Mohon tunggu...
Healthy

Peran Farmasis dalam Menyongsong Indonesia Sehat 2025

16 Januari 2018   21:39 Diperbarui: 17 Januari 2018   00:34 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kata farmasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Pharmacon yang artinya Racun atau obat. Farmasis merupakan profesi kesehatan yang meliputi dibidang penemuan, produksi, pengolahan, peracikan dan pendistribusian obat. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dalam pengadaan dan pembuatan obat semakin rumit, baik dalam formula obat dan cara pembuatan obat tersebut. Maka dari itu dibutuhkanlah seseorang yang dapat mendalami dalam dalam proses peracikan dan pembuatan obat yang biasa disebut dengan Apoteker. Ruang lingkup dari praktik farmasi meliputi praktik tradisional yang diantaranya yaitu peracikan dan penyediaan obat serta pelayanan praktik modern diantaranya layanan klinik, evaluasi efikasi, keamanan penggunaan obat dan penyediaan  informasi obat. Di Indonesia mayoritas Farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA yang merupakan adalah ilmu murni

Tujuan dibentuknya pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat tahun 2025 adalah untuk membangun dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan meningkatkan gaya hidup sehat bagi setiap masyarakat. Harapannya, agar peningkatan menjaga gaya hidup sehat yang setinggi-tingginya terwujudkan, dengan melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia ditandai dengan penduduknya yang bisa hidup dengan berperilaku yang baik dalam lingkungan, memiliki kemauan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sebaik mungkin dan meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya diseluruh Indonesia

Farmasis merupakan seseorang yang berkarya melalui penguasaan ilmu dan seni dalam membat obat dan bahan alam maupun sintetik yang cocok dan aman utuk digunakan dan distribusikan kepada konsumen dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Serta farmasis memiliki kemampuan dan kewenangan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa obat dan memenuhi resep yang diberikan dari dokter berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh dari beberapa tahap pendidikan. Ilmu farmasi merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan intelektual, teknikal dan interpesonal dalam membantu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan obat yang merata dan optimal. Apoteker atau farmasis merupakan aspek penting dalam pembangunan kesehatan Indonesia, apoteker atau farmais merupakan suatu aset negara. Pelayanan apoteker yang diberikan berdasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu kefarmasian yang dikembangkan melalui sediaan obat yang disesuaikan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.

Sebagai profesi, pelayanan yagdiberikan harus profesional dan tentu saja keamanan pemberian obat harus ditingkatkan. Pelayanan farmasis berdasarkan kesejahteraan dan keselamatan masyarakat dalam pemberian dan mengonsumsi obat-obatan. Keselamatan masyarakat sebagai tanda terima kasih untuk para farmasis dan keselamatan masyarakat dalam mengonsumsi obat yang diberi dari para farmasis tidak memandang agama, bangsa, suku, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik serta kedudukan sosial. Oleh sebab itu, pemerataan pemberian pelayanan praktik apoteker berdasarkan pri kemanusiaan, nilai ilmiah, etika, perlindungan, keadilan, manfaat, kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia setiap tahun dan sampai pada tahun 2025 nanti, maka lebih banyak pula tenaga kesehatan yang harus ditingkatkan agar pemerian pelayanan kesehatan pun merata, yaitu farmasis atau apoteker. Dindonesia, memang jumlah farmasis belum terlalu dibilang eksis dari tenaga kerja kesehatan lainnya, sehingga perannya masih diragukan oleh masyarakat karena para farmasis bermain dibelakang layar padahal pada dasarnya farmasislah bisa membuat masyarakat sehat dengan mengonsumsi obat yang telah dia buat. 

Berdasarkan dari data hasil perhitungan, jumlah persentasi perhitungan farmasis pada tahun 2016 terdiri dari 48%  Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan, BPOM, Rumah Sakit, Puskesmas dan Akademi Farmasi dan 52% Non Pegawai Negeri Sipil. Keberadaan apoteker menjadi hal yang sangat sulit ditemukan pada saat jam buka apotek. Hal ini karena hampir separuh apoteker Pj adalah PNS yang tidak bisa berpraktik pada pagi hari, dan tidak ada apoteker pendamping, untuk membantu penyelenggaraan pelayanan kerfarmasian di apotek. Sehingga fungsi dan peran farmasis banyak dilaksanakan oleh pemilik sarana apotek dan tenaga teknis kerfarmasian, tentunya mindset mereka berbeda terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian.

Sebagai pemberi pelayanan obat, membantu masyarakat mendapatkan kembali kesehatannya dengan memalui proses mengonsumsi obat, farmasis tidak terlalu berperan secara nyata kepada masyarakat. Sebelum mengambil tindakan, farmasis harus menyusun rencana tindakan untuk melakukan pengkajian kondisi masyarakat, pemberian obat kepada masyarakat dan mengevaluasi hasil. Agar tindakannya itu berjalan baik, tindakan yang dibuat oleh farmasis ini harus dikolaborasikan dengan tenaga kerja kesehatan lainnya yang lebih profesional dibidangnya. 

Standar pelayanan kefarmasian di apotek digunakan sebagai pedoman pelayanan kefarmasian di apotek, dimana pelayanan kefarmasian ini harus sepenuhnya dilakukan oleh apoteker. Untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar ini terdapat faktor-faktor pendukung dan penghambat. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan lebih mendalam mengenai realita implementasi standar pelayanan kefarmasian di apotek, menggali lebih dalam faktor-faktor yang mendukung, dan menghambat implementasi standar pelayanan kefarmasian di apotek.

Meskipun farmasis bekerja dibelakang layar tetapi farmasis harus siap sedia jika ada klien atau pasien yang tiba-tiba membutuhkan obat yang paten ataupun obat itu susah ditemukan, peran perawat sebagai rehabilitator yang harus mengambilakan kondisi kesehatan pasien ataupun paling tidak seoptimal mungkin untuk mendekati keadaan membaik. Peran farmasis yang ingin melakukan perubahan dalam sistem pelayanannya itu tidak bisa secara langsung harus dulu dapat persetujuan dari pihak rumah sakit itulah susahnya seorang farmasis yang ingin membuat perubahan tapi masih saja di kekang. 

Peran apoteker pun belum optimal karena dimana keadaan karyawan yang keahliyannya masih saja diatur, maka dari itu karyawan yang diberi tugas yang tidak sesuai dengan kehaliannya maka hasilnya pasti kurang memuaskan. Untuk membuka apotek pun para apoteker harus mendapat surat ilegal baik itu pihak rumah sakit ataupun dari ijasah pendidikan dari apoteker tersebut.

Apoteker juga bisa bekerja tanpa harus ada atasan yang mengatur kinerja mereka, contohnya mereka bisa membuat apotek sendiri dengan mengangkat karyawan. Adapaun peran farmasis yaitu ada 2: pertama itu, peran apoteker dalam melaksanakan farmasi klinis anatara lain: memantau perkembangan pasien apakah obat yang diberikan ke pasien itu bekerja dengan baik ataupun sebaliknya, memantau kinerja dari obat, memantau efek samping apa yang dihasilkan dari obat tersebut, mengevaluasi penggunaan obat kepada pasien agar tidak ada penyalahgunaan obat, memantau kinerja obat di dalam darah . peran ini tidak bisa diwakilkan oleh siapapun karena jika di wakilkan takutnya terjadi kesalahan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun