Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Dulu Sungaiku Halamanku, Sekarang Sungaiku Tempat Penitipanku

Diperbarui: 25 Juni 2020   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai Pasar pasca banjir. foto diambil pagi hari 24/06/2020 (Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi zaldychan)

"Baraja Ka Nan Manang, Mancontoh Ka Nan Sudah"

Curah hujan di kota Curup, kampungku, tiga hari terakhir ini lebih tinggi. Puncaknya malam tadi, banjir kembali terjadi. Padahal masa pemulihan akibat banjir yang terjadi sehari sebelum Ramadan lalu, belum lagi usai untuk perbaikan rumah para korban.

Tak berbilang kali, banjir terjadi di sungai yang membelah kota Curup ini. Kukira, sama seperti daerah perkotaan di Indonesia. Banjir tak lagi siklus, tapi berubah menjadi ritual tahunan. Apatah lagi kejadian itu, terus saja mendera lokasi yang nyaris sama.

Experience is the best teacher! Pengalaman adalah guru terbaik. Kukira ujaran ini, telah lama beredar di masyarakat. Maknanya pun seirama dengan kutipan petuah tetua Minang di atas, "Belajarlah kepada pemenang, mencontohlah kepada pengalaman!"

Namun mungkin karena ujar-ujar itu terlalu lama, sehingga dianggap usang atau malah asing, ya?

Jika meminjam kajian sosiologi serta kajian sejarah, khususnya sejarah pedesaan. Dulu, selain di daerah pesisir pantai, proses kehidupan bermula di sekitar sungai. Desa atau kampung terbentuk di pinggiran sungai.

Nyaris semua aspek kehidupan tak bisa jauh, dan selalu berhubungan dengan air. Mandi, mencuci, atau buang hajat pasti membutuhkan air. Sehingga rumah-rumah penduduk pun dibangun di kiri dan kanan dengan posisi menghadap ke sungai.

Coba lihat potret Jakarta Tempoe Doeloe, sebelum menjadi ibu kota negara, sebagai contoh kasus. Rumah-rumah berdiri jauh dari sungai, ada jarak yang sekarang dikenal dengan sebutan daerah bantaran sungai.

Tak hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehari-hari penduduk (MCK). Sila baca kisah-kisah dulu. Aliran sungai menjadi area transportasi utama masa itu. Perahu-perahu lalu lalang mengangkut hasil bumi atau barang dagangan. Menjadi alasan rumah didirikan menghadap sungai.

Perlahan, pesat pembangunan menjadi alasan utama, jika desa atau kampung menjadi pusat kehidupan.

Jika dihayalkan di masa sekarang, Jakarta mungkin mirip-mirip kota Amsterdam di Belanda atau Venesia di Italia dengan perahu gondola yang bebas berlayar membelah kota. Karena sungai di depan rumah, maka habitat, ekosistem serta eksistensi sungai menjadi tanggung jawab bersama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline