Mohon tunggu...
ANGGA ALFIAN
ANGGA ALFIAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Angga

2000 y.o

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Antar Budaya di Madura

25 Januari 2022   11:52 Diperbarui: 25 Januari 2022   11:56 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Pernikahan mengharuskan pasangan untuk mengomunikasikan pikiran dan perasaan mereka satu sama lain. Masalah utama pernikahan lintas budaya adalah terkait dengan komunikasi. 

Pernyataan ini jelas menunjukkan pentingnya suatu bentuk komunikasi antar budaya. Komunikasi diadik dalam hubungan perkawinan, adalah jenis khusus dari hubungan interpersonal. Perkawinan antara orang-orang dari budaya yang berbeda telah lama menjadi bagian dari sejarah orang Madura.

Pernikahan lintas budaya merupakan fakta kehidupan yang bisa terjadi di mana saja. Di negara multikultural seperti Indonesia, peluang penelitian khusus dalam perkawinan antarbudaya sangat potensial. Fokus tulisan ini menjelaskan bahwa pernikahan lintas budaya tidak hanya terjadi karena perbedaan suku, kebangsaan, dan sebagainya. 

Perkawinan lintas budaya juga terjadi dalam lingkup etnis yang sama, namun dengan latar belakang pengetahuan agama dan status sosial keagamaan yang berbeda di masyarakat. Hal ini penting karena posisi pemuka agama di wilayah Madura memiliki posisi yang strategis di masyarakat. 

Dengan kedudukan ini, perkawinan antar kyai biasanya dilakukan dengan keluarga kyai lainnya. Sehingga apabila terjadi perkawinan antara keluarga kyai dengan non-kyai, dapat juga dikategorikan sebagai perkawinan lintas budaya.

Dalam hal perkawinan antara keluarga kyai dan non-kyai, beberapa faktor menyebabkan seseorang memilih pasangan hidup dengan latar belakang leluhur yang berbeda, antara lain cinta pada pasangan, aturan keluarga yang ketat sehingga dilanggar.

Berkaitan dengan pilihan pasangan dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda, pasangan lintas budaya ini mengalami tekanan baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial. 

Beberapa akibat yang diterima anak yang melanggar aturan keluarga tersebut antara lain tidak diakui sebagai anggota keluarga dan dianggap memiliki status sosial yang berbeda dengan keluarga besarnya.

Dalam keluarga kyai, anak laki-laki umumnya lebih bebas memilih pasangan hidupnya atau menerima perjodohan dari keluarga. Orang tua (kyai) tidak memaksakan perjodohan seperti yang dilakukan pada anak perempuan. Namun, kebebasan laki-laki kyai laki-laki dalam memilih pasangan harus memperhatikan kriteria yang ditentukan oleh keluarga.

Perkawinan melalui perjodohan putri kyai masih sering terjadi di kalangan masyarakat Madura. Hal ini ditunjukkan ketika putri kyai tumbuh dewasa, "kyai" akan menunggu lamaran dari pria yang pantas menjadi suami putri kyai. Bahkan orang tua terkadang memaksa dan mencari jodoh. Pasangan yang biasa ditemui bisa berasal dari keluarga kyai atau santri terbaik di pondok tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun