Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Adakah yang Sudah Rindu Kehadiran Pengamen Bus?

8 November 2020   18:54 Diperbarui: 10 November 2020   11:16 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengamen adalah fenomena sosial di sekitar kita. (sumber: @kompasTV/Twitter)

Ini mengingatkanku pada treatment bernyanyi serius yang biasanya terdapat di dalam musik opera Eropa. Tanpa amplifikasi, penyanyi opera dituntut untuk melatih kekuatan volume suaranya agar bisa terdengar se-antero concert hall.

Namun, mereka (penyanyi opera) beruntung karena terbantu oleh respon akustik dari ruangan konser yang menggemakan suara dengan bagus. Sementara pengamen? 

Ia berjuang melawan ganasnya soundscape mesin dan angin yang masuk dari pintu bus tanpa dimanjakan oleh ruang akustik. Malah sepertinya sudah menjadi noise yang tak bisa dikompromi. Tapi tetep, gaspol mbengok pokoke cah!

Kedua, dari segi materi lagu yang dibawakannya. Menurut saya ada dua tipe, yaitu pengamen yang membawakan lagu populer secara lugu apa adanya, dan pengamen yang mengkreasi sendiri lagunya.

Untuk yang pertama, pasti tidak ada yang menarik untuk dibahas, kecuali memang bekal materi vokal nya merdu dan modal musikalitasnya di atas rata-rata. Yang menarik adalah yang kedua. Saya mendapati banyak kreasi baru dari mereka, seperti men-Jawakan lagu luar, mengganti lirik dengan yang parodi, sampai dengan pembentukan suatu gaya yang khas.

Yang ekstrem saya pernah mendapati pengamen men-Jawakan lirik Knocks on the Heaven Doors milik Bob Dylan. Terdapat lirik "dok-dok digedok lawang surgo.." Selain terkejut, sebenarnya saya hampir tertawa terbahak, namun saya tahan. Sebenarnya bukan soal lucu tidaknya, saya hanya shock saja. 

Saya kurang ingat bagaimana persis liriknya, tapi sajian (saya menggunakan kata sajian agar mudah) itu menarik. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya sajian itu memunculkan image yang berseberangan dengan image yang telah dibangun mapan di lagu aslinya.

Bahkan kalau mungkin lebih dikaji lagi secara sastrawi, dialek-dialek bahasa lokal yang terasa dalam pelafalan lirik itu bisa dibilang mampu mempunyai membangunan estetikanya sendiri. Sehingga tidak bisa dibandingkan dengan kata "bagusan mana?". Kasus translate dan tafsir bahasa memang bukan hal yang baru, dari dulu sudah ada.

Perkara itu legal atau ilegal bukan urusan saya. Yang mau saya bahas di sini adalah wujud barunya. Saya kira ini juga mewakili dengan macam kreasi lain yang sudah saya sebutkan di atas seperti mengganti lirik yang parodi (lucu-lucuan). Bedanya mungkin di kadar hiburannya, namun konteks kreasinya masih sama. Begitu juga dengan embrio pembentukan gaya yang khas pengamen.

Nah, bicara soal gaya yang khas dari musik dari pengamen bus ini, minggu lalu saya membeli album dari teman saya, Kiky namanya. Ia membuat album solonya di tahun ini yang berjudul Lagu Seniman Rantau. 

Setelah saya buka album dan dengarkan lagunya, ternyata musiknya sengaja merepresentasikan musik-musik dari bus kota Sumber Kencono, dimana bus itu merupakan bus jalur Jogja -Surabaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun