Lihat ke Halaman Asli

Zul Hendri Nov

Belajar Menjadi Penulis

Tebang Pilih Penegakan Hukum dan Fenomena Tagar #BebaskanLutfi

Diperbarui: 28 November 2019   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Screen Capture

Pemuda bernama Luthfi Alfiandi menjadi perbincangan publik ketika dirinya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kerusuhan yang dilakukan saat demo penolakan rancangan RUU KPK dan RUU-KUHP pada September silam. Ia menjadi buah bibir dan perdebatan, karena sebagian menganggap keterlibatan ia dalam pelemparan kepada aparat keamanan sebanyak dua kali pada saat demo terjadi. sebagian masyarakat lainya menilai bahwasanya ia ditangkap karena membawa Bendera Merah Putih yang dianggap sebagai pelecehan terhadap lambang negara. apapun anggapan tersebut kita tunggu hasil akhir dari pengadilan Jakarta.

Problem terkait penegakan hukum masih menjadi kisah klasik yang takan pernah usai dibahas. manifestasi kehendak bersama dalam satu aturan bersama untuk mengatur kehidupan bersama, akan selalu menimbulkan persoalan. terlebih bila, adanya ketimpang tindihan penegakan aturan dan ketiadaan kepastian hukum.

Hukum sejatinya menjadi alat yang menciptakan keamanan dan kebahagian bagi Subjeknya. Tujuan Hukum untuk mewujudkan keadilan, kepatian dan kemanfaatan merupakan perwujudan sub kebahagiaan yang tertuang dalam bentuk aturan. sekiranya itulah sedikit manfaat hukum yang penulis ambil dari pendapat Jeremy Bentham yang merupakan pendiri Mahzab Hukum Utilitarinisme.

Tagar bebaskan Luthfi masuk tiga besar dalam trend ranking di Twitter Rabu, 27 November 2019. Pertanyaan menarik yang kemudian muncul adalah kenapa publik, terutama pengguna media sosial sampai sebanyak itu menuliskan tagar tersebut.

Bila ditelusuri, reaksi yang dilakukan publik bukan tampa alasan, publik sebagian besar menilai ada kesan tebang pilih yang terjadi dalam upaya penegakan hukum.

Tren tagar bebaskan luthfi dibarengi dengan komentar-komentar miring, seperti : yang nabrak sampai meninggal, Bebas! Yang korupsi menyusahkan rakyat, Bebas ! Menembak orang yang sedang menyampaikan pendapat, Bebas! Yang menyampaikan pendapat dan mencium bendera, Dipenjara!!!

Bila ditelusuri bagaimana penegakan hukum di Indonesia memang akan menjadi kajian yang panjang untuk dijelaskan. Upaya penegakan Hukum yang tak  berlandaskan kepada moral, tentu akan menjadi suatu persoalan hukum baru dan menjauhkanya dari cita hukum itu sendiri yang sejatinya memberikan rasa aman, tentram dan bahagia bagi para subjek hukum.

Menurut Eman Suparman mantan Mantan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) hukum harus berpihak. Hukum berpihak kepada kebenaran. Tolak ukur dari kebenaran adalah moral yang hidup dalam masyarakat.

Adagium yang disampaiakn oleh Bernadus Maria Tavarne yaitu "berikan aku hakim, jaksa, polisi, dan advokat yang baik, niscaya aku akan berantas kejahatan meski tanpa undang-undang sekalipun."

Tujuan dari perjanjian sosial negara dan rakyat indonesia tetuang dalam Pembukaan UUD 1945  "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum,Mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,  perdamaian abadi dan keadilan sosial".  jaminan hukum untuk mewujudkan semua itu terdapat dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 45, Indonesia  merupakan negara Hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline