Suatu ketika ada sebuah cerita di dalam gerbong kereta api dari Jakarta dengan tujuan Semarang. Dua orang pemuda bernama Ali dan Budi duduk bersama sebagai penumpang kereta api untuk menuju kota Semarang. Kemudia datanglah seorang Bapak dengan kedua orang anaknya yang masih kecil duduk persis di depan kedua pemuda tersebut.
Saat kereta mulai berjalan, kedua anak kecil tersebut tidak bisa diam dan berisik sekali. Mereka berlarian disepanjang lorong kereta dan sesekali berteriak hingga kedua pemuda tersebut tidak bisa istirahat.
Ali yang kesal dengan tingkah laku kedua anak tersebut bermaksud ingin memberitahu bapaknya bahwa mereka terganggu dengan sikap anaknya. Namun Budi melarangnya dan meminta Ali untuk membiarkan saja. Ali tidak habis pikir dengan sikap Budi, tapi karena temannya yang meminta akhirnya Ali mengikutinya.
Kedua anak tersebut malah semakin berisik dan mereka bercanda hingga membuat suara suara yang tidak nyaman di telinga. Ali semakin kesal ketika mengetahui ayah dari kedua anak tersebut terdiam saja dan sama sekali tidak ada usaha untuk mengingatkan anaknya yang bandel bandel.
Akhirnya karna kesal, Ali tidak mengikuti saran Budi dan langsung menegur Ayah dari kedua anak tersebut dengan kata kata yang kasar. Setelah dimarahi oleh Ali, Bapak tersebut meminta maaf dan mulai bercerita.
“Maafkan anak anak saya. Pagi ini kami baru dapat musibah. Ibunya baru saja meninggal dunia karena rumah kami kebakaran. Seluruh harta benda kami hangus terbakar. Anak anak seharian ini menangis terus karena kehilangan ibunya. Mereka juga sedang kelaparan karena saya tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Ini pertama kalinya saya melihat mereka tersenyum dan melupakan sejenak masalah pagi tadi. Jadi saya biarkan saja mereka bermain. Saya juga sedang bingung mau kemana. Saya cuma mau menyenangkan anak anak saya karena mereka suka sekali naik kereta. Inipun saya juga belum bayar. Jadi sekali lagi maafkan anak anak saya.”
Mendengar penjelasan itu, Ali yang awalnya memasang muka marah tiba tiba saja terdiam dan merasa menyesal dengan apa yang diucapkannya. Ali kemudian meminta maaf kepada Bapak tersebut atas ketidak tahuannya dan menawarkan untuk membelikan makanan untuk mereka dan membayarkan tiket mereka.
Ali kemudian mengatakan kepada Budi penyesalannya atas apa yang telah dilakukannya. Ternyata apa yang dialami oleh keluarga ini jauh lebih sulit dibanding sekedar suara berisik anak kecil.
Nah, seringkali kita bereaksi terlalu cepat atas suatu kejadian tanpa mencoba untuk memikirkan dulu tindakan kita. Ali memiliki sikap yang reaktif terhadap suatu permasalahan dan cepat mengambil kesimpulan atas apa yang dilihatnya. Sedangkan Budi mampu melakukan “Delay Respon” atau menunda respon kita terhadap suatu kejadian sehingga mampu melihat suatu kejadian dari sudut pandang yang lebih luas dan tidak dipersempit oleh asumsi sesaat.
Sahabatku, seringkali melakukan “Delay Respon” justru menyelamatkan kita dari tindakan tindakan yang tidak perlu yang diambil berdasarkan emosi jiwa. Kita sering menyesal jika suatu aksi yang kita lakukan justru dilakukan atas reaksi negative yang kita timbulkan.
Maka sesungguhnya tidak ada masalah dalam setiap masalah. Yang jadi masalah adalah cara kita bereaksi terhadap masalah tersebut.
Ingin dapat artikel motivasi ? Kunjungi www.andradonatta.com
Salam Komunikatif,
Andra Donatta