Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Beberapa Catatan Tentang Transjakarta

1 Juni 2015   00:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walaupun sudah kurang lebih tiga bulan ini tidak lagi menggunakan Transjakarta, memang tetap harus saya akui bahwa kalau ingin cepat tiba di tujuan dari tempat tinggal menuju kantor pulang pergi maka Transjakarta memang alternatifyang baik untuk mempersingkat waktu tempuh dengan biaya yang minimum , pulang pergi hanya Rp 7.000,-.Kenyataannya bisa juga kurang dari itu kalau saya pergi ke kantor sebelum Pukul 07.00 WIB (hanya bayar Rp. 2.000,- untuk pergi). Tapi bisa juga lebih dari Rp 7.000,- pulang pergi, jika pulang kerja terpaksa naik APTB dan harus menambah ongkos Rp 5.000,-.

[caption id="attachment_368678" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - ilustrasi"][/caption]

Mengapa pulang kerja harus naik APTB ? Ya, terpaksa. Karena kalau jam pulang kerja terutama di halte busway Semanggi sangat penuh dengan penumpang yang dengan tabah menantikan Transjakarta yang memang sangat penuh juga di dalamnya. Jadi, saya termasuk penumpang yang kalau halte busway Semanggi itu sudah sangat padat akan memasang wajah ceria begitu melihat APTB jurusan yang sama dengan tujuan pulang saya tiba di halte. Bukan saya sendiri jelas, beberapa penumpang lain juga akan penuh semangat menerjang masuk ke APTB. Jadi terlepas dari Pak Gubernur Ahok yang bulan Mei 2015 ini ribut-ribut tentang APTB, saya juga yakin penumpang yang membludak di halte Semanggi (kalau memang kondisinya masih sama seperti beberapa bulan lalu) akan tetap penuh harap akan munculnya APTB walaupun harus menambah ongkos dibanding masuk ke Transjakarta yang penuh sesak itu.

Sejak diberlakukannya e-ticketing Transjakarta secara bertahap mulai Agustus 2014 lalu, saya termasuk yang sempat kecewa karena harus membeli kartu pembayaran elektronik itu. Karena apa ? Ya karena tidak sering-sering juga saya naik Transjakarta, cuma gengsi saja kalau minta tolong penumpang yang sudah memiliki kartu untuk tapping kartunya untuk saya dan saya ganti tunai, pasti sangat mengganggu bukan, walaupun ada juga yang dengan baik hati menolong sesama. Saya lihat waktu itu memang banyak juga yang minta tolong seperti itu. Yang jelas saya tidak begitu. Saya beli juga kartunya walaupun toh jarang menggunakan kartu itu dan walaupun kartu itu sebetulnya adalah bentuk e-money biasa. Tetap saja jarang saya gunakan. Yang membuat kecewa, walaupun sudah beberapa bulan gencar dengan e-ticketing Transjakarta, masih ada juga petugas loket yang ketika pagi-pagi penumpang terbirit-birit hendak tapping kartunya ke card reader tahu-tahu dialihkan ke antrian loket. Oh pantas saja ada antrian begitu panjang di loket, ternyata mesin card reader-nya lagi bermasalah sehingga penumpang harus antri membeli karcis lagi. Ternyata karcis itu masih ada toh ? Dulu dipaksa beli kartu, alasannya Transjakarta tidak menjual karcis lagi. E-ticketing memang keren. Tapi kalau mesin card reader bermasalah kok jadi masalah penumpang lagi, pagi-pagi harus antri beli tiket/karcis ?

Tapi tidak inovatif juga kalau tetap mempertahankan antri beli karcis seperti itu. Saya malah berpikir akan lebih hebat jika manajemen Transjakarta berani mengambil tindakan ala Pak Dahlan Iskan membuka palang pintu tol waktu itu ? Masih ingatkan ? Gratiskan saja penumpang masuk ke halte kalau mesin card reader-nya lagi ngambek.

Di halte Pluit (Pluit Village) lain lagi ceritanya. Kalau Pak Gubernur Ahok ribut tentang APTB yang suka ngetem tunggu penumpang. Cukup sering juga Transjakarta di halte Pluit itu ngetem entah apa yang ditunggu padahal penumpang sudah masuk ke dalam Transjakarta. Sering juga belum masuk halte busway, petugasnya dengan ramah memberikan informasi kalau Transjakarta masih akan cukup lama tiba di halte Pluit. Tapi begitulah masih ada saja penumpang yang dengan tabah mencoba peruntungan untuk menunggu tibanya Transjakarta di halte Pluit. Untuk yang satu ini, satu minggu yang lalu saya cukup dihibur dengan penjelasan yang simpatik dari CEO Transjakarta yang menutup presentasinya dengan quote yang manis: “People don’t care how much you know until they know how much you care!”.

Saya paham dan berharap, pasti Steve Kosasih sang CEO sudah tahu semua ini. Dan penumpang Transjakarta harap bersabar ya.

[caption id="attachment_368680" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - model integrasi halte busway Bank Indonesia dan JPO, foto Nov. 2014 - Sekarang apa kabarnya ?"]

14330921981760139336
14330921981760139336
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun