Yang menyulitkan hidup adalah rasa kesal kita keadaan setiap orang karena mereka bahagia.
Adakah orang macam ini? Banyak. Mereka kesal dengan apapun kebahagiaan yang menghampiri orang lain. Sibuk menghitung pencapaian orang lain. Repot melihat orang lain senang. Duh, orang-orang macam ini hidupnya pasti sulit.
Apakah orang-orang ini tidak berkecukupan? Jelas. Ia tidak pernah cukup dengan dirinya. Ini bukan soal kaya atau miskin. Bukan soal pintar atau bodoh. Bukan. Ini soal sikap mental.
Hidupnya penuh, tapi dengan prasangka buruk kepada orang lain. Bukan penuh oleh kebahagiaan.Â
Dan sibuk pula mengajak orang lain untuk berprasangka buruk. Mencari kawanan yang bisa mereka cari untuk memburukan orang lain.
Larut dalam cemoohan untuk orang lain itu melelahkan. Tapi bagi mereka, itu biasa saja. Padahal, sikap sedemikian hanya membuang-buang waktu, percuma.
Tandanya apa? Jika ada temanmu memiliki kesenangan dan kau tak senang itu tandanya ada ciri kau ada tanda-tanda penyakit ini. Hati-hati.
Jika kita tidak bisa mengapresiasi pencapaian orang di sekeliling kita maka waspadalah. Bila nyinyir mulai muncul. Duh, elinglah.
Sifat-sifat itu akan meresap pelan-pelan. Dan tiba-tiba hidup kesal terus. Karena kita bukan sibuk mencari kehidupan yang lebih baik tapi sibuk menghitung kebahagiaan orang lain. Nelangsa sekali jika sudah terjerembab pada perasaan ini.
Bayangkan jika tetangga kita tiap weekend pergi ke mall, kita kesal. Tetangga berlibur ke luar negeri, kesal. Tetangga renovasi rumah, sebal. Kasian sekali hidup yang sempit seperti ini.
Cobalah hal-hal kecil ini. Ketika ada kebahagiaan menghampiri temanmu, maka jadilah yang terdepan memberi selamat. Wow kamu keren. Wah daebak. Wah selamat ya, bangga. Lakukan itu dengan setulus hati. Dengan hati lapang. Dan sering-seringlah. Mudahkah? Jika tak terbiasa tentu tak mudah. Tapi lakukan terus. Dengan senyum yang sumringah, sapaan sebaik-baiknya.