Dulu, nama besar Kampus disebabkan kehebatan Mahasiswanya , Â sekarang Mahasiswa ingin hebat karena nama besar Kampus nya (Pidi Baiq). Kampus yang dulunya tempat merumputnya kaum intelektual sekarang sudah disusupi dengan kepentingan-kepentingan tertentu.
Seiring dengan hantaman badai laju zaman, Â iklim akademik dalam Kampus kian hari kian menepi dari yang semestinya, terlebih lagi nuansa ilmiahnya kian hari tambah memprihatinkan.
Misal salah satunya jika kita merujuk pada Tri Dharma Perguruan Tinggi pada poin pengabdian pada masyarakat.  Dalam rangka perwujudan  mencapai poin tersebut beberapa kampus mendesainnya dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai salah satu representasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kuliah Kerja Nyata sudah tidak asing lagi di telinga Mahasiswa. Bahkan, hal ini diwajibkan di UIN Walisongo Semarang. Dengan tenggak waktu tertentu  Mahasiswa di push untuk melakukan pengabdian sebagai pertanggung jawaban atas aplikasi disiplin ilmu dari teoritik ke empirik.Â
Skema penyelenggaraan KKN sudah didesain dengan goals yang baik, tetapi sepertinya konsep itu hanya menjadi bacaan usang yang selalu dipresentasikan pada saat pembekalan, fakta yang terjadi di lapangan, lain dibicarakan lain juga yang dikerjakan, sebab nyatanya banyak kesadaran yang hanya meniti perkuliahan.
Belum lagi jika kesadaran itu bermetapose menjadi momok yang menakutkan, Â beberapa mahasiswa sudah down atau stres terlebih dahulu ketika mendengar kabar dan membayangkan akan hidup dan tinggal digubuk kecil terpencil. Hal ini menjadi beban sebagai mahasiswa karena merasa tidak sanggup untuk menjalani hari-harinya. Mereka seakan enggan untuk meninggalkan zonanya.
Mari kita tepiskan permasalahan wilayah, ayo kita bergegas dan berbicara tentang Program Kerja. Â Lazimnya setiap tim berisikan belasan orang dengan background disiplin ilmu yang berbeda dengan maksud agar bisa melahirkan ide tepat guna yang siap diaplikasikan di kehidupan masyarakat.
Pertanyaannya adalah, sudahkah Program Kerja yang dicanangkan dapat memberi efek jangka pendek  atau panjang kepada masyarakat? . Lantas bagaimana Indikator dalam menilai keberhasilan pengabdian? Apakah dengan program Kerja atau ada aspek yang lain?  Seperti psikologi sosial, kognitif, afektif dan psikomotor.
Lantas Program Kerja yang Seminarkan pun adalah hasil dari warisan turun temurun dari Generasi pendahulu, tidak ada hal yang baru dan sepertinya lokasi yang sering menjadi tempat KKN, masyarakat sudah tahu menahu kegiatan apa yang akan dilakukan di Desanya.
Mahasiswa cenderung cari aman dengan membuat program kerja yang muda sehingga cepat selesai. Padahal seyogyanya untuk merumuskan butuh pergolakan yang panjang agar relevan dengan keadaan masyarakat.
Mari renungkan baik-baik, apakah kita bersama dengan kesadaran diri sendiri, atau hanya memburu nilai dan berKKN sebagai sebuah Formalitas belaka?
Selamat berKKN
Bukan kuliah Kerja Nyantai
Bukan kuliah Kerja Ngebolang