Mohon tunggu...
Amran Ibrahim
Amran Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pencatat roman kehidupan

iseng nulis, tapi serius kalau sudah menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP dan PPP "Khianati" Jokowi, Revolusi Mental Gagal Total

5 April 2019   11:00 Diperbarui: 5 April 2019   11:24 2345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Partai PDI dan ppp

Pilpres 2014 merupakan pesta demokrasi pertama pasca reformasi yang tidak diikuti oleh petahana. Kontestan yang berkompetisi saat itu sama-sama memiliki peluang yang sama untuk menang. Namun dalam setiap kontestasi yang ada, selalu menghasilkan satu pemenang yang akhirnya meraih tempat yang istimewa. Kala itu, Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menjadi kampiun dari pesta rakyat sekali lima tahunan tersebut.

Pasangan Jokowi-JK yang saat itu mengusung 'Revolusi Mental' berhasil meraih simpati rakyat. Namun dalam perjalanannya, 'Revolusi Mental' yang digadang-gadang gagal total karena perilaku elite yang tidak konsisten dalam mengemban amanah rakyat. PDIP merupakan salah satu partai yang 'mengkhianati' janji Jokowi-JK kepada rakyat.

Diketahui, PDIP merupakan salah satu partai utama pengusung Jokowi-JK yang mengusung 'Revolusi Mental'. Namun dalam perjalanannya, selama lebih empat tahun kepemimpinan Jokowi-JK justru PDIP lah yang menjadi partai 'terkorup'. PDIP menjadi penyumbang kepala daerah korupsi terbanyak sepanjang 2018. Ironi.

Bahkan tiga besar korupsi pasca reformasi diduga melibatkan elite partai banteng moncong putih ini. Korupsi terbesar ketiga yaitu kasus korupsi e-KTP yang diduga melibatkan Ganjar Pranowo (saat ini Gubernur Jawa Tengah), Yasonna Laoly (saat ini Menkumham), Olly Dondokambe, dan Arief Wibowo. 

Terbaru, nama Puan Maharani (saat ini Menko PMK) dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet Kerja) juga disebut-sebut menerima aliran dana korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 Triliun.

Korupsi terbesar kedua yaitu kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus korupsi yang terjadi di era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri ini merugikan negara mencapai Rp 3,7 Triliun. Bahkan adik Megawati, Rachmawati Soekarnoputri, mendesak KPK untuk memeriksa Megawati karena telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Rachma menganggap keliru jika KPK tidak memeriksa Megawati dan hanya memeriksa Syafruddin Tumenggung yang hanya menjadi pelaksana Inpres tersebut.

Korupsi paling bombastis PDIP justru dilakukan di tengah semagat Revolusi Mental yang digalakkan Jokowi-JK. Bupati Kotawaringi Timur, Supian Hadi resmi ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK atas kasus penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) yang merugikan negara hingga Rp 5,8 Triliun dan 711 ribu dollar AS.

Berbeda dengan PDIP, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan penumpang yang naik di tengah jalan. Partai berlambang Ka'bah ini menjadi bagian koalisi Jokowi pasca pemilu 2014. Satu-satunya hal yang sama antara PDIP dan PPP yaitu sama-sama mengkhianati semangat Revolusi Mental yang diusung Jokowi.

Terbukti, Romahurmuziy (saat itu Ketum PPP) harus menelan pil pahit setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan kasus jual beli jabatan di lingkungan kementerian agama. Revolusi mental sejatinya mengantarkan mental dan pribadi manusia Indonesia menjadi pribadi yang lebih baik, jujur, dan berbudi luhur. Namun perilaku koruptif elite koalisi Jokowi malah sebaliknya, berkhianat di atas kesederhanaan dan kepercayaan mantan Wali Kota Solo tersebut.

Wajar, jika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menutup pintu koalisi bersama koalisi Jokowi karena banyak rintangan dan hambatan. SBY mengatakan, "Pak Jokowi juga berharap Demokrat bisa di dalam pemerintahan, tetapi saya sadari banyak sekali rintangan dan hambatan menuju koalisi itu,". Daripada jalan tapi tak seiring, daripada berjanji tapi khianat, lebih baik berjuang mensejahterakan rakyat walaupun harus bersusah payah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun