Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Jakarta, Gelanggang Mimpi dan Pertaruhan Nasib

Diperbarui: 7 April 2024   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi-- Arus balik pemudik di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (30/6/2017).(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Bicara soal fenomena urbanisasi ke Jakarta (khususnya setelah lebaran) sebenarnya sudah menjadi satu rutinitas. Sebenarnya, urbanisasi di Jakarta tidak hanya terjadi saat lebaran, tapi sepanjang tahun.

Hanya saja, volumenya memang tidak terlihat mencolok seperti saat arus balik. Secara umum, pelaku urbanisasi ini berasal dari mereka yang mencari pekerjaan atau memang mendapat pekerjaan di Jakarta.

Sebagai orang yang pernah melakukan urbanisasi ke Jakarta karena mendapat pekerjaan di sana, saya sendiri merasa fenomena ini wajar, karena diluar urusan upah, Jakarta masih punya nilai lebih, khususnya dalam hal membangun relasi dan pengalaman kerja.

Terlepas dari lingkungan dan budaya kerja yang kadang absurd, punya pengalaman kerja di Jakarta bisa menjadi keuntungan tersendiri, setidaknya secara psikologis, misalnya ketika kembali ke daerah asal atau ada momen temu keluarga seperti saat lebaran.

Dengan punya pengalaman kerja di Jakarta, setidaknya kita tidak langsung dianggap remeh, karena sudah pernah ditempa, dan mampu bertahan sampai akhir di sana. Ibarat kompetisi sepak bola, bekerja di Jakarta seperti bermain di Liga Inggris: kompetisi yang keras, bertempo tinggi dan taktis.

(Kompas.com)

Secara pribadi, saya sendiri termasuk orang yang tidak menutup kesempatan merantau lagi ke Jakarta, karena sisi realistis di sana sangat jujur. Tak ada romantisasi berlebihan, apalagi sampai mengaburkan realita, menciptakan sikap "denial" atau baper.

Kalau jelek berani bilang jelek, begitupun sebaliknya. Disadari atau tidak, sisi realistis inilah yang mampu membuat orang paling penakut sekalipun jadi punya (setidaknya sedikit) keberanian, karena mendapat kebebasan menjadi diri sendiri.

Banyak orang bilang, Jakarta itu keras, tapi sepanjang kita datang ke sana dalam posisi sudah punya pekerjaan atau penghasilan tetap di sana, sisi keras itu bukan sesuatu yang mengerikan, tapi ini adalah satu sisi jujur, karena sifatnya memang serba realistis.

Ada tujuan yang ingin dicapai dari apa yang dikerjakan, dan bekerja menjadi satu jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Soal "me time" atau kegiatan lain di luar pekerjaan, itu sudah pasti terasa lebih nikmat, jika dilakukan selepas bekerja atau saat libur, misalnya di akhir pekan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline