*Kepercayaan Publik: Modal Sosial Pembangunan Ekonomi*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Selalu jadi pertanyaan para perancang pembangunan, kenapa sebagian masyarakat dunia bisa sangat efisien dan efektif dalam kerja memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya?
Francis Fukuyama dalam 'Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity' (Free Press, 1995) ingin merajut budaya saling percaya (high trust society) langsung ke inti pemahaman kita tentang sukses atau gagalnya pembangunan ekonomi.
Digarisbawahi oleh Francis Fukuyama bahwa negara-negara makmur adalah dimana relasi bisnis (ekonomi) terjadi secara encer, sangat fleksibel (lentur, tidak kaku). Bisa begitu lantaran ada basisnya, yaitu kepercayaan (trust). Saling percaya satu sama lain. Percaya bahwa omongannya bisa dipegang. Janji pasti ditepati.
Sementara itu di belahan bumi lain, Presiden Joko Widodo sedang getol-getolnya membangun, infrastruktur dan sumber daya manusia, demi memperkuat fundamental pembangunan ekonomi.
Namun perjalanannya tidak rata dan mulus. Gangguan soal HAM (hak asasi manusia), isu intoleransi dan radikalisme (manipulasi agama) sampai ke isu terorisme dan korupsi terus menggerecoki.
Sampai Setara Institute perlu menyikapinya dengan membuat komentar pers tentang ini. Hendardi (Ketua Setara Institute) dalam rilis komentar pers yang beredar luas di berbagai media sosial tertanggal 16 Feb 2020 mengatakan keprihatinan (kalau bukan pesimisme)nya. Hendardi meminta, untuk soal HAM dan intoleransi, agar Presiden Jokowi segera memberi jawab atas harapan publik.
Setara Institute meminta agar Presiden Jokowi bersama segenap instrumen lembaga di bawahnya bisa secara terintegrasi membereskan soal pelanggaran HAM (yang sekarang maupun hutang sejarah yang belum dibereskan), juga kasus-kasus intoleransi yang masih merebak.
Hak asasi adalah hak. Harus dihormati, harus dihargai, harus dijaga oleh masing-masing pihak, dan yang terpenting HARUS dijamin oleh negara!
Disitulah terletak basis kepercayaan. Kepercayaan timbul manakala yang menjadi hak bisa diperoleh atau dinikmati dengan bebas dan aman. Artinya ada yang menjamin hak warga itu. Pertama-tama tentu oleh aparatus negara sebagai representasi kekuasaan yang diamanatkan warga.