Mohon tunggu...
Andreas Gunapradangga
Andreas Gunapradangga Mohon Tunggu... Wiraswasta - Owner PT Agrikencana Perkasa

An integrated Farming Based on Applied Modern Biotechnologies

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Marwah Diri di Ramadhan Mubarak

14 April 2021   14:32 Diperbarui: 14 April 2021   14:38 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

PUASA

Puasa Ramadhan 1442 H (tahun 2021 M) kali ini adalah tahun kedua puasa pada masa pandemi, Suasana sudah mengarah dan pelaksanaan ibadah bahkan mendekati situasi normal, berbeda dibandingkan dengan puasa ramadhan tahun lalu dimana awal pendemi berlangsung. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi berlangsung diseluruh dunia. Syekh Ahmad Al-Fasyani (dikutip Syekh Muhammad bin umar dalam kitab Kasyifatus) mengklasifikasikan puasa dalam tiga tingkatan yaitu puasa umum, puasa khusus dan Khususil-khusus. Puasa umum adalah kategori yang hanya mampu memuasakan perut dan farji dari tujuan syahwat. Sementara Puasa Khusus adalah sudah mampu menjaga alat pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari perbuatan dosa. Tingkat tertinggi adalah puasa khususil-khusus dimana kemampuan seseorang mengendalikan hati dan tujuan-tujuan hina serta menjaga dari semua hal selain tujuan kepada Allah SWT. Esensi dari semua tingkatan puasa pada dasarnya adalah senantiasa melakukan kebaikan. Jika selama sebulan penuh manusia menjalankan puasa dengan sempurna, senantiasa berkata, berfikir, dan bertindak dengan baik. Selama berpuasa kita diajarkan untuk senantiasa berdzikir, tadarus, memperbanyak baca Al-Quran. Dengan demikian secara harafiah dan batiniah setelah 30 hari berpuasa manusia akan terlahir sebagai pribadi baru yang paripurna yang berbeda dengan pribadi 30 hari sebelumnya, pantaslah ketika lebaran dikenal dengan istilah idul fitri yang berarti kembali kepada fitri/fitrah, yang pada fitrahnya manusia terlahir dalam kesucian.

BARG HALLWAY -- SELF TALK
Dalam buku berjudul BLINK yang ditulis Malcolm Gladwell,  Secara Ilmiah Prof. John Bargh, Seorang Guru Besar Psikologi di New York University (Bargh Hallway Theory). Dari jumlah trilyunan sel dalam tubuh manusia, setiap hari mati kira-kira 30 milyar dan akan tergantikan dengan sel baru, sehingga pada hari ke 30 sel manusia berbeda dengan sebulan sebelumnya, Sel-sel baru tersebut sifatnya netral, sehingga dalam teknik Subconcius Reprogramming senantiasa berkata-baik, bertindak baik, berfikiran positif, berdzikir, tadarus dan membaca Al-Quran, insyaalah sel sel baru yang tumbuh akan bersifat yang bersih dan baik.

MEDIA ARUS UTAMA VS MEDIA SOSIAL
Saat sekarang ini, di era kebebasan berpendapat dan berkembangnya tekhnologi informasi, filter dalam mensikapi liarnya informasi yang bergulir sangat tergantung dari persepsi dan daya cerna, tingkat wawasan dan literasi masing masing individu.
Setiap hari kita menyaksikan baik pada media sosial maupun media arus utama yang terkadang sulit diterima akal sehat (common sense) kita. Semakin jelas bahwa media adalah alat sebuah kepentingan sekelompok tertentu?. Profesionalisme di media mainstream harusnya bisa menjadi standar praktik jurnalistik yang akurat, meskipun saat sekarang ini kita tidak tau lagi. Dalam konteks keberadaan media sosial yang terlalu bebas mengalir, informasi yang benar atau disinformasi sangatlah sulit kita bedakan. kepanikan mengakibatkan siapapun tidak sempat lagi menganalisa tendensi atau perspektif orang yang membuat/ menyebar berita. Informasi yang laku bukan berdasarkan nilai informasinya tetapi lebih karena nilai jual sensasinya. Kondisi yang terjadi saat ini tentunya sangat memprihatinkan.
Situasi semakin diperparah dengan fakta banyaknya tokoh masyarakat bahkan pejabat yang dengan entengnya memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan kepentingan diri. Tanpa lagi memperdulikan marwah diri. Tanpa malu malu seseorang yang berprofesi pejabat yang seharusnya berkontribusi melayani bahkan sebalikknya malah hanya berharap dilayani bahkan memanfaatkan jabatan dan posisinya sebagai pengambil keputusan yang justru hanya menguntungkan dirinya sendiri.
Contoh lain Seorang pengusaha dengan kepandaianya membuat bisnis plan dengan mempolitisir keadaan untuk tujuan keuntungan diri yang seharusnya lebih mementingkan sisi kemanusiaan, bahkan hal yang ditanganinya berkaitan dengan bantuan pandemi ke masyarakat yang membutuhkan, itupun dihalalkanya.

Relegiusitas VS Spiritualitas
Religius bukan tidak baik, tetapi religius sering hanya merujuk pada agama atau kepercayaan. Terkadang Relegiusitas tidak melihat apalagi memahami yang lain. Maka religius sering terjebak hanya mematuhi aturan-aturan yang sifatnya luar, permukaan, bukan yang esensial. Ibarat Karyawan perusahaan yang mematuhi peraturan perusahaan seperti datang dan pulang tepat waktu, berpakaian sopan, rajin masuk kerja, hanya saja karyawan tersebut bertutur kata kotor, bertingkah sering menghasut, bekerja bersungut sungut, Lalu dengan ngotot si karyawan berucap, yang penting kan selalu masuk kerja dan mengerjakan pekerjaanya yang menjadi tanggung jawabnya... Kegagalan memahami esensi ini sering terjadi, termasuk di kalangan mereka yang telah merasa dewasa dan berwawasan.
Religiusitas sering mudah sekali dikaitkan dengan sesuatu yang difinal suci. Ketika sesuatu berlabel suci, maka ia menjadi tak tersanggah, tak bisa dikritik. Fakta bahwa terdapat rantai panjang sebelum sebuah ayat / sabda dalam kitab suci sampai ke umat yang percaya. Melalui orang-orang yang (mungkin) tidak suci dan berpotensi tidak terlalu paham maksud firman/ sabda.
Keselarasan bisa diartikan dengan sederhana sebagai "apa yang kita anggap baik, tetapi membuat yang lain tidak senang/ tidak tenang, tak akan kita lakukan". Bila kita masih memaksakan religius sebagai nilai yang utama, maka kata religius itu harus ditambahkan sebagai "religius yang selaras". Bukan religius yang hanya ingin menonjol sendiri, dan abai maupun  bukan religius yang egois. Dalam religius yang selaras, seseorang tak akan mudah berkata kasar/ hujatan/ vonis kafir pada orang lain. Bukan hanya atas alasan etika dan pekerti, tetapi tentu saja menjunjung prinsip keberagaman. Serius, saya mulai prihatin dengan religiusitas yang tak selaras. Apapun labelnya.

MOMENTUM INDONESIA
Momentum mempersatukan seluruh elemen bangsa seharusnya bisa segera direalisasikan tidak hanya tanggung jawab pemerintah selaku pemegang kekuasaan dan bertanggung jawab untuk menerapkan hukum, tetapi tanggung jawab seluruh elemen bangsa.  Fakta penanganan pandemi yang masih terus diupayakan, program vaksinasi yang belum sesuai harapan, penanganan dampak pandemi yang harus segera nyata direalisasikan. Membangun narasi optimis bukan sesuatu yang negatif dan itu perlu namun strategi yang secara komperhensif mengajak dan mendengar semua komponen masyarakat yang ada adalah mutlak dilakukan. Disaat semua bangsa didunia bergelut dengan masalah intern di negara masing masing, harusnya pemerintah dengan seluruh tokoh masyarakat yang ada di negeri ini bersatu dan menanggalkan kepentingan kelompok ataupun kepentingan partai. Dengan segala sumberdaya yang ada, harusnya bangsa ini kuat bahkan terbebas dari krisis. Jangan situasi seperti ini bahkan dimanfaatkan untuk memperkaya diri dan golongan. Kami, kamu, kalian, kita semua seharusnya bersatu. Kita adalah bangsa yang besar dengan segala sumber daya yang ada.
Puasa Ramadhan/ Ramadan Mubarak dengan segala berkah dan kesucianya adalah momentuk untuk bersatu nya seluruh komponen anak bangsa sehingga dengan kelahiran baru pada Idhul Fitri nanti bukan saja kemenangan masing masing individu melainkan bangsa ini.


Semoga, Wallohualam,
Andreas Gunapradangga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun