Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gulungan Ein Gedi: Salinan Kitab Pentateukh Tertua yang Pernah Ditemukan dalam Tabut Taurat

17 September 2025   07:00 Diperbarui: 17 September 2025   03:57 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: En-Gedi Scroll Finally Deciphered (www.sci.news)

Di dunia arkeologi, ada kalanya sebuah penemuan kecil mampu membuka jendela besar menuju masa lalu. Seperti potongan puzzle yang hilang, keberadaannya membuat gambaran sejarah menjadi lebih utuh. 

Salah satu penemuan yang berhasil melakukan hal ini adalah gulungan Ein Gedi, sebuah naskah Ibrani yang sempat dianggap tidak berguna karena hangus total, tetapi ternyata menyimpan rahasia besar. Melalui teknologi modern, gulungan ini kemudian terungkap sebagai salinan kitab Pentateukh tertua yang pernah ditemukan dalam tabut Taurat.

Kisah gulungan ini bukan hanya soal benda kuno yang bertahan melawan waktu, melainkan juga bukti bagaimana spiritualitas, sejarah, dan sains modern bisa berpadu. Dengan bantuan pemindaian 3D dan rekonstruksi digital, para ilmuwan berhasil “membuka” gulungan yang tak mungkin disentuh, lalu menemukan teks yang selama berabad-abad terkubur dalam abu dan arang.

Mari kita menelusuri asal usul gulungan Ein Gedi, bagaimana teknologi membawanya kembali ke dunia pembaca, serta mengapa penemuan ini begitu penting bagi sejarah agama dan kebudayaan manusia.

Asal Usul Gulungan Ein Gedi

Tahun 1970, para arkeolog yang menggali situs sinagoga kuno di Ein Gedi, sebuah oasis di tepi Laut Mati, menemukan sesuatu yang tidak biasa. Di dalam tabut Taurat, tempat sakral yang biasa digunakan untuk menyimpan kitab suci, terdapat gulungan hitam hangus yang rapuh seperti arang.

Berdasarkan catatan sejarah, sinagoga ini terbakar sekitar abad ke-6 Masehi. Api melahap hampir semua isinya, termasuk gulungan Taurat yang seharusnya menjadi pusat liturgi dan doa jemaat. Yang tersisa hanyalah segumpal arang berbentuk gulungan.

Selama puluhan tahun, para peneliti hanya bisa menyimpannya sebagai artefak tanpa harapan. Kondisinya terlalu rapuh untuk disentuh, apalagi dibuka. Jika dipaksa, gulungan itu pasti hancur berkeping-keping. Karena itu, ia sempat dianggap tidak lebih dari sisa karbon menarik secara arkeologis, tetapi tidak bisa dibaca.

Siapa sangka, beberapa dekade kemudian, kemajuan teknologi justru mengubah cara pandang ini.

Teknologi Pemindaian 3D dan Rekonstruksi Digital

Titik balik terjadi berkat kerja sama tim internasional yang dipimpin oleh Prof. Brent Seales dari University of Kentucky. Mereka menggunakan metode “virtual unwrapping”sebuah teknik untuk membuka gulungan secara digital tanpa menyentuh fisiknya.

Prosesnya tidak sederhana, melainkan melalui beberapa tahapan canggih:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun