Lihat ke Halaman Asli

Moderasi Info

Mari bernalar liar memenjarakan fikiran adalah awal mula kemunduran peradaban

Ramadhan Upaya Penyadaran

Diperbarui: 14 April 2022   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulan suci Ramadhan adalah bulan mulia dan sangat di tunggu-tunggu umat muslim khussnya. pada bulan suci, kita diperintahkan untuk berpuasa selama sebulan lamanya. begitupun dengan perintah untuk melawan hawa nafsu.

Namun bagi sebagian orang, cenderung menari defenisi puasa hanya untuk menahan lapar pada waktu-waktu tertentu yang teah ditetapkan. Bahkan terkadang lupa jika lanskap dari menahan itu begitu banyak dan luas secara pemaknaan.

Kerap kita dapati bahkan penulis sendiri, menahan lapar atau yang kita kenal dengan puasa sampai waktu dimana nantinya puasa tersebut di batalkan sesuai ketentuan, melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak elok untuk dilakukan.

Semisal saat menjelang berbuka tiba, kita telah berhasil menahan lapar dan minum, namun riasan makanan diatas meja makan begitu banyak dan beragam saat berbuka tiba.

Kesannya seolah pembalasan dendam terhadao yang sejak pagi tertahankan saat berpuasa. Ini secara tidak sadar bahwa perjalanan puasa kita disibukkan oleh pertanyaan-pertanyaan tentang "nanti menu buka puasa?, lauknya apa? kue dan minumannya apa?

Karena pilihan-pilihan makanan begitu beragam tentu dengan kesempatan nafsu yang sulit terkendali jadinya tak pikir panjang kita terkadang membeli kesemua jenis-jenisnya.

Persoalannya adalah kala hal tersebut kerap kita lakukan maka potensi maslaah atau dosa bisa saja baik sdar ataupun tidak kita lakukan. Semisal mubazzir karena kebanyakan dan tidak mampu tuk dihabisi.

Puasa di bulan suci Ramadhan mestinya mampu membimbing kita untuk mengatakan "tidak" pada setiap nafsu yang bergejolak dalam fikiran kita.

Puasa mengajarkan kita menahan di tengah kebiasaan kita menghabiskan serta mampu mengendalikan ditengah kita melampiaskan. Bukan malah menahan lalu kemudian melampiaskan. Tentu hal demikian tidak berhenti ketika bulan Ramadhan nantinya usai. Melainkan tetap direfleksikan, dan dibiasakan menjadi suatu ketetapan sehari-harinya. Selain daripada persoalan itu, kesadaran sosial juga merupakan misi terpenting untuk kita aktualkan dan kita biasakan.

Gerakan penyadaran sesama manusia atau solidaritas filantropi adalah bagian dari misi Islam dan tentu terafirmatif di bulan suci Ramadhan ini.

Memperbaiki diri kepada Tuhan atau personalnya kita dengan Tuhan adalah hal yang pasti, namun tidak berarti mengesampingkan kesadaran-kesadaran sosial yang ada disekeliling kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline