Lihat ke Halaman Asli

dr. Ayu Deni Pramita

Suka menulis tentang kesehatan, investasi dan budaya

Kejelasan Status Pendidikan Seks dalam Kurikulum Pendidikan di Indonesia

Diperbarui: 9 Juli 2020   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pendidikan seks di India. Sumber: feminisminindia.com (Why Is Sex Or Sexuality Education In Indian Schools Still A Taboo?)

Saat itu tercetus ide mengajak kawan-kawan sejawat mengadakan penyuluhan Pendidikan Seksualitas (sex education) langsung ke anak-anak remaja di sekolah maupun di pesantren.

"Hemm, jangan bertema penyuluhan "sex education" ganti saja namanya, penyuluhan kesehatan reproduksi. Kalau pendidikan seks terkesan kita akan mengajarkan mereka untuk ber-seks, padahal enggak." mentor kami menyela saat berdiskusi tentang topik ini.

Tabu, seks itu tabu bagi sebagian besar orang tua dan anak-anak. Kondisi ini membuat peningkatan kasus pelecehan seksual, hamil diluar nikah, pernikahan dini, abortus dan penyakit menular seksual. 

Minimnya pengetahuan tentang seksualitas akan menjerumuskan anak-anak remaja mencari tahu sendiri dengan menonton video porno, mencari info sendiri lewat internet atau membaca majalah dewasa. 

Kebiasaan ini akan berpengaruh terhadap perilaku seksual hingga kekerasan seksual, misalnya pelecehan seksual, pemerkosaan, atau berhubungan badan saat masih anak-anak.

Pemerintah harus turut serta menjembatani pendidikan seksualitas untuk anak. Pasalnya, orang tua belum memiliki pengetahuan tentang seks yang komprehensif. 

Orangtua amat berperan keikutsertaannya dalam pendidikan seksualitas. Sayangnya, kebanyakan orang tua jarang sekali membahas yang berbau "seks" padahal pengertian seks itu bukan suatu hubungan badan. Butuh kerjasama antara guru didik dan orangtua memberi pengetahuan dan pemahaman tentang seksualitas bagi anak-anaknya.

Sejak tahun 1999, Komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI) sudah mengajukan gagasan agar memasukkan pendidikan seksualitas kedalam kurikulum dan tahun 2016 kembali mengajukan. Namun dari pihak Kemendikbud, Hamid Muhamad (tahun 2016) menampik tudingan bahwa mengabaikan usulan tersebut. 

Menurutnya, materi kesehatan reproduksi sudah masuk dalam kurikulum 2013. Hamid mengklaim pendidikan seksual tidak perlu diterapkan diluar kurikulum dan diterapkan mulai kelas SMP, alasannya anak-anak SD belum mendapat materi Biologi tentang reproduksi. Padahal anak SD-pun bisa menstruasi. 

Saya ingat ketika kelas SMA, pelajaran Biologi diselipkan tentang pembahasan kesehatan reproduksi, namun yang dibahas adalah reproduksi secara anatomisnya dan tidak ada penyampaian materi mengenai perilaku dan hubungan seksual atau batasan dalam berpacaran. 

Dilema inilah yang memicu saya untuk mengajak teman sejawat berupaya memberi pemahaman tentang seksualitas sejak dini, dimana sasaran kami melakukan kegiatan di sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline