Mohon tunggu...
Andiko Nanda Fadilah
Andiko Nanda Fadilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosioogi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Nature

Oksigen, Asasi yang Utama

24 Desember 2019   12:47 Diperbarui: 24 Desember 2019   13:04 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemarau menjadi kambing hitam para sapiens yang serakah tak senonoh pada harta dan legitimasi sebagai pengekspor sawit terbesar di dunia. Kemarau lagi-lagi menjadi kambing hitam disaat tiadanya hujan yang turun. Pikiran manusia saat ini hanya berkutat pada sang 'kambing hitam', manusia hanya berkutat pada rasa sesal akan kemarau yang teramat panjang, padahal sang 'kambing hitam' tidak bisa sama sekali disalahkan.

Perasaan tak bersalah selalu bersarang pada investor kelapa sawit, merekalah yang selalu tergila-gila membuka lahan, tapi dengan cara yang 'sangat murah'.  Ya, sangat murah untuk membuka lahan dengan cara membakar, dengan dalil bahwa boleh membakar hanya sejauh 2 hektar. Jika boleh lancang mengatakan, mereka itu bodoh, sudah serakah bodoh pula. Lahan yang dibakar adalah lahan gambut, bukan hanya lahan mineral apalagi hanya semak belukar.

Ketika lahan gambut di barat dan tengah Indonesia dibakar, api pembakarannya bukan hanya di permukaan, melainkan sampai akar di bawah tanah. Para pemadam bersusah payah memadamkan titik api, namun ketika satu titik telah padam, muncullah titik api baru dengan jarak yang berjauhan, itulah yang menjadi musabab mengapa Indonesia seperti terkepung oleh asap.

Anehnya di negeri ini, ketika seseorang melanggar pasal karet, hukumannya teramat sangat berat. Lain halnya ketika koorporasi yang rutin mengambil hak untuk bernapas selalu tegak perizinannya, pengoperasiannya, jual-belinya, bahkan mendukung secara resmi bahwa negeri ini penghasil sawit terbesar. Dan sampai sekarang, tidak ada satupun masyarakat tahu nama koorporasi pembakar lahan,

Tentu kita tahu bahwa aparat kepolisian memunyai satgas khusus untuk mencegah dan mengadili pengebom. Negeri ini menyimpulkan bahwa hanya pengebomlah yang teroris, sementara pengambil oksigen secara langsung dan membuat masyarakat mati perlahan, tetap dengan gelar indahnya, INVESTOR! Huh. Mau diapakan lagi, inikan Republik Investor.

Seberapa bahayanya kah asap pembakaran hutan  yang menjadi kabut berkepanjangan  bagi masyarakat? Walaupun pahit dikatakan, negeri ini pun masih menganggap literally warganya adalah segenap penduduk pulau Jawa, jadi tidak ada sedikitpun bahaya yang menimpa warga negara di negeri tercinta ini.

Akan tetapi, tidak adil menganggap warga negara hanya di Jawa saja. Warga  Riau dan Kalimantan pun juga warga negara, meskipun urgensi untuk menolong mereka tidak segenting menyalakan kembali listrik di Jawa beberapa waktu lalu. Awalnya saya pikir luasnya geografis Indonesia tidak akan menjadi masalah lagi di tengah keterbukaan informasi, ternyata saya salah. Butuh waktu 3 bulan untuk media benar-benar meliput seluruhnya dan membuat sang presiden sendiri datang kesana.

Geografis benar-benar menjadi masalah. Dibuktikan prioritas pemerintah bukan pada mitigasi bencana ini, urgensi penyelesaian kasus yang ditangani pemerintah ialah isu yang dekat dengan istana! Saya pun juga bingung, kenapa penyelesaian pembakaran hutan dan lahan ini malah diadakannya debat para elit politik di televisi. Mau sampai kapan tidak ada tindakan represif dan koersif pada penjahat HAM ini?

Investor dan para aktor lapangan sebagai penjahat HAM selalu tidak pernah jera. Tentu saja, kan, tidak ada pencabutan izin, pemenjaraan dan bahkan selalu dilindungi di balik media, mainstream maupun tidak. Saya berharap, untuk kali ini, penjara akan penuh bagi para investor korporasi pembakar hutan dan lahan. Ya, saya hanya bisa berharap.

Ibu-ibu mengalami trauma karena buah hatinya wafat saat terkena ISPA, anak-anak tertinggal pelajaran karena sekolah diliburkan, bandara ditutup, ekonomi lumpuh, jalur menuju dan keluar tidak bisa diakses, anak-anak generasi milllial menderita ISPA, belumkah cukup wahai penjahat HAM? Dan sekaranglah waktunya untuk para elemen masyarakat membantu, paling minimal dengan doa. Mengawal dan menyerukan penangkapan investor dan para aktor lapangan.

Pembakaran hutan dan lahan gambut di negeri ini tidak bisa dikatakan sebagai bencana alam, sama sekali tidak. Tidak akan ada yang mengakui bahwa kemaraulah yang bersalah. Investor dan aktor lapanganlah yang saat ini menjadi penajahat HAM karena menghabisi dan mengekang kebebebasan bernapas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun