Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis media sosial. Sudah menulis 3 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA (2015), IMAN YANG MEMBUMI (2016), dan MENATA BANGSA YANG BERADAB (2025) . Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ANA NGODHO MAI dalam Sistem Perkawinan Masyarakat Bajawa-Ngada

30 September 2025   07:53 Diperbarui: 30 September 2025   09:29 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcStgai64KtXfwOvnbhchkFghi0djSysXlOAvw&s)

Konsekuensi logis dari gagasan ini bahwa keluarga atau orang tua pihak perempuan memberikan tanah untuk membangun rumah dan sebagai sumber hidup di masa depan. Juga tidak menutup kemungkinan bila di kemudian hari mereka memiliki rumah dan tanah sendiri, tetapi statusnya tetap sebagai ana ngodho mai.

Dalam status yang ada, seorang laki-laki tetap menjadi pendukung dan penyokong bagi pihak istri. Dia memiliki hak dan kewajiban untuk mengolah tanah bagi kelangsungan hidup keluarganya. Juga dalam momen-momen tertentu harus memberikan kontribusi bagi beragam acara adat di pihak istri, pun bagi keluarga besarnya sendiri.

Di sini seorang ana ngodho mai tidak memiliki hak untuk mengambil kebijakan dan menentukan keputusan bagi kelangsungan hidup di rumah adat (sa'o) istri. Dia memiliki otonomi atas rumah tangganya sendiri, tetapi tidak otonom dalam hubungannya dengan relasi keluarga pihak istri.

Dia bisa memberikan pendapat sejauh diminta, tetapi tidak bisa mengambil keputusan apa pun dalam hubungannya dengan relasi kekerabatan dengan pihak istri.

Ini akan berbeda manakala seorang laki-laki berada dalam rumah adatnya sendiri. Di sana dia berperan sebagai pengambil kebijakan dan penentu keputusan dalam hubungannya dengan rumah adat ibu dan saudari-saudarinya.

Walaupun tidak memiliki hak atas tanah dan warisan, haknya yang paling mendasar adalah hak berbicara yakni hak untuk mengatur, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan.

Selain di'i sa'o, sistem perkawinan matrilineal masyarakat Ngada juga masih mengenal sistem perkawinan lain yang disebut pasa atau kawin keluar. Konsep dasarnya adalah belis.

Belis dalam masyarakat Bajawa dapat terjadi karena dua hal. Pertama, ketiadaan perempuan yang tinggal di rumah adat pihak laki-laki. Dan kedua, kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar belis kepada pihak perempuan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Konsep sederhana dari pasa atau belis bahwa seorang perempuan datang dan masuk menjadi bagian dalam keluarga pihak laki-laki yang melekat pula hak dan kewajibannya. Keluarga pihak laki-laki akan memberikan tanah dan atau rumah kepada perempuan tersebut. Dengannya dia memiliki hak dan kewajiban tinggal di rumah pihak laki-laki dan mengerjakan kebun/ladang untuk kelangsungan hidup bersama suaminya.

Dari gagasan tentang sistem perkawinan di'i sa'o dan pasa, kita dapat menarik benang merah antara keduanya. Pertama, di'i sa'o adalah proses dalam mana seorang laki-laki masuk dan menjadi bagian dalam keluarga pihak perempuan, sedangkan pasa adalah sebaliknya, seorang perempuan masuk dan menjadi bagian dalam keluarga pihak laki-laki, yang masing-masing memiliki hak dan kewajibannya.

Kedua, laki-laki dalam sistem perkawinan di'i sa'o maupun perempuan dalam sistem perkawinan pasa sama-sama disebut ana ngodho mai alias pendatang. Dalam konsep ini, keduanya tidak memiliki hak untuk mengatur, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun