Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ada Udang di Balik Edhy

29 November 2020   08:42 Diperbarui: 29 November 2020   09:05 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: CNN Indonesia

Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menambah daftar panjang pejabat publik yang dicokok lembaga anti rasuah. Menteri KKP ditangkap dalam OTT KPK Rabu (25/11/2020), pukul 01.23 WIB di Bandara Soekarno Hatta. KPK tidak hanya menangkap Edhy saja, melainkan pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menurutnya penangkapan ini terkait izin ekspor benur lobster. 

Edhy menjadi menteri kabinet kerja 2 Jokowi yang pertama kali dicokok KPK terkait perizinan ekspor benih lobster, kebijakan ini menjadi kontroversi sejak Edhy menghapus peraturan yang dibuat oleh menteri KP sebelumnya Susi Pudjiastuti. Edhy menghapus kebijakan Susi dengan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), di Wilayah Negara Republik Indonesia, aturan ini diundangkan sejak mei 2020.

Alasan Edhy melakukan ini adalah karena menemukan benih lobster yang diimpor ke Vietnam dari Singapura sebanyak 80%-nya merupakan lobster dari Indonesia. Hal itu membuat harga benih lobster melambung tinggi jadi Rp.139.000 per benih dari Rp.50.000 hingga Rp.70.000 per benih. Setelah beberapa bulan peraturan barunya disahkan, ekspor benih lobster langsung meningkat pada agustus 2020. Badan Pusat Statistik mencatat telah terjadi lonjakan yang cukup signifikan yaitu mencapai 6,43 juta dollar AS atau Rp. 94,5 milyar (kurs rupiah Rp.14.700) 

Teka-teki Monopoli 

Skenario monopoli eksportir benih lobster sudah diduga dilakukan sejak penyusunan regulasi ekspor benih lobster pada desember 2019 hingga mei 2020. Eksportir seharusnya leluasa memilih layanan kargo ekspor (freight forwarder) yang harganya lebih murah. Faktanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyerahkan penentuan kargo tersebut kepada Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi). Asosiasi baru beranggotakan 40 eksportir ini kemudian memilih PT Aero Citra Kargo (ACK) sebagai penyedia layanan tunggal freight forwarder benih lobster dengan tarif Rp 1.800 per ekor. (Tempo 25/11/2020) 

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita mempertanyakan ihwal keterlibatan KKP dalam pemilihan dan penentuan jasa penyedia fright forwarder, menurutnya ranah KKP seharusnya hanya sebatas menentukan izin ekspor termasuk di dalamnya adalah kuota pengiriman. Hal ini ditepis oleh KKP, Staff Khusus Menteri KKP Andreau Pribadi mengatakan bahwa KKP tidak pernah menunjuk perusahaan logistik tertentu. 

Andreau, yang bertindak sebagai Ketua Tim Uji Tuntas Eksportir Benih Lobster, juga mengklaim sempat mendata sejumlah perusahaan logistik yang menawarkan jasa pengiriman benih lobster, sejak keran ekspor dibuka pada Juli lalu. Kementerian Kelautan, kata dia, juga merekomendasikan lokasi pengiriman selain dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, seperti dari Surabaya. (tempo.co)

Mengembalikan Marwah KPK? 

Penangkapan Menteri Edhy yang merupakan jajaran kabinet Jokowi oleh KPK menjadi sebuah momentum untuk mengembalikan marwah KPK yang selama ini mendapat stigma 'lemah' setelah UU KPK direvisi dan belakangan KPK jarang melakukan OTT sejak kepemimpinan Firly Bahuri, penangkapan ini menjadi bukti bahwa KPK tidak tebang pilih dalam melakukan penangkapan terhadap siapapun yang terlibat korupsi. 

Namun, menurut Peneliti ICW, Egi Primayogha, penangkapan Edhy oleh penyidik KPK perlu diberikan apresiasi, tapi hal itu tidak lantas menghilangkan masalah revisi UU KPK yang menjadi poin utama penolakan mahasiswa dan masyarakat sipil pada tahun lalu. Menurut catatan ICW, pada enam bulan pertama tahun 2016 KPK berhasil menggelar 8 Operasi Tangkap Tangan. Demikian pula pada 6 bulan pertama 2017 (5 OTT), 6 bulan pertama 2018 (13 OTT), dan 6 bulan pertama 2019 (7 OTT). Namun, di tahun ini, di masa kepemimpinan Firli Bahuri dkk, KPK hanya berhasil menggelar 2 OTT di enam bulan pertama (dw.com).

Ada udang dibalik Edhy adalah satu pelajaran dan tamparan keras bukan hanya kepada Presiden Jokowi akan tetapi juga Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang juga merupakan jajaran menteri kabinet kerja Jokowi, janji pemberantasan korupsi Prabowo pupus setelah Edhy Prabowo tersandung KPK tepat pada saat Gerindra akan menyambut momentum pilkada serentak 2020.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun