Mohon tunggu...
anandita ainurfirdha
anandita ainurfirdha Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Semangat teruss

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meneladani Kerukunan di Tengah Keanekaragaman Desa Pancasila

2 Juni 2019   15:06 Diperbarui: 2 Juni 2019   15:09 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Balun | Dokpri

Sebagai warga Lamongan, aku turut berbangga hati karena adanya Desa Pancasila. Desa Pancasila adalah julukan dari Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, dimana desa ini memiliki keanekaragaman dari sisi agama. Di desa ini terdapat tiga agama yang berbeda yang dapat hidup berdampingan sangat rukun. Tiga agama itu antara lain Islam, Hindu, dan Kristen.

Nuansa kerukunan dan toleransi yang terjalin di desa ini sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu, hal tersebut dipicu adanya penyebaran agama yang terjadi di Indonesia. Dalam penyebaran dan perkembangannya, Islam memang menjadi agama mayoritas yang dianut oleh warga Desa Balun. Meskipun umat Islam menjadi mayoritas, hal tersebut tidaklah menimbulkan adanya perpecahan dan konflik dengan umat agama minoritas.

Belum lama ini, Bupati Lamongan Bapak Fadeli meresmikan Desa Pancasila sebagai desa wisata religi karena Desa Pancasila dinilai memiliki potensi besar sebagai contoh terlaksananya toleransi dan wujud dari Bhinneka Tunggal Ika. Desa ini juga memiliki berbagai kebudayaan, kearifan lokal, dan tentunya kehidupan warga yang menjunjung tinggi toleransi hingga terwujudnya kerukunan.

Fadeli berharap dengan diresmikannya desa wisata religi ini untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan ketenaran Balun sebagai desa wisata dan Desa Pancasila. Beliau juga berharap peresmian ini akan mendorong banyak desa di Lamongan untuk semakin sadar dalam mengembangkan potensi desa.

"Kita tunjukkan Desa Balun ini menjadi ikon-nya agama-agama dan kebersamaannya. Kita bayangkan, di sini ada masjid, di depannya ada gereja, di sebelahnya ada pura. Tapi bisa hidup berdampingan, guyup, rukun, bahkan lebih rukun daripada di tempat lain," begitulah kata Bapak Fadeli saat memberikan sambutan di tengah acara peresmian Desa Pancasila sebagai desa wisata religi.  

Tak dilupa, di Desa Pancasila juga tentu memiliki tempat ibadah bagi masing-masing agama, di antaranya Masjid Miftahul Huda milik umat Islam, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Balun milik umat Kristen, serta Pura Sweta Maha Suci milik umat Hindu. Ketiganya berada dalam satu kompleks dan saling berdekatan.

Letak tempat ibadah yang dibangun berdampingan sudah menampakkan kerukunan di desa ini. Tak hanya itu, aspek kerukunan yang harus kita teladani juga tampak pada kehidupan warga Desa Pancasila sendiri. Warga di desa ini kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani tambak dan biasanya pada saat panen ikan, tak peduli agama apa yang dianut, mereka tetap saling bergotong royong. Di desa ini pula terdapat keluarga yang tak hanya memeluk satu agama yang sama, serta di desa ini juga banyak dijumpai  tetangga dengan pemeluk kepercayaan yang berbeda.

Walaupun hidup berdampingan dengan agama yang berbeda, tidak membuat warga Desa Pancasila melupakan tradisi di hari besar keagamaan mereka. Pada saat Hari Raya Nyepi yang dijalankan oleh umat Hindu, masih berlangsung  festival yang sangat meriah, yakni pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh sendiri adalah karya seni patung yang biasanya ada untuk merayakan serangkaian Hari raya Nyepi.

Dalam pembuatan ogoh-ogoh, umat Hindu Desa Pancasila dibantu oleh umat Islam dan Kristen juga. Biasanya mereka berbagi tugas untuk menyelesaikan ogoh-ogoh tepat sebelum pawai diselenggarakan. Pada saat pawai berlangsung, banyak penonton dari luar Desa Pancasila berdatangan untuk melihat meriahnya acara, melihat bentuk dari ogoh-ogoh, sampai ada juga yang datang hanya untuk berfoto ria dengan ogoh-ogoh. Namun, di balik itu satu hal yang dapat kita teladani, yakni bagaimana masyarakat Desa Pancasila yang saling membantu tanpa melihat agama.

Pada bulan puasa, biasanya umat Hindu dan Kristen memberikan rasa toleransinya dengan tidak merokok di depat publik sebagai bentuk rasa hormat bagi umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Biasanya umat islam juga tetap melakukan tradisi "unjung" atau yang lebih dikenal dengan halal bi halal ke rumah umat Hindu serta Kristen, karena bagaimanapun mereka tetaplah saudara.

Tak lupa juga pada perayaan hari besar umat Kristen, yakni pada Hari Natal giliran umat Islam dan Hindu yang memberikan rasa toleransinya dengan cara mereka menjaga keamanan selama umat Kristen menjalani serangkaian ibadah di gereja. Tak lupa juga mereka saling mengucapkan selamat atas peringatan hari besar agama masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun