Mohon tunggu...
Misbahul Anam
Misbahul Anam Mohon Tunggu... Guru - Guru swasta, belajar selamanya

Change Your Word, Change Your World

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bulan Mantu Vs Tahun Duda

22 November 2011   17:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:20 11496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari lagi kita telah memasuki bulan Suro. Nama ini begitu populer di kalangan orang Jawa, meskipun tak menutup kemungkinan banyak penduduk Indonesia lainnya yang mengenalnya. Bulan yang dinamakan Suro ini, tak lain adalah bulan Muharram menurut kalender Islam.

Anggapan Masyarakat Mengenai Bulan Suro

Sebelum bulan Suro adalah bulan Dzulhijjah atau bulan Besar (penanggalan Jawa), dalam kalender tercantum mulai 28 Oktober sampai dengan 26 November 2011. Selama bulan Besar ini masyarakat jawa rame-rame punya hajat (gawe) pernikahan/mantu. Hampir tiap hari dalam satu desa minimal ada 3-4 orang punya gawe. Begitu ramainya orang punya gawe membuat para tetangga mengalami kebingungan. Bingung mengupayakan prasyarat (bisa berupa; amplop berisi uang puluhan ribu, gula, beras, atau rokok) untuk berkunjung ke tetangga/kerabat yang punya gawe. Satu sisi menjadi kewajiban sosial bermasyarakat untuk saling berkunjung, sisi yang lain dengan banyaknya tetangga yang punya gawe, menjadikan pengeluaran untuk menyumbang/sedekah menjadi sangat banyak. Katakanlah dalam satu minggu minimal 3-4 kali, bila satu bulan bisa mencapai 12-14 kali. Belum lagi bila ada kolega, kerabat, atau saudara di desa/kota lain yang punya gawe, sungguh amat memberatkan.

Ada kepercayaan dalam masyarakat Jawa bahwa setelah bulan Dzulhijjah ini adalah bulan Muharram yang disebut bulan Suro adalah bulan tabu melakukan hajat mantu atau akad nikah. Bagi banyak orang Jawa bulan Suro sepertinya mempunyai makna khusus. Mereka menyambutnya dengan berbagai kegiatan: ada yang nanggap wayang semalam suntuk, lek-lekan, tirakatan, memandikan pusaka-pusaka semacam keris dan tombak, dan sebagainya. Bahkan agaknya bulan Suro dianggap "gawat". Orang punya gawe (hajat) mantu, misalnya, menghindari bulan tersebut lantaran takut celaka atau mendapat sia.

Bulan suro adalah bulan penuh musibah, penuh bencana, penuh kesialan, bulan keramat dan sangat sakral. Itulah berbagai tanggapan masyarakat mengenai bulan Suro atau bulan Muharram. Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka. Di antaranya adalah acara ruwatan, yang berarti pembersihan. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau kekotoran. Ada beberapa kriteria bagi mereka yang wajib diruwat, antara lain ontang-anting (putra/putri tunggal), kedono-kedini (sepasang putra-putri), sendang kapit pancuran (satu putra diapit dua putri). Mereka yang lahir seperti ini menjadi mangsa empuk Bhatara Kala, simbol kejahatan.

Karena kesialan bulan Suro ini pula, sampai-sampai sebagian orang tua menasehati anaknya seperti ini: “Nak, hati-hati di bulan ini. Jangan sering kebut-kebutan, nanti bisa celaka. Ini bulan suro lho.”

Karena bulan ini adalah bulan sial, sebagian orang tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb. Jika melakukan hajatan pada bulan ini bisa mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan keluarga tidak harmonis, dan sebagainya. Itulah berbagai anggapan masyarakat mengenai bulan Suro dan kesialan di dalamnya.

Ditambah lagi sebuah kepercayaan bahwa tahun depan 1433 adalah Tahun Duda. Jadi lengkaplah sudah kepercayaan orang Jawa bahwa bulan Besar ini adalah bulan terakhir punya gawe karena selama setahun ke depan tidak boleh/tabu melaksanakan pernikahan karena merupakan Tahun Duda.

Ada yang punya referensi tentang Tahun Duda?, bisa dishare dong??

Pandangan Agama

Umat Islam sendiri menyambut bulan Muharram (Suro) sebagai awal tahun baru Hijriyah. Sedang di hari Aysuro-nya (tanggal 10 Muharram) melakukan puasa; karena ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berpuasa pada hari itu.

Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.

Jadi bila kita merasa orang Jawa yang muslim maka tidak ada halangan atau keraguan untuk melangsungkan pernikahan di bulan Suro yang akan datang. Ada sisi baiknya melangsungkan pernikahan/punya hajat di bulan Suro nanti, karena jarang ada yang mau punya hajat di bulan itu, sehingga tamu-tamu yang datang dijamin lebih banyak daripada bila melangsungkan hajat/gawe pada bulan sebelumnya. Jadi…banyak amplop dan kado yang akan diterima. Ha..ha..ha…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun