Mohon tunggu...
Angga Hermanda
Angga Hermanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Globalkan Perjuangan, Globalkan Harapan!

Bagian Bangsa Indonsia | BPP Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) | IKA Faperta Untirta | Lembaga Kajian Damar Leuit Banten | Koperasi Petani

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

2015: Pemerintah “Gagal” Capai Target Pengentasan Kemiskinan

1 Maret 2016   17:51 Diperbarui: 1 Maret 2016   18:14 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemiskinan bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan tantangan utama yang harus dipecahkan. Terlebih Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur keberhasilan Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satunya yaitu jumlah tenaga kerja pertanian yang juga berpengaruh besar terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia dan perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) yang mengukur tingkat kesejahteraan petani.

Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah menargetkan pada tahun 2015 penduduk miskin akan berkurang sebesar 9,5-10,5% atau sekitar 0,9-3,46 juta jiwa.  Pada tanggal 4 Januari 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan berita resmi tentang Kemiskinan di Indonesia sampai bulan September 2015. Jumlah penduduk miskin—penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan—di Indonesia mencapai 28,51 juta orang (11,13 persen) atau berkurang sebesar 0,08 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 sebesar 28,51 juta orang (11,22 persen).

Data diatas menunjukan bahwa Pemerintah telah gagal menurunkan jumlah penduduk miskin sepanjang tahun 2015. Target penduduk miskin akan berkurang sebesar 9,5-10,5% atau sekitar 0,9-3,46 juta jiwa terbukti meleset karena hingga tahun 2015 ditutup, penduduk miskin hanya berkurang sebesar 0,08 juta jiwa. Penduduk miskin tersebar di daerah perkotaan dan perdesaan. 

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen kemudian naik pada Maret 2015 menjadi 8,29 persen, lalu pada September 2015 turun menjadi 8,22 persen. Selama satu tahun sejak September 2014-September 2015 penduduk miskin diperkotaan bertambah sebanyak 0,26 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,62 juta orang pada September 2015).

 Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2014 sebesar 13,76 persen kemudian naik pada Maret 2015 menjadi 14,21 persen, lalu turun pada September 2015 menjadi 14,09 persen. Sepanjang satu tahun penduduk miskin di perdesaan meningkat sebanyak 0,52 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,89 juta orang pada September 2015). Penduduk desa yang sebagian besar berprofesi sebagai petani memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dibanding penduduk di perkotaan.

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2015 tercatat sebesar 73,07 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda pada Maret 2015 sebesar 73,23 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe dan tahu.

Krisis harga beras di awal tahun 2015 juga berkontribusi tinggi dalam peningkatan jumlah penduduk miskin—terkhusus di perdesaan—karena selain menjadi produsen, petani juga menjadi konsumen pangan itu sendiri. Oleh karena itu mengkonsumsi pangan yang beragam merupakan solusi nyata pengentasan kemiskinan. Kemudian untuk Garis Kemiskinan pada September 2015 sebesar Rp. 344.809,- per bulan atau lebih besar dibanding Maret 2015 sebesar Rp. 330.776,- per bulan. Nilai garis kemiskinan yang tinggi patut diduga akan memperbesar peluang peningkatan angka kemiskinan itu sendiri—mengingat pertumbuhan ekonomi penduduk saat ini tidak merata dan cenderung timpang. 

Salah satu penyumbang angka kemiskinan yang dapat dijadikan acuan yaitu jumlah tenaga kerja pertanian yang juga berpengaruh besar terhadap Tingkat Penganguran Terbuka. Pada November 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tentang Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2015. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2015 berjumlah 114,8 juta orang atau berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Pebruari 2015 dan bertambah 190 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014. Angka penduduk yang bekerja tersebut berpengaruh nyata terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2015 yakni sebesar 6,18 persen. TPT Agustus 2015 meningkat dibanding TPT Pebruari 2015 sebesar 5,81 persen dan TPT Agustus 2014 sebesar 5,94 persen.

Dari 114,8 juta orang penduduk yang bekerja pada Agustus 2015, sebanyak 37,75 juta—sekitar 32 persen dari total penduduk yang bekerja—menyandarkan lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian. Dengan persentase tersebut menjadikan sektor pertanian sebagai sektor yang paling berpengaruh terhadap TPT pada Agustus 2015 diikuti oleh perdagangan, jasa kemasyarakatan/perorangan, industri, konstruksi, transportasi dan yang lainnya. Sejak Agustus 2013 perkembangan penduduk dengan lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian bergerak cenderung fluktuatif kemudian turun secara periodik. 

Pada Agustus 2015 berjumlah 37,75 juta orang turun sebanyak 2,37 juta orang dibanding Pebruari 2015 sebesar 40,12 juta orang. Begitupun juga pada Agustus 2014 tenaga kerja pertanian tercatat sebesar 38,97 juta orang lebih rendah dibanding Pebruari 2014 sebesar 40,83 juta orang dan Agustus 2013 sebesar 39,22 juta orang.

Jika ditinjau dari data dua tahun terakhir ini, jumlah penduduk dengan lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian mengalami trend penurunan. Siklus penurunan terjadi setiap bulan Agustus dan terjadi peningkatan—walaupun tidak signifikan—pada bulan Pebruari. Hal tersebut menandakan bahwa penduduk perdesaan yang sebagian besar lapangan pekerjaan utamanya dari sektor pertanian semakin berkurang. Kenyataan ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk miskin yang masih tinggi di perdesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun