswa berharap untuk mencapai tujuan yang bermakna dan menyembunyikannya sebagai kekuatan pendorong dalam pembelajaran yang bermakna sehingga dapat mencapai tujuan yang bermakna baginya.
d) Ia mencoba untuk mengatur dan menyediakan sumber belajar yang paling luas dan mudah digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan mereka.
e) Ia memposisikan dirinya sebagai sumber daya yang fleksibel dapat digunakan secara berkelompok.
f) Saat menjawab frasa di kelas, dan terima konten intelektual dan sikap emosional, dan coba tanggapi dengan cara yang sesuai dengan individu dan kelompok.
g) Ketika cuaca penerima kelas tidak stabil, tuan rumah secara bertahap dapat menjadi siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan, anggota kelompok, dan berbagi pandangan pribadinya seperti siswa lain.
h) Dia berpartisipasi dalam grup terlebih dahulu. Dengan tidak menuntut atau memaksakan, tetapi sebagai bagian pribadi yang dapat digunakan atau ditolak siswa.
i) Ia harus tetap waspada dan memperhatikan ekspresi yang menghasilkan emosi yang dalam dan kuat selama proses pembelajaran.
j) Pemimpin harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan mereka sendiri ketika mereka bertindak sebagai mediator.
Carl Rogers yang humanis percaya bahwa ciri-ciri tutor adalah
1) Merespons perasaan siswa.
2) Mengunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.
3) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
4) Menghargai siswa.
5) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
6) Menyesuaikan isi kerangka berfikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa).
7) Tersenyum pada siswa.
Tidak jauh dari sudut pandang Hamacheek, dia percaya bahwa guru yang efektif adalah guru "manusia". Demikian pula struktur sisir dan pendapat teman menggambarkan ciri-ciri seorang guru yang baik, sebagai berikut:
a) Guru yang menganggap orang lain mampu selesaikan masalah Anda sendiri dengan baik.
b) Guru yang melihat orang lain memiliki karakter ramah dan bersahabat serta ingin berkembang.
c) Guru yang cenderung memperlakukan orang lain dengan layak dihormati.
d) Guru yang melihat orang dan perilakunya pada dasarnya berkembang dari dalam, oleh karena itu yang membentuk dan memotivasi bukanlah hasil dari kejadian eksternal. Ia percaya bahwa orang-orang itu kreatif dan energik. Jadi jangan pasif atau lambat.
e) Orang yang beranggapan bahwa pihak lain akan bertindak sesuai aturan yang ada pada dasarnya adalah guru yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
f) Melihat bahwa guru orang lain dapat memperkaya dan meningkatkan diri, bukannya menghalangi atau malah mengancam.
B. Siswa Dalam Pendidikan Humanistik
Satu atau lebih siswa, yaitu kelompok yang membutuhkan bimbingan dapat hidup seorang siswa adalah seorang individu atau manusia yang berperan sebagai aktor utama yang menjelaskan proses pengalaman (berpusat pada siswa) belajar sendiri. Harapannya melalui peran ini mahasiswa dapat memahami potensi yang ada diri Anda sendiri, secara aktif mengembangkan potensi Anda dan meminimalkan potensi negatifnya. Artinya, people-to-people exchange membantu siswa mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Karena dia adalah pemeran utama yang membawakan acara tersebut, dia juga belajar dari pengalamannya sendiri. Dengan memberikan bimbingan yang tidak membatasi kegiatan belajar siswa, maka akan lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai atau pedoman yang dapat menginformasikan kepada mereka baik perilaku positif maupun negatif. Rogers meyakini bahwa hal terpenting yang akan diberikan kepada siswa dalam proses pembelajaran adalah guru mementingkan pentingnya pendidikan dan prinsip pembelajaran yaitu:
a) Menjadi manusia berarti memiliki kemampuan belajar yang alami. Siswa tidak perlu mempelajari hal-hal yang tidak berarti.
b) Siswa akan mempelajari apa yang berarti bagi mereka. Pengorganisasian materi pembelajaran berarti menyusun materi dan gagasan baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
c) Pengorganisasian bahan ajar adalah pengorganisasian bahan dan gagasan ini adalah konten baru yang bermakna bagi siswa.
d) Pembelajaran yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Tujuan Pendidikan Humaniora
Pendidikan humanistik bercita-cita untuk menciptakan proses dan model pendidikan yang senantiasa menempatkan manusia di antara manusia. Orang dengan segala potensi membutuhkan potensi fisik, mental dan spiritual. Tentunya kita sadari bahwa karena manusia memiliki banyak potensi, maka mereka juga berbeda dalam mengatasi dan memahami potensi tersebut. Oleh karena itu, pendidikan yang masih mengklasifikasikan dan mengklasifikasikan manusia sebagai smart bukan smart bukanlah karakteristik pendidikan humanistik. Karena sejalan dengan konsep dan tujuan pendidikan, khususnya pendidikan Islam, maka tujuannya adalah untuk membentuk manusia seutuhnya yang menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah dan menyadari bahwa sebagai anggota masyarakat, masyarakat harus mempunyai suatu kepastian. kesadaran akan perkembangan masyarakat Bertanggung jawab dan menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan lingkungan alam yang diciptakan Allah untuk kesejahteraan umat manusia dan beribadah kepada pencipta alam. Pendidikan ibarat alat untuk membentuk peradaban manusia, menjadikan seseorang mandiri dalam hidupnya. Oleh karena itu pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus selalu dijunjung tinggi, dan proses pendidikan harus senantiasa mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Dijelaskan, dalam proses peradaban manusia saat ini, mereka akhirnya dengan tegas menetapkan bahwa pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia. Mary Jahson meringkas tujuan pendidikan menurut sudut pandang humanis, sebagai berikut:
1. Humanis mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi dan mengembangkan pemahaman mereka tentang identitas diri, yang melibatkan pengembangan konsep diri dan sistem nilai.
2. Humanis mengutamakan komitmen pada prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip ini harus fokus pada perasaan, emosi, motivasi, dan minat siswa, yang akan mempercepat proses pembelajaran yang bermakna dan terintegrasi secara pribadi.
3. Perhatian para humanis lebih tertuju pada isi mata kuliah sesuai dengan kebutuhan dan minat mahasiswa sendiri. Siswa harus memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk memilih dan menentukan isi, waktu dan metode pembelajaran.
4. Humanis berkomitmen untuk menjaga emosi pribadi yang efektif. Sebuah gagasan menyarankan bahwa siswa dapat kembali ke arah pembelajaran mereka sendiri, secara efektif memikul dan memenuhi tanggung jawab, dan dapat memilih apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.
5. Humanis percaya bahwa pembelajaran berkembang pesat dan berubah, sehingga permintaan siswa lebih dari kemarin. Pendidikan humaniora berusaha membuat siswa beradaptasi dengan perubahan.  Pendidikan melibatkan siswa dalam perubahan, membantu mereka belajar bagaimana cara belajar, bagaimana memecahkan masalah, dan bagaimana mengubah hidup.
 
UNESCO menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah "menuju humanisme ilmiah". Artinya, pendidikan bertujuan agar masyarakat semakin menganut nilai-nilai luhur humanistik. Bangsawan manusia harus masuk akal secara ilmiah. Dapat dikatakan bahwa pada akhirnya tujuan pendidikan haruslah mengubah siswa sebagai tujuan akhir. Perubahan masalah tersebut terutama terkait dengan sikap terhadap kehidupan, yaitu sikap terhadap kehidupan. Metode pendidikan humaniora tidak bisa hanya memandang manusia dari satu sisi, karena manusia adalah makhluk yang kompleks. Pada dasarnya perbedaan dalam mendidik siswa terutama terletak pada metode yang digunakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan metode yang digunakan adalah faktor manusia atau tujuan siswa sendiri, yaitu bagaimana pendidik memahami manusia atau tujuan pendidikannya sebagai objek, bukan sekadar objek. Pendekatan humanistik dalam pendidikan mengupayakan partisipasi aktif peserta didik dengan mencapai kontrak pembelajaran yang disepakati, harus jelas, jujur dan positif. Dalam pendekatan humanistik, peserta atau siswa sasaran dianggap sebagai individu yang kompleks dan unik, sehingga cara penanganannya tidak dapat dilihat dari satu sisi saja. Dalam pendekatan humanis, kehidupan dan perilaku humanis, terutama reaksi terhadap emosi lebih cepat, lebih banyak menggunakan ide-ide siswa, dan keseimbangan antara teori dan praktek. Carl R. Rogers (1951) mengemukakan konsep pembelajaran, yaitu "pembelajaran yang berpusat pada siswa" yang intinya adalah:
a) Kita tidak bisa mengajar orang lain, tapi kita hanya bisa mempromosikan pembelajaran mereka.
b) Seseorang hanya akan belajar banyak dari hal-hal yang dapat memperkuat / mengembangkan "diri" nya.
c) Manusia tidak bisa belajar di bawah tekanan.
d) Jika pendidikan tidak ada, pendidikan akan sangat mendidik siswa.
 
Tekanan pada siswa dan perbedaan pendapat atau sudut pandang dipromosikan atau diadaptasi. Pada dasarnya potensi dan keunikan setiap orang dibentuk oleh bakat dan pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu diperhatikan pemahaman perilaku dan gagasan dari sudut pandangnya, dan pemahaman perasaan, persepsi, keyakinan, dan tujuan perilaku dari perspektif emosional. Di dalam (secara internal), ini membuat setiap orang berbeda dari orang lain. Dari beberapa literatur pendidikan telah ditemukan beberapa model pembelajaran humanistik yaitu: humanizing of the classroom, active learning, quantum, learning, quantum teaching, dan the accelerated learning. Humanizing of the classroom ini dimotivasi oleh kondisi sekolah kediktatoran dan ketidakmanusiawian membuat banyak mahasiswa putus asa, yang akhirnya mengubah hidupnya menjadi bunuh diri. Kasus ini sering terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Humanisasi ruang kelas diciptakan oleh John P. Miller, yang berfokus pada pengembangan model "pendidikan emosional". Model pendidikan ini didasarkan pada tiga hal: kesadaran diri merupakan proses perkembangan yang berkelanjutan dan akan terus berubah; mengenali konsep dan identitas diri; serta mengintegrasikan kesadaran spiritual. Perubahan yang dilakukan tidak terbatas pada konten substantif, tetapi yang lebih penting, konten metodologis dinilai sangat user-friendly. Pembelajaran aktif diciptakan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran bukan merupakan hasil otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan investasi mental dan tindakan. Saat kegiatan pembelajaran aktif, siswa akan menyelesaikan sebagian besar pekerjaan pembelajaran. Mereka mempelajari ide, memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam pembelajaran aktif, bagaimana belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa.Dengan mendengarkan dan melihat, Anda akan mengingat sedikit dengan mendengarkan, melihat dan berdiskusi dengan siswa lain yang akan Anda pahami.Melalui mendengarkan, melihat, berdiskusi dan mengerjakan sendiri akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, dan cara terbaik untuk menguasai kursus ini adalah dengan mengajar. Pembelajaran aktif berlangsung cepat, menyenangkan dan menarik. Pembelajaran aktif mengusulkan 101 strategi pembelajaran aktif, yang dapat diterapkan pada hampir semua materi pembelajaran. Pembelajaran kuantum adalah cara untuk mengubah berbagai interaksi, hubungan, dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen pembelajaran. Dalam praktiknya, pembelajaran kuantum menggabungkan teori sugesti, teknik pembelajaran akselerasi, dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Pembelajaran kuantum mengasumsikan bahwa jika siswa dapat secara akurat menggunakan penalaran dan potensi emosional mereka, mereka akan dapat mencapai peningkatan yang tidak terduga. Dengan menggunakan metode pembelajaran yang benar, siswa dapat mencapai berbagai hasil belajar. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah bahwa pembelajaran harus menyenangkan dan harus dilakukan dalam suasana yang bahagia untuk merekam informasi baru secara lebih luas dan mencatat informasi baru dengan lebih baik. Pengajaran kuantum berupaya untuk mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan menjadi suasana belajar yang hidup dan menarik dengan menggabungkan potensi fisik, mental dan psikologis, dan emosi siswa menjadi suatu kesatuan kekuatan yang integral. Pengajaran kuantum berisi prinsip-prinsip sistem desain pengajaran yang efektif, efisien dan canggih, serta metode representasi, yang dapat mencapai hasil pembelajaran yang luar biasa dalam waktu yang lebih singkat. Dalam praktiknya, model pembelajaran ini mengandalkan prinsip utama membawa dunia mereka ke dunia kita dan mengantarkan dunia kita ke dunia mereka.
Oleh karena itu, pembelajaran merupakan kegiatan muatan komprehensif yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan dan bahasa tubuh) selain pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya, serta pandangan masa depan. Semua itu harus dikelola dan dikoordinasikan semaksimal mungkin hingga tercapai harmoni (orkestrasi). The accelerated learning merupakan pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran semacam ini adalah belajar itu cepat, menyenangkan dan memuaskan. Dave Meier, pemilik konsep, merekomendasikan agar guru menggunakan metode fisik, auditori, visual, dan intelektual (SAVI) saat mengelola kelas. Somatisasi mengacu pada belajar melalui aksi dan aksi (belajar melalui aksi dan aksi). Mendengar dipelajari dengan mendengarkan dan berbicara. Visi diartikan sebagai belajar melalui observasi dan ilustrasi (belajar melalui observasi dan deskripsi). Intelektual mengacu pada belajar melalui pemecahan masalah dan refleksi (belajar melalui pemecahan masalah dan refleksi). Bobbi Deporter percaya bahwa pembelajaran yang dipercepat memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan dengan usaha dan kegembiraan yang normal. Dengan cara ini, elemen tidak terhalang sepertinya tidak ada kesamaan, sepertinya tidak ada kesamaan, seperti hiburan, permainan, warna, berpikir positif, kesehatan yang baik dan kesehatan emosional. Namun, semua elemen ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif. Inilah teori berpikir humanistik dalam pendidikan, di atas dilanjutkan dengan biografi sosial Badiuzaman Said Nursi dan Paulo Freire. Termasuk riwayat hidup, sejarah pendidikan, pekerjaan dan pemikiran, akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
 
2.8 Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Humanistik Antara Naquib al-Attas dan Paulo Freire
Pendidikan berusaha untuk mengembalikan jati diri seseorang dan menjadikannya sebagai pribadi yang merdeka, menikmati hak untuk hidup, tidak ditindas oleh orang lain, dan tidak diperlakukan semena-mena. Dilihat dari semua faktor negatifnya, pendidikan adalah penjaga keindahan hidup manusia. Ketika orang bingung dan ragu akan kehidupan, pendidikan disini memberikan solusi bagi kehidupan agar masyarakat dapat segera lepas dari belenggu permasalahan disekitarnya. Oleh karena itu, bagi kedua pemikir pendidikan ini, semua pendidik atau kalangan pendidikan perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang aktivitasnya di lingkungan pendidikan yang sesuai.
Naquib al-Attas dan Paulo Freire sangat selaras dalam melaksanakan agenda kemanusiaan melalui pendidikan. Jika berbicara tentang manusia, pendidikan disini merupakan solusi dari permasalahan kehidupan yang dihadapi manusia. Selain itu, terdapat beberapa misi kemanusiaan untuk memelihara tatanan dunia baru atau sistem kehidupan, yaitu kehidupan yang indah, konstruktif (konstruktif), dan energik (selalu berubah atau maju). Lebih tepatnya, kegiatan kemanusiaan yang dilakukan melalui pendidikan dilandasi oleh pemaksimalan semangat tertinggi dan upaya terbaik, yaitu untuk bergerak maju dan merubah keadaan dari statis (seimbang atau tidak berubah) menjadi positif, dari konservatif atau Berubah dari keadaan pengaruh atau pembaharuan menjadi keadaan tertutup, kemudian berkembang secara bertahap atau memiliki keinginan untuk maju, dan seterusnya.
Dengan demikian, kesamaan pemikiran humanistik antara Naquib al-Attas dan Paulo Freire adalah untuk mewujudkan pengalaman "demokrasi" di dunia pendidikan. Dengan kata lain, gerakan humanis Naquib al-Attas dan Paulo Freire dalam dunia pendidikan merupakan upaya untuk lebih memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pendidikan. Artinya pendidikan perlu lebih memperhatikan perkembangan kreativitas manusia.
Walaupun pemikiran humanistik Freire sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan Islam, namun jika dikaitkan dengan tujuan akhir pendidikan Islam, pemikiran humanistik Freire sepertinya kurang penting. Dalam hal ini, Freire sepertinya masih terlalu bergantung pada kepentingan dunia, sehingga tidak ada kaitannya dengan tingkat spiritual transendental yang memungkinkan manusia berhubungan dengan Tuhan.
Persamaan antara Paulo Freire dan Naquib al-Attas dalam pemikiran humanistik adalah:
a. Masing-masing gagasan ini muncul dalam konteks latar belakang sosial budaya yang lebih rendah tidak manusiawi.
b. Sosialisasikan konsep dasar perjuangannya membebaskan umat manusia.
c. Tekankan faktor manusia dan struktur sosial yang harus diubah.
d. Perlakukan manusia sebagai entitas independen dengan kekuasaan diskresioner pilihan untuk mengekspresikan kesadarannya saat menjelaskan hidupnya adalah baik pribadi atau sosial.
e. Perhatikan aspek sejarah dan tematik.
Sementara itu, perbedaan pemikiran humanistik antara Paulo Freire dan Naquib al-Attas adalah: Paulo Freire percaya bahwa dasar pemikiran humanistik hanya terletak pada realitas empiris, sedangkan Naquib al-Attas adalah wahyu dan realitas. Tujuannya adalah agar dalam pemikiran Paulo Freire, kehidupan sekuler menjadi tujuan akhir, dan Naquib al-Attas menjadikan kehidupan sekuler Uruguay sebagai tujuan akhir. Paulo Freire (Paulo Freire) meyakini bahwa konsep manusia sebagai manusia merdeka atau merdeka, sedangkan Naquib al-Attas adalah manusia merdeka, namun tetap bertanggung jawab kepada Tuhan dan umat manusia. Mengenai nilai, Paulo Freire percaya bahwa humanisme tidak berharga, sedangkan Naquib al-Attas sangat erat kaitannya dengan dimensi spiritual transendensi.
2.9 Aktualisasi Pemikiran Humanistik Antara Naquib al-Attas dengan Paulo Freire dalam dunia pendidikan Islam Saat Ini
Terwujudnya kemanusiaan dalam dunia pendidikan Islam merupakan upaya untuk mewujudkan atau mewujudkan proses ekspresi diri dalam dunia pendidikan Islam. Melihat bahwa posisi sentral manusia dalam proses pendidikan melibatkan potensi fitra dalam ajaran Islam, ketuhanan, serta fitrah dan wujud manusia.Tujuan sesungguhnya dari pendidikan Islam adalah mewujudkan potensi tersebut, karena potensi eksistensi adalah cita-cita. dari bentuk realisasinya, nilai. Ia akan membentuk manusia yang utuh dan mandiri. Sebagai seorang khalifah, manusia memiliki status sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Manusia memiliki misi kosmik untuk mengamati, bereksperimen, dan mengeksplorasi semua sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itulah, Tuhan telah menganugerahkan bakat manusia, dan Ia dapat menggunakan berbagai potensi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini, Freire percaya bahwa manusia harus menjadi aktor agar bisa "mandiri". Baginya, orang yang utuh adalah orang yang memiliki otonomi atas dirinya sendiri, realitasnya, dan dunianya. Oleh karena itu, orang yang ideal adalah orang yang berintegritas. Keseluruhan akan diperoleh melalui kesadaran, dan kesadaran akan diperoleh melalui kebebasan.
Manusia adalah penguasanya sendiri, oleh karena itu kodrat manusia harus bebas dengan mengembangkan sikap kritis, kreatifitas dan sikap orientasi berpikir bahasa. Manusia adalah kombinasi dari pemikiran dan tindakan untuk memanusiakan sejarah dan budaya. Kemerdekaan adalah inti dari umat manusia. Kebebasan berarti pilihan bebas, jadi tidak ada paksaan. Oleh karena itu, kepribadian adalah pernyataan dasar pertama dan terakhir umat manusia, dan itu adalah kebenaran umat manusia, bukan nilai umat manusia, karena individu bertanggung jawab atas tindakannya. Oleh karena itu, kebebasan pribadi adalah hak dasar pertamanya. Tetapi kepribadian hanyalah pernyataan dasar dan utama dari sifat manusia. Fakta lain pada dasarnya bersifat sekunder, karena manusia pada dasarnya "dalam misi mereka". Oleh karena itu, kebebasan harus diciptakan dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan model sakral. Oleh karena itu, meskipun kebebasan adalah hakikat umat manusia, tidak berarti bahwa umat manusia selalu bebas di mana-mana. Alhasil, persamaan menjadi hakikat manusia berikutnya. Oleh karena itu, kebebasan manusia dibatasi oleh kebebasan manusia lainnya. Meskipun dimungkinkan untuk melaksanakan fungsi Khalifah, itu tidak mungkin dilaksanakan sesuka hati. Oleh karena itu, tidak ada yang bisa menyangkal keberadaan bebas orang lain atau makhluk lain. Manusia tidak bisa lepas dari rasa tanggung jawabnya saat memenuhi fungsi dan tugas kosmiknya. Tidak peduli pada keduanya berarti bersedia menerima kekacauan. Kekacauan dalam hidup. Konsep "Islam Humanistik" menyatu pada titik tertentu, yaitu mengabdikan diri kepada manusia dan memenuhi tujuan Tuhan. Dengan kata lain, moralitas yang dibangun melalui sistem moral sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tetapi nilai-nilai agama tidak dapat diabaikan. Dengan kata lain, semua aspek kebebasan, kemandirian, dan kecerdasan manusia dihormati dan dihargai sebagaimana mestinya. Nilai-nilai ini tidak lagi diturunkan pada otoritas wahyu, tetapi posisinya dinilai sebagai "sarana" untuk memahami wahyu. Di sini, Islam humanis tidak mengecualikan monoteisme absolut, tetapi memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk mengembangkan kebajikan dalam hidup. Oleh karena itu, humanisme Islam memberi manusia keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Jadi, humanisme Islam jelas berbeda dengan humanis sekuler yang berkembang atas dasar penyempurnaan kepekaan moral dan kapasitas manusia tanpa mengandalkan wahyu. Akibatnya, kaum humanis rahim peradaban Barat lebih bahagia; dalam rumah dengan otoritas rasio, yang didasarkan pada realitas empiris dan sepenuhnya antagonis dan reaksioner terhadap dogma agama. Untuk alasan ini, teori humanis dunia Barat, yang dibangun sejak zaman Yunani, berusaha mencapai identitas manusia dengan segala kebencian kepada Tuhan. Humanisme Barat menjadikan manusia sebagai penentu apakah tindakan itu benar atau tidak, yang menyatakan bahwa semua potensi keindahan berada di dalam tubuh manusia. Akibatnya, kaum humanis Barat hanya memperhatikan unsur-unsur yang mengagungkan kesenangan manusia.
Akibatnya, masyarakat modern menilai baik-buruknya aksi kemanusiaan hanya dari segi material dan mengalami tragedi besar dalam aksi kemanusiaannya. Dengan demikian, versi humanis dunia Barat jelas tidak cocok dengan Islam humanis. Dunia humanis di Barat tampaknya telah mengubah kemuliaan manusia menjadi debu yang tidak berharga. Di sisi lain, humanisme Islam telah dengan jelas dan jelas membawa manusia pada status tertinggi dari semua makhluk Tuhan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori adalah  hal yang didasarkan pada penelitian dan temuan yang didukung oleh data dan argumen. Secara garis besar teori humanistik ini merupakan teori belajar yang lebih mengutamakan proses pembelajaran daripada hasil belajar. Teori tersebut mengusung konsep memanusiakan manusia agar manusia (santri) dapat memahami dirinya dan lingkungannya. Belajar merupakan salah satu kegiatan mental yang dilakukan oleh manusia, sehingga cara berpikir dan perilaku yang disebabkan oleh pembelajaran berubah. Teori humanistik juga memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya, maka dengan adanya tujuan dapat meningkatkan prestasi belajar yang dapat dikatakan berhasil dalam diri peserta didik.
 
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap para pembaca mampu memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah ilmu wawasan dan pengetahuan. Dan tak lupa kritik serta saran dalam bentuk apapun dapat kami terima agar kami lebih baik untuk kedepannya.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan, Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grofindo Persada, 2009) hal:36
Khusnul Mualim, Gagasan Pemikiran Humanistik, Journal Of Basic Education Vol 01, 2017
Musthafa Rahman, Pemikiran Pendidikan Humanistik Dalam Islam, Journal Alhikmat Jakarta, 2017
Ratna Syifa'a Rachmana, Psikologi Humanistik Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan, Media.neliti Vol 1, 2008
Cecep Kustandi, Teori Belajar Humanistik, Wordpress, 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun