Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Dulu Sungaiku Halamanku, Sekarang Sungaiku Tempat Penitipanku

24 Juni 2020   22:05 Diperbarui: 25 Juni 2020   04:47 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai Pasar pasca banjir. foto diambil pagi hari 24/06/2020 (Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi zaldychan)

"Baraja Ka Nan Manang, Mancontoh Ka Nan Sudah"

Curah hujan di kota Curup, kampungku, tiga hari terakhir ini lebih tinggi. Puncaknya malam tadi, banjir kembali terjadi. Padahal masa pemulihan akibat banjir yang terjadi sehari sebelum Ramadan lalu, belum lagi usai untuk perbaikan rumah para korban.

Tak berbilang kali, banjir terjadi di sungai yang membelah kota Curup ini. Kukira, sama seperti daerah perkotaan di Indonesia. Banjir tak lagi siklus, tapi berubah menjadi ritual tahunan. Apatah lagi kejadian itu, terus saja mendera lokasi yang nyaris sama.

Experience is the best teacher! Pengalaman adalah guru terbaik. Kukira ujaran ini, telah lama beredar di masyarakat. Maknanya pun seirama dengan kutipan petuah tetua Minang di atas, "Belajarlah kepada pemenang, mencontohlah kepada pengalaman!"

Namun mungkin karena ujar-ujar itu terlalu lama, sehingga dianggap usang atau malah asing, ya?

Jika meminjam kajian sosiologi serta kajian sejarah, khususnya sejarah pedesaan. Dulu, selain di daerah pesisir pantai, proses kehidupan bermula di sekitar sungai. Desa atau kampung terbentuk di pinggiran sungai.

Nyaris semua aspek kehidupan tak bisa jauh, dan selalu berhubungan dengan air. Mandi, mencuci, atau buang hajat pasti membutuhkan air. Sehingga rumah-rumah penduduk pun dibangun di kiri dan kanan dengan posisi menghadap ke sungai.

Coba lihat potret Jakarta Tempoe Doeloe, sebelum menjadi ibu kota negara, sebagai contoh kasus. Rumah-rumah berdiri jauh dari sungai, ada jarak yang sekarang dikenal dengan sebutan daerah bantaran sungai.

Tak hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehari-hari penduduk (MCK). Sila baca kisah-kisah dulu. Aliran sungai menjadi area transportasi utama masa itu. Perahu-perahu lalu lalang mengangkut hasil bumi atau barang dagangan. Menjadi alasan rumah didirikan menghadap sungai.

Perlahan, pesat pembangunan menjadi alasan utama, jika desa atau kampung menjadi pusat kehidupan.

Jika dihayalkan di masa sekarang, Jakarta mungkin mirip-mirip kota Amsterdam di Belanda atau Venesia di Italia dengan perahu gondola yang bebas berlayar membelah kota. Karena sungai di depan rumah, maka habitat, ekosistem serta eksistensi sungai menjadi tanggung jawab bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun