Mohon tunggu...
SITUMORANG YOSUA
SITUMORANG YOSUA Mohon Tunggu... Akuntan - To celebrate life, to do something good for others

Writing is living in eternity. Your body dead, your mind isn't.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

The Power of Meminta

23 Mei 2023   20:39 Diperbarui: 23 Mei 2023   20:40 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

  • Intro 

Semakin dewasa saya merasa semakin jauh dari Tuhan Yesus. Mungkin karena semakin banyak dosa yang saya perbuat, kadang saya sering merasa tidak layak dan semakin jarang setor muka. Dulu, minimal sebelum makan dan sebelum tidur selalu berdoa. Sekarang hanya sebelum makan saja. Sebelum tidur sudah tidak ingat apa-apa lagi selain bantal dan guling.

Menjelang menikah, saya dan calon istri menjalani konseling pernikahan dengan didampingi oleh seorang pendeta yang akan memberkati kami nanti. Dalam sesi konseling itu dibahas banyak hal, termasuk tentang bagaimana nanti kami tinggal, karena saya kerja di Jakarta, dan calon istri saya di Surabaya. Ketika pak pendeta bertanya ,"Kenapa begitu? Apa tidak bisa satu kota?" dengan cepat mulut saya menjawab ,"Ya sulit pak, kita juga masih butuh untuk bekerja, jadi mungkin terpisah sementara waktu." Yang mengagetkan adalah respon pak pendeta berikutnya ,"Sudah pernah meminta?" "Maksudnya pak?" tanya saya. "Ya meminta kepada Tuhan, bahwa ingin tinggal satu kota dan berdekatan." Seketika saya merasa bodoh. Iya juga ya. Apa susahnya meminta pada Tuhan. Tidak bayar. Completely free. 

Saya flashback ke belakang. Saya ingat-ingat, semakin dewasa saya memang semakin jarang mengandalkan Tuhan. Saya lebih banyak mengandalkan kekuatan saya sendiri, menggantungkan diri pada pekerjaan dan uang. Saya lebih sering mencoba menyelesaikan masalah saya sendiri, tanpa lebih dulu meminta dan memohon kebijaksanaan-Nya. Padahal, apa susahnya? Misalnya, ketika saya mau melakukan sesuatu yang saya tidak begitu yakin, harusnya kan saya bisa berdoa dulu, memohon kepada Tuhan agar diberi petunjuk dan kebijaksanaan, apakah yang akan saya lakukan benar. Kalau pun pada akhirnya tidak sesuai, minimal saya sudah minta bantuan pada Sang Maha, apalagi kalau saya mengaku sebagai orang ber-Tuhan dan beragama.

  • Dia Hanya Sejauh Doa

Momen-momen terjepit memang seringkali membuat kita teringat untuk meminta pertolongan. Ketika kita merasa butuh bantuan, barulah kita teringat pada Sang Maha. Sama halnya ketika saya dan calon istri saya mengalami kendala dalam mempersiapkan pernikahan kami.

Ketika itu, kami memesan undangan hardcopy secara daring. Namun, 3 minggu menjelang acara, vendor malah semakin tidak kooperatif dan lambat dalam merespon. Padahal kami sudah membayar DP sebesar 70 persen, tapi barang malah tidak kunjung datang. Kabar pun tidak ada. Kami pun memutuskan akan mendatangi vendor tersebut, yang jaraknya kurang lebih 1,5 jam dari kota tempat kami tinggal. Kalau pulang pergi, berarti kami butuh waktu 3 sampai 4 jam hanya untuk mendatangi vendor ini.

Belum lagi kemungkinan kami harus memesan undangan hardcopy di tempat lain untuk mengantisipasi kalau vendor undangan ini benar-benar wanprestasi dan tidak menepati janji. Terpaksa kami harus mengeluarkan bajet tambahan, padahal bajet juga sudah pas-pas an. Belum lagi karena banyak hal harus dikerjakan, waktu menjadi sangat penting sehingga membuang-buang waktu untuk mendatangi vendor yang jauh diluar kota tentu sebuah kerugian.

Ditengah semua keruwetan itu, Sabtu pagi jam 9, sebelum keputusan-keputusan diambil untuk dilakukan pada hari tersebut, saya memilih untuk mengadu pada Tuhan. Mengambil waktu sejenak, tidak sampai 5 menit, menceritakan keluh kesah saya, dan memohon Dia untuk menunjukkan apa yang kami harus lakukan, agar waktu dan biaya tidak terbuang percuma. Saya memohon bimbingan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan.

Kami memutuskan untuk berangkat ke kota si vendor pada jam 3 siang, sepulang calon istri saya dari bekerja, dan setelah kami bertemu calon vendor baru untuk mencetak undangan hardcopy pada jam 1 siang. Waktu yang sangat sempit dan padat. Padahal, hari itu juga kami harus berangkat ke kota tempat acara akan dilaksanakan, yang tempatnya berbeda arah dari kota tempat vendor tersebut berada karena ada beberapa hal yang harus dikerjakan. Entahlah, saya pasrah saja. Apakah waktu di hari itu akan cukup untuk kami berseliweran kesana kemari. Membayangkannya saja sudah sakit kepala.

Ajaibnya, jam 11 siang vendor yang tidak merespon selama beberapa hari membalas chat dari calon istri saya, dan mengatakan bahwa undangan sudah mereka kirim. Padahal belum dilunasi, dan ongkos pengiriman juga belum diberikan. Puji Tuhan. Tidak ada bajet tambahan yang harus kami keluarkan. Juga tidak ada waktu yang terbuang percuma untuk mengurusi hal yang seharusnya beres dan baik-baik saja.

Saya kagum sekali dengan apa yang saya alami. Luar biasa rasanya, ketika doa itu terjawab dalam waktu yang relatif singkat. Manjur dan tepat waktu. Kami sungguh lega dan berterima kasih atas kemurahan hati Tuhan. Saya tidak bisa bayangkan betapa kacaunya hari itu kalau skenarionya seperti yang saya rencanakan, tanpa melibatkan Tuhan.

  • Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun