Mohon tunggu...
Muhammad Anfaul Ilmy
Muhammad Anfaul Ilmy Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi FISIB UTM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mutilasi di Pacet dan Cermin Retak Kemanusiaan Kita Dalam Kacamata Sosiologi

12 September 2025   13:02 Diperbarui: 12 September 2025   13:13 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Pacet, Mojokerto, warga dikejutkan dengan penemuan yang mengerikan. Di semak belukar, mereka mendapati potongan-potongan tubuh manusia yang tercecer. Korban adalah seorang perempuan muda. Cerita ini langsung menyebar ke mana-mana, membuat banyak orang bergidik sekaligus bertanya, bagaimana mungkin kekejaman semacam ini bisa lahir di tengah masyarakat yang katanya religius dan penuh nilai gotong royong. 

Dalam sosiologi, Émile Durkheim pernah mengatakan bahwa kejahatan adalah sesuatu yang selalu ada dalam setiap masyarakat. Tapi mutilasi, tindakan kejam yang memotong tubuh manusia menjadi bagian-bagian kecil, menunjukkan bahwa kita sedang berada dalam situasi yang lebih parah, yaitu anomie. Anomie adalah kondisi ketika norma yang biasanya menjadi pegangan hidup tidak lagi punya kuasa. Nilai moral yang biasanya menahan seseorang untuk tidak berbuat keji seakan tidak lagi bekerja. 

Tragedi ini juga membuka mata kita soal siapa yang paling sering jadi korban dalam masyarakat yang penuh ketimpangan. Perempuan, lagi-lagi berada di posisi paling rentan. Tubuh perempuan seolah dianggap sah untuk diperlakukan semena-mena. Dalam kacamata konflik, kasus ini mencerminkan masih kuatnya relasi kuasa yang tidak adil. Patriarki masih bekerja dalam diam, menempatkan perempuan pada titik rapuh yang bisa kapan saja dimanfaatkan bahkan dengan cara sekejam ini.

Lalu muncul pertanyaan, di mana kontrol sosial itu. Polisi mungkin baru bergerak setelah kejadian, tapi sejatinya kontrol sosial tidak hanya datang dari aparat. Melainkan tumbuh dari keluarga, tetangga, dan komunitas di sekitar kita. Apakah kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing hingga lupa untuk peka terhadap lingkungan. Ketika kepedulian melemah, ruang kosong itu justru diisi oleh kekerasan yang bisa tumbuh diam-diam dan meledak dengan cara paling brutal.

Kasus mutilasi di Pacet bukan sekadar berita kriminal yang bikin bulu kuduk berdiri.  Kasus ini adalah cermin yang memantulkan wajah kita sendiri. Masyarakat yang rajin beribadah, tetapi sering gagap melindungi sesama. Durkheim mengingatkan, setiap kejahatan sebenarnya mengguncang kesadaran kolektif agar masyarakat kembali menata norma. Pertanyaannya, maukah kita belajar dari tragedi ini.  

Di balik semak belukar tempat potongan tubuh itu ditemukan, kita seakan diingatkan bahwa ada "semak belukar sosial" yang lebih berbahaya, yakni saat hati manusia dipenuhi kebencian, dendam, dan keterasingan. Jika luka itu dibiarkan, kita akan terus dihantui kabar serupa di kemudian hari. Maka tragedi Pacet seharusnya menjadi alarm bersama, tanda bahwa kita perlu merawat kembali nilai-nilai kemanusiaan sebelum yang tersisa hanyalah berita duka dan rasa takut yang membatu.

Pada akhirnya, peristiwa ini mengajarkan kita bahwa keamanan bukan hanya tugas aparat, melainkan hasil dari ikatan sosial yang kuat. Ketika kita saling peduli, saling menjaga, dan saling mendengar, kita sedang merajut benteng yang jauh lebih kokoh daripada pagar besi atau kamera pengawas. Tragedi Pacet mungkin sebuah luka, tetapi dari luka itu kita bisa belajar. Sebab masyarakat yang baik bukanlah masyarakat yang bebas dari tragedi, melainkan masyarakat yang mampu menjadikannya pelajaran untuk tumbuh lebih manusiawi. 

 

   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun