Di antara riuh zaman dan derasnya arus informasi, lahirlah satu generasi yang kerap dipandang dengan ragu sekaligus penuh harapan: Gen Z. Mereka tumbuh dalam pelukan teknologi, menyerap informasi dengan cepat, dan menyuarakan aspirasi melalui layar-layar kecil yang setia menemani. Namun, jangan disangka suara mereka hanya sebatas cuitan digital. Embun itu, meski lembut jatuh di daun, mampu menyuburkan tanah yang kering. Demikianlah aktivisme Gen Z kecil geraknya, namun berpotensi mengubah arah bangsa.
Fenomena ini tampak nyata ketika ribuan mahasiswa dan pemuda turun ke jalan di depan Gedung DPR beberapa waktu lalu. Dengan spanduk dan suara yang berpadu, mereka menuntut transparansi, keadilan, serta menolak keputusan yang dirasa tidak mewakili hati rakyat. Ada yang menatap dengan curiga, menganggap aksi mereka hanya riuh tanpa arah. Tetapi, jika direnungkan dengan hati yang jernih, itulah tanda bahwa generasi muda masih peduli, masih setia menjaga bara demokrasi.
Seperti kata Buya Hamka: "Pemuda adalah harapan bangsa, ibarat fajar menyingsing. Belum panas menyengat, tetapi cukup memberi tanda akan datangnya siang." Maka, ketika Gen Z turun ke jalan atau bersuara di ruang digital, itu bukan sekadar gelora sesaat, melainkan tanda fajar bagi perjalanan bangsa.
Aktivisme Gen Z di Era Digital
Aktivisme Gen Z berbeda dari generasi sebelumnya. Jika dahulu orasi di jalan menjadi satu-satunya cara, kini dunia maya menjadi ruang baru yang tidak kalah lantang. Media sosial menjelma sebagai mimbar rakyat, tempat suara didengar tanpa batas ruang dan waktu. Gerakan digital seperti #ReformasiDikorupsi menjadi bukti bahwa aspirasi dapat menyebar cepat, melintasi sekat geografis dan sosial.
Seorang siswi SMA pernah menulis di akun pribadinya, "Aku tak punya panggung besar, tapi aku punya satu gawai kecil untuk bicara." Unggahan itu disukai ribuan orang, lalu disebarkan ulang oleh akun-akun besar. Dari kata-kata sederhana seorang remaja, tumbuh kesadaran kolektif yang akhirnya menjelma menjadi gerakan nyata. Inilah kekuatan kecil yang sering dipandang remeh, tetapi justru tumbuh menjadi ombak besar.
Namun, keunikan Gen Z terletak pada cara mereka memadukan dunia digital dengan dunia nyata. Mereka tidak hanya berhenti pada unggahan atau tanda pagar, tetapi juga berani menjelmakan suara digital itu ke aksi nyata di lapangan. Demonstrasi di depan Gedung DPR yang terjadi baru-baru ini adalah salah satu contohnya. Ribuan mahasiswa membawa keresahan dari ruang virtual ke jalan raya, menyatukan nalar dan rasa dalam barisan yang rapi.
Bukankah itu tanda bahwa generasi ini tidak apatis, melainkan mencari bentuk baru dalam menyuarakan cinta tanah air? "Biar kecil api di tangan, asal menyala memberi terang; demikianlah suara muda, kecil kata tetapi besar makna."
Data dan Suara Publik
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia pada tahun 2025 mencatat bahwa sekitar 62% anak muda merasa isu korupsi dan keterbukaan informasi adalah persoalan paling mendesak di negeri ini. Fakta ini berkelindan dengan aksi demonstrasi mahasiswa di DPR, di mana sebagian besar peserta adalah Gen Z yang membawa keresahan akan masa depan mereka.