Mohon tunggu...
Anandito Reza
Anandito Reza Mohon Tunggu... Editor - Seorang pria yang hobi olahraga pingpong, membaca, menulis, jalan-jalan, dan penyayang keluarga yang selalu berpikir positif dan bersyukur dalam segala hal

Menulis adalah menyampaikan pesan positif kepada pembaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenangan Bersama Profesor yang Rendah Hati

6 Agustus 2018   10:56 Diperbarui: 13 Agustus 2018   11:22 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Me & Om Ben Anderson (Dokpri)

Kisah ini sudah lama sekali sekitar tahun 2011. Pada saat itu aku lagi menyusun skripsi yang mengangkat tema Politik Jawa dalam pandangan Pramoedya Ananta Toer (Pram). Ketika itu, aku sudah berkomunikasi melalui surat elektronik (email) dengan seorang Indonesianis bernama Profesor Benedict Anderson.

"Anandito, Om Ben saat ini sedang ada di Jatinegara, Jakarta Timur, di rumah Edu. Kalau kamu mau bertemu dan berdiskusi dengan saya, Anandito bisa datang pada hari dan alamatnya di sebuah perumahan yang ada di Jatinegara", tulis beliau dalam emailnya.

"Om Ben datang incognito ke Indonesia biar tidak ketahuan wartawan. Anandito kalau mau ketemu saya jangan bawa wartawan", pesan Om Ben.

"Baik Om Ben, aku kesana sendirian tidak mengajak teman atau wartawan", balasku.

Hari yang telah ditentukan tiba. Aku berangkat dari kosanku di Rawasari, Jakarta Pusat menuju ke rumah mas Edu yang berada  di Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam perjalanan aku berpikir, rasanya seperti mimpi seorang mahasiswa dari kampus biasa bisa bertemu dengan seorang profesor politik. Semoga aku tidak grogi dan minder ketika bertemu dengan beliau, ujarku dalam hati.

Akhirnya, aku tiba di rumah Mas Edu, pada pukul 12 siang. Mas Edu mempersilakan aku masuk ke rumahnya. Pada saat itu, Om Ben belum bangun tidur. Mas Edu memintaku menunggu di ruang tamu. Setelah menunggu selama 1 jam, akhirnya Om Ben bangun dan dipapah tangannya oleh Edu. Om Ben langsung duduk di kursi tepat di depan aku.

"Halo Prof Ben", aku memulai percakapan.


"Halo, kamu Anandito, kan? Kamu cukup panggil saya Om Ben, jangan panggil Prof. Anandito aslinya orang mana? Namamu seperti nama orang Filipino dan Portugis", ujar Om Ben.

"Omben, bahasa Inggris saya tidak bagus, apakah saya boleh bertanya dalam bahasa Indonesia? Tanyaku." 

"Tentu saja boleh, kamu bisa tanya saya dengan bahasa Indonesia atau Jawa pun silakan", ujar beliau.

Saya kagum dengan beliau seorang profesor yang tidak mau disebut gelarnya dan hanya mau dipanggil Om Ben saja. Baru pertama kali saya bertemu seorang guru besar yang rendah hati seperti beliau. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun