Mohon tunggu...
Andri Satria
Andri Satria Mohon Tunggu... Sekretaris - Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu dan Perindustrian (DPMPTP)

Dibesarkan di ibukota Propinsi Sumatera Barat, kota Padang. Pendidikan Strata 1 ditempuh di universitas tertua di luar Pulau Jawa, Universitas Andalas Padang dan lulus tahun 1991. Kemudian mengabdi sebagai PNS di Kabupaten Padang Pariaman (Sumbar) mulai tahun 2005. Mendapat tugas belajar ke Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) pada tahun 2008.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nikmatnya Dendam

22 Oktober 2010   10:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:12 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam pergaulan hidup sehari-hari kita, gesekan atau pertikaian pasti terjadi disengaja ataupun tidak. Gesekan dan pertikaian ini pun bisa memicu pertengkaran dan perkelahian yang bisa merusak fisik pribadi maupun lingkungan sekitarnya. Akibat dari pertengkaran dan perkelahian ini pun bentuknya bermacam-macam: lecet, luka-luka, bahkan sampai berujung kepada kematian. Kematian yang terjadi bisa menjadi akhir dari pertikaian atau gesekan tadi tetapi ada juga menjadi awal dari permasalahan baru yaitu dendam yang tak berujung! Kok bisa? Kematian seseorang akibat pertengkaran atau perkelahian dengan pihak lain secara langsung memang ditanggung oleh dua orang tersebut, tetapi masing-masing orang yang bertengkar ini sudah barang tentu memiliki pengikut atau tanggungan. Kalau dia seorang pimpinan tentu punya pengikut, sedangkan kalau dia adalah seorang kepala keluarga sudah barang tentu punya tanggungan isteri/suami, anak, cucu, menantu, mertua bahkan orang tua. Kematian yang diakibatkan pertengkaran tadi jika tidak diterima oleh pengikut atau tanggungannya maka akan menjadi dendam yang tak akan pernah berhenti dan tidak punya ujung. Pihak yang mendapatkan kematian tidak akan menerima anggotanya dibunuh akan melakukan pembalasan dengan cara yang sama. Apabila terjadi pembunuhan maka pihak yang membunuh tentu akan dicari untuk dibunuh juga dan begitu seterusnya sampai tidak ada lagi yang bisa dibunuh maka berhentilah kasus tersebut. Sebagai bukti sejarah dapat dibaca sejarah terbentuknya kerjaan Singosari atau Majapahit yang penuh dengan misteri aksi pembunuhan perebutan tampuk kekuasaan kerajaan. Cerita di atas adalah cerita dimana masing-masing pihak bisa dan mampu melakukan aksi balas dendam. Bagaimana dengan yang tidak sanggup? Yang akan tercipta adalah manusia-manusia penyimpan dendam atau lebih dikenal dengan istilah pendendam. Pendendam ini pada dasarnya lebih berbahaya dibandingkan dengan yang tidak karena selalu menyimpan rasa dendam dan setiap pembicaraannya adalah menyebarkan dendam. Si pendendam, karena tidak sanggup melakukan aksi balas dendam maka setiap pikiran dan anganya penuh dengan nafsu dendam. Pada saat dia kuat dan mampu dia siap melakukan aksi pembalasan yang lebih berbahaya dibandingkan dengan yang sudah melakukan. Pada saat masih memendam rasa dendam, dia merasakan kenikmatan setiap membayangkan kebencian dan kemarahan. Setiap detil pembalasan yang ada dalam alam pikirannya merupakan zat aditif yang sangat ampuh memuaskan rasa benci dan amarah. Itu makanya, kenapa setiap kita memikirkan seseorang dengan perasaan benci membuat kita terhanyut dengan rasa dendam. Setiap agama di muka bumi ini sangat melarang rasa benci dan dendam dalam hati. Seperti agama Hindu, Budha, Kristen dan Protestan. Bahkan Mahatma Gandhi mengajarkan melarang kekerasan dan pembalasan dendam. Tapi anehnya kenapa cerita film Hindustan mempertontonkan aksi heroik pembalasan dendam bahkan saking dramatisnya diputar secara slow motion. Dlam agama Islam dikisahkan bagaimana Nabi Muhammad membalas perlakuan orang yang membencinya dengan lemah lembut seperti kisah seseorang yang selalu melempar kotoran ke kepala Nabi setiap lewat di muka rumahnya. Tetapi ketika orang tersebut sakit Nabi-lah yang pertama menjenguknya. Tulisan ini sengaja saya tuangkan pada saat sekarang semua rakyat Indonesia disibukkan dengan usulan pemberian gelar Pahlawan kepada mendiang bapak Soeharto. Ada yang pro dan ada yang kontra. Semoga tulisan singkat ini bisa menginspirasi semua orang untuk mengambil keputusan yang bijak dan kebaikan semua pihak serta untuk Indonesia yang lebih beradab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun