Tatkala manusia berjalan di bumi, langkahnya sering pincang oleh harapan yang patah. Hidup ibarat bahtera dihempas gelombang: kadang layar terkembang disapa angin sepoi, kadang hampir karam dihantam badai. Di situlah hati bertanya ke mana harus bersandar, siapa yang dapat diharap, ketika pundak manusia lain pun tak mampu menahan beban luka yang menimpa.
Dan dalam keheningan itu, hati tersentuh oleh kasih-Nya melalui firman:
"Kami telah menciptakan manusia, dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."Â (Qaf: 16)
Betapa lembut kalimat itu menusuk ke jiwa. Ternyata, saat manusia merasa sendiri, ia tak pernah benar-benar sendiri. Sedekat nafas yang turun naik, sedekat nadi yang berdenyut, begitulah dekatnya Allah dengan hamba-Nya. Tatkala malam menutup hari dengan gelapnya, hatilah yang tenang akan merasa hangatnya cahaya kasih-Nya, bagai sinar rembulan menembus kabut pagi di tanah Melayu, memberi petunjuk dan penghiburan.
Ada waktu hati hancur ditinggal kawan, pundak lemah tiada tempat bersandar, dunia seolah berpaling muka. Saat itu, kalam-Nya hadir menenangkan:
"Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Aku bersama kamu." (At-Taubah: 40)
Kalimat itu ibarat embun pagi menyejukkan tanah yang retak. Jiwa yang hampir putus asa pun bangkit kembali. Sebab siapa yang dapat melawan bila Allah yang menemani? Bahkan di tengah derai air mata dan kesepian, ada tangan tak terlihat yang menenangkan dan menuntun langkah yang goyah. Seumpama daun-daun yang jatuh di sungai, terbawa arus namun tetap bersandar pada aliran yang menuntun ke laut luas, begitulah hati yang percaya pada-Nya akan menemukan jalan keluar dari segala gelisah.
Namun manusia sering terjerat salah, noda hidup menutupi wajah hati. Laksana kain putih terciprat lumpur, semakin diusap semakin nyata noda. Tetapi kasih-Nya tetap menyapa melalui pengingat:
"Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." (Al-A'raf: 156)
Maka jangan berlarut dalam kelam, karena rahmat-Nya lebih luas daripada murka. Taubat bukan sekadar pintu yang terbuka, tetapi jalan lapang menuju pelukan kasih yang tak pernah menolak siapa pun yang kembali. Bahkan ketika manusia merasa tidak layak, pintu pengampunan selalu terbuka, menunggu langkah yang ingin kembali pulang ke sumber kasih-Nya. Seperti pohon tua di tepian hutan yang meneduhkan siapa pun yang berlindung di bawahnya, begitu pula rahmat-Nya meneduhkan hati yang kembali kepada-Nya.
Dan kala manusia berdoa, ada yang merintih lirih, ada yang menangis tanpa suara, ada pula yang hanya memendam dalam hati. Semua itu disambut oleh janji-Nya yang pasti:
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."Â (Ghafir: 60)
Doa itu ibarat jala yang dilempar nelayan ke laut. Tidak selalu hasilnya datang seketika, namun laut kasih Allah takkan pernah mengecewakan. Kadang Ia memberi bukan apa yang engkau pinta, melainkan apa yang lebih engkau perlu. Dan kadang Ia menahan sejenak, agar manusia belajar bersabar, memahami hikmah, dan semakin dekat dengan-Nya. Seumpama pagi yang malu-malu menyingkap kabut, begitu juga jawaban-Nya muncul di kala yang tepat, membawa terang bagi hati yang sabar menanti.
Maka, wahai jiwa yang letih, jangan bersandar pada dunia yang fana. Dunia hanyalah singgahan musafir, ibarat berteduh sejenak di bawah pohon, lalu bangkit kembali melanjutkan perjalanan. Peganglah kalam Allah, sebab di dalamnya terkandung syair kasih yang tak pernah padam. Sungguh, tatkala manusia berjalan di bumi dengan segala luka dan duka, Allah senantiasa membisikkan kasih-Nya melalui firman. Barang siapa yang membuka hati, akan merasakan ketenangan yang lebih indah daripada segala nikmat dunia, seolah langkah yang berat menjadi ringan, dan hati yang gelisah menemukan damai yang tak ternilai.